Sabtu, 09 Januari 2010

KEBANGKITAN DAN PERANAN ISLAM DALAM KEHIDUPAN DI DUNIA

Kebangkitan Islam yang sedang terjadi adalah satu fenomena yang erat hubungannya dengan perkembangan umat manusia. Di masa lalu dari abad ke 7 hingga abad ke 19 Masehi, Islam serta peradaban yang dibentuknya mempunyai pengaruh yang tidak sedikit terhadap perkembangan umat manusia, termasuk tumbuhnya dunia Barat sebagai kekuatan yang menguasai dunia sejak abad ke 17 hingga sekarang. Pengaruh itu antara lain terlihat dalam Renaissance yang merupakan kebangkitan Eropa Barat dari Masa Kegelapan dan menjadi permulaan dari pertumbuhan peradaban Barat.
Akan tetapi sejak akhir abad ke 19 Islam mengalami gelombang surut ketika dunia Barat justru mencapai puncak perkembangannya. Pada waktu itu seakan-akan Islam sama sekali tidak ada artinya dalam kehidupan umat manusia. Bahkan Islam disamakan dengan keterbelakangan dan kemelaratan. Sebaliknya Barat mendominasi seluruh umat manusia, terutama karena penguasaannya atas ilmu pengetahuan dan teknologi. Barat pada waktu itu dianggap sebagai simbol kemajuan dan kesejahteraan.
Namun dalam alam ini tidak ada satu pun yang permanen, kecuali Allah Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula dalam kehidupan umat manusia selalu ada gelombang naik dan gelombang surut. Maka sejak abad ke 20 tampak permulaan dari kebangkitan kembali Islam. Terjadi satu Revitalisasi dari umat Islam yang selama lebih dari satu abad telah berada dalam kurve menurun. Sebagaimana kemajuan peradaban Islam di masa lalu telah merangsang terjadinya Renaissance dunia Barat, maka sebaliknya perkembangan peradaban Barat menciptakan kondisi umat manusia yang membuat umat Islam bangkit kembali.
Peradaban Barat telah menghasilkan kemajuan besar dan pesat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu berakibat terjadinya globalisasi, yaitu proses yang makin mendekatkan bagian umat manusia yang satu dengan yang lain sehingga seakan-akan dunia makin kecil dan tidak ada sesuatu terjadi yang tidak berdampak pada seluruh dunia dan umat manusia. Revitalisasi Islam berada dalam dunia dan umat manusia yang sedang dalam proses globalisasi itu. Karena itu mau tidak mau merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan atau dilepaskan dari proses itu.
B. Globalisasi dan Tantangan Umat Islam
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS ar-Ra’ad [13]: 11)
Ada yang paradoks dengan perkembangan umat Islam dewasa ini. Konflik yang bersumber dari persoalan furuiyah yang tidak mendasar masih terus dipelihara, korupsi, kemiskinan, keterbelakangan dan bahkan kelaparan belum ‘menjauh’ dari tubuh umat Islam.
Padahal, dunia terus bergerak maju. Globalisasi memungkinkan semua komponen masyarakat dunia menatap masa depan. Negara-negara maju terus melaju, sedangkan negara-negara berkembang lainnya terus bergerak menjadi negara industri baru. Mereka berlomba dan berpacu mewujudkan kemajuan untuk kejayaan bangsa dan kesejahteraan rakyatnya.
Ada sejumlah negara Muslim, yang sudah bergerak menjadi negara industri, seperti di Timur Tengah dan Asia Tenggara, tetapi mereka kalah dalam persoalan keunggulan kompetitif. Mereka mengandalkan kemurahan alam, sebagai bahan baku industri. Beruntung Allah s.w.t. memberkahi banyak negara-negara Muslim dengan minyak dan mineral, yang menjadi penopang kehidupan rakyatnya. Akan tetapi karunia yang besar yang Allah anugerahkan, ternyata tidak menjadi amunisi bagi kemajuan yang lebih luas. Sumber daya alam yang melimpah tidak menjadi berka, melainkan mengundang musibah karena kurangnya bersyukur.
Namun bagaimana dengan konteks globalisasi? Apakah manusia masih dapat berpangku tangan pada kemurahan alam? Secara teoretis, alam punya keterbatasan. Abad global adalah zaman inovasi dan kreativitas, tidak hanya di bidang rekayasa teknologi tetapi juga rekayasa sosial. Rekayasa teknologi dan rekayasa sosial berjalan seiring untuk menciptakan nilai tambah atas suatu hasil alam dan kreasi manusia demi mewujudkan tujuan-tujuan kehidupan manusia yang lebih baik.
Kita sependapat, pada dasarnya globalisasi sesuatu yang niscaya. Tidak ada tempat bagi eksklusifisme. Kekhawatiran yang muncul dewasa ini di banyak kalangan hanyalah tanda-tanda bahwa mereka sadar akan dampak mondialisme. Muncul kesadaran, pilihan yang tersedia tidak lebih dari dua: pecundang atau pemenang (perusak alam atau menjadi rahmat bagi semesta alam).
Umat Islam dengan populasi seperlima penduduk dunia sudah seharusnya menyadari betul fenomena zaman ini. Dulu sudah ada globalisasi, ditandai perdagangan antarkerajaan kuno, tribalisme, peperangan dan migrasi, tetapi globalisasi di zaman kita jauh berbeda. Globalisasi kali ini tidak ada persedennya dalam sejarah. Ke depan ia akan terus mengalami proses dialektika yang sistemik. Konflik dan ketegangan akan terus mewarnai proses sejarah manusia, tetapi resolusi akan terus diupayakan.
Internal umat Islam saat ini masih dililit sejumlah permasalahan krusial yang bisa menggiring umat menjadi pecundang sejati di era global. Di antaranya masalah kemiskinan. Kalau kita sejajarkan negara-negara Islam dari Maroko hingga Indonesia, umumnya masih dibelit kemiskinan yang bersifat struktural dan kultural sekaligus.
Apalagi di negara-negara Afrika dan Asia Selatan, angka kemiskinan makin membuncah. Sebutlah Nigeria, Sudan, Ethiopia, Senegal, Chad, atau Pantai Gading yang mayoritas Muslim, ternyata masih dibelit kemiskinan akut. Kematian akibat kekuragan gizi masih menjadi pamandangan biasa di benua hitam. Begitu pula di Asia Selatan. Gejala serupa juga melanda Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
Umat Islam juga masih dibelit korupsi. Di antara problem krusial yang menyebabkan keterbelakangan umat Islam adalah korupsi. Korupsi memang gejala mondial, seiring dengan perkembangan kapitalisme yang merusak, tetapi korupsi di negara-negara Muslim betul-betul telah bersifat destruktif. Ironisnya, terjadi pula resistensi atas gerakan antikorupsi.
Konflik yang berkepanjangan di negara-negara Muslim juga problem tersendiri. Secara umum, ini merupakan global paradox, sebagaimana dikatakan John Naisbit dan Patricia Aburden (1990), namun intensitas konflik di negara-negara Muslim sangat tidak masuk akal. Sering konflik itu terjadi antara umat Islam sendiri.
Tidak ada metode lain bagi umat Islam kecuali melakukan terobosan untuk keluar dari pelbagai permasalahan internalnya. Ini mengingat tantangan globalisasi bisa memunculkan dua kemungkinan tadi: menjadi pemenang atau pecundang. Konflik internal yang memelahkan harus dihentikan. Korupsi mesti diberantas karena inilah penyakit utama yang mengganjal kemajuan bangsa Islam selama ini.
Yang dibutuhkan adalah pemimpin-pemimpin Muslim yang mampu mentransformasi keunggulan kompetitif, bukan lagi keunggulan komparatif. Semua negara bisa menciptakan produk yang sama, tetapi bagaimana keunggulan komparatif yang masih dipunyai negara-negara Islam bisa dikonversikan menjadi sesuatu yang dapat bersaing di era pasar global, tidak hanya dalam konteks ekonomi, tapi juga sosial, politik, dan militer.
D. Perspektif Islam Masa Depan
Afzalurrahman Assalam, mahasiswa Teknik Geofisika ITB, dalam artikelnya “Tinjauan Kritis Terhadap Fase-fase Peradaban Islam” menjelaskan begitu banyak sesungguhnya apa yang sudah diwariskan oleh Umat Islam kepada dunia khususnya dunia Islam. Ia juga menerangkan bagaimana fase-fase peradaban berdasarkan prediksi dari Rasulullah Saw sendiri dimana fase-fase peradaban umat Islam dibagi menjadi 4 fase bersandarkan karakter kepemimpinan setiap masa yang berbeda-beda.
Fase pertama adalah fase dimana kepemimpinan dikelola oleh orang-orang yang mengacu pada cara kepemimpinan nabi yang adil dan mengangkat kewibawaan Islam. Kedua, merupakan masa dimana para penguasanya kebanyakan adalah penguasa yang sombong, angkuh, dan tidak lagi menggunakan manhaj kepemimpinan nabi. Ketiga, masa dimana para penguasanya adalah penguasa zholim, kejam dan menindas kaumnya sendiri. Keempat, merupakan masa dimana kepemimpinan umat Islam akan diusung kembali oleh penguasa yang adil sesuai dengan manhaj Rasulullah.
Jika kita ingin mengetahui gilang-gemilangnya warisan peradaban islam, kita dapat membaca artikel warisan peradaban Islam yang dituli oleh Shahib Al-Kutb. Disana disebutkan bahwa peradaban Islam adalah sebuah peradaban yang paling besar di dunia. Peradaban itu mampu menghasilkan sebuah negara super Subtropik hingga ke daerah tropik dan gurun. Dalam wilayah kekuasaannya tinggal ratusan warganya, yang terdiri dari berbagai kepercayaan dan bangsa. Salah satu dari sekian bahasanya menjadi bahasa universal dan menjadi jembatan yang menghubungkan antar warganya di berbagai negeri. Tentaranya tersusun dari berbagai bangsa. Kekuatan militernya mampu memberikan kedamaian dan kesejahteraan yang belum pernah ada sebelumnya. Jangkauan armada perdagangannya membentang dari Amerika latin sampai ke China, serta daerah-daerah yang berada di antara keduanya.
Kemudian Shahib Al-Kutb melanjutkan dengan menerangkan bagaimana umat Islam sebagai para pionir pakar ilmu pengetahuan di dunia: para arsiteknya mampu mendesain bangunan yang melawan hukum gravitasi. para pakar matematikanya menciptakan aljabar, juga logaritma yang menjadi landasan pengembangan teknologi komputer dan penyusun bahasa komputer. para dokternya mempelajari tubuh manusia hingga mampu menemukan berbagai obat untuk menyembhkan berbagai macam penyakit. Para pakar astronominya mengamati langit, memberikan nama-nama bintang, serta merintis teori seputar perjalanan dan penelitian ruang angkasa. Para penulisnya menghasilkan ribuan kisah. Diantaranya kisah-kisah tentang keberanian, cinta kasih, dan ilmu sihir. Para penyairnya menulis berbagai karya sastra bertemekan cinta, sementara penyair-penyair sebelumnya terlalu takut untuk memikirkan hal-hal seperti itu.
Ketika bangsa lain khawatir terhadap munculnya berbagi pemikiran, peradaban ini justru melindungi, mempertahankan, serta menyampaikannya kepada umat-umat lain.
Apa yang dikemukakan Shahib Al-Kutb jika dikaitkan dengan di fase mana kira-kira itu semua terjadi, memang sebagian besar ulama seperti yang ditulis oleh Afzalurrahman, berada pad fase pertama hingga fase ketiga. Sedangkan tahun 1429 Hijriyah yang kita masuki merupakan masa dimana kepemimpinan dipegang oleh orang-orang zholim, angkuh, dan menindas rakyatnya sendiri.
Pendidikan di Era Globalisasi
Pendidikan mempunyai peran besar sekali untuk menimbulkan perubahan pada diri umat Islam. Melalui pendidikan dapat dibentuk kondisi mental yang lebih kondusif untuk mengembangkan kebangkitan moral-spiritual yang dikehendaki. Demikian pula penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diusahakan melalui pelaksanaan pendidikan yang tepat. Namun harus pula disadari bahwa hasil dari proses pendidikan baru terasa secara sungguh-sungguh setelah berlalunya satu generasi. Oleh karena Kebangkitan Islam sekarang sudah berjalan maka pendidikan harus dibarengi dengan terbentuknya Kepemimpinan yang dapat menjalankan proses perubahan tersebut sejak sekarang. Bahkan Kepemimpinan itu sangat penting untuk menimbulkan proses pendidikan yang diperlukan.
Proses pendidikan meliputi banyak sekali segi dan sebenarnya setiap kegiatan manusia mengandung unsur pendidikan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan meliputi sistem sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dua hal itu harus saling mendukung untuk mencapai hasil yang optimal. Dalam pendidikan luar sekolah yang amat besar perannya adalah pendidikan di lingkungan keluarga. Sebab di lingkungan keluarga manusia lahir dan tumbuh di masa yang paling menentukan bagi pembentukan kepribadiannya.
Hal ini terutama terasa dalam Era Globalisasi yang membuat setiap unsur masyarakat makin intensif hubungannya dengan unsur masyarakat lainnya, demikian pula dengan unsur masyarakat luar negeri. Hubungan itu dapat berupa kerjasama atau persaingan yang dalam Era Globalisasi makin intensif kondisinya. Akibatnya adalah bahwa tidak cukup hanya sebagian kecil masyarakat bermutu tinggi untuk mencapai kemajuan satu bangsa atau satu umat. Harus sebanyak mungkin warga masyarakat mempunyai mutu tinggi untuk dapat melakukan kerjasama dan persaingan bangsa dan umat. Hal ini menimbulkan tantangan yang amat berat, yaitu harus ada pendidikan yang besar kuantitasnya sehingga meliputi sebanyak mungkin warga masyarakat, maupun setinggi mungkin kualitasnya untuk seluruh pendidikan yang diselenggarakan. Hal ini merupakan tantangan besar untuk pengadaan dan penyediaan Sumberdaya, baik Sumberdaya Manusia, Sumberdaya Uang maupun Sumberdaya Material. Dan karena sumberdaya pada dasarnya adalah langka, maka timbul tantangan kuat terhadap kemampuan Manajemen Pendidikan di satu pihak dan di pihak lain adanya Komitmen yang kuat pada Kepemimpinan Bangsa untuk pengadaan Sumberdaya itu.
Sebagaimana telah dikemukakan, pengaruh dari pendidikan luar sekolah, khususnya pendidikan di lingkungan keluarga, amat besar terhadap seluruh proses pendidikan. Amat besar peran orang tua dalam membentuk kepribadian anak yang sudah mulai dibentuk sejak kecil sebelum masuk sekolah. Sebab itu harus ada usaha yang kuat dan sistematis agar para orang tua memainkan peran itu dengan sebaik-baiknya. Kondisi dan suasana masyarakat serta lingkungan kehidupan pada umumnya berpengaruh kuat terhadap peran orang tua itu.
Hal ini semua juga berlaku bagi umat Islam yang memperjuangkan Kebangkitan Islam. Khususnya hal ini berlaku bagi umat Islam di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 170 juta orang. Jumlah yang besar itu merupakan asset bagi Kebangkitan Islam dan pertumbuhan bangsa Indonesia, kalau setiap Muslim bermutu tinggi. Akan tetapi sebaliknya kalau mutunya rendah justru menjadi satu liability atau gangguan yang amat berat. Sebab itu umat Islam Indonesia dan terutama para pemimpinnya harus mengembangkan komitmen yang sekuat-kuatnya untuk menyelenggarakan pendidikan yang sebaik-baiknya.

F. Moderasi Islam
Kita paham betul bahwa saat ini penganut Islam di dunia sedang berada pada titik dimana secara keseluruhan mendapatkan stigma negatif bahwa Islam adalah agama teroris. Salah satu penyebab dari hal ini dapat kita sebut adalah sikap fanatik ekstrem yang sesungguhnya sangat bertentangan dengan Islam yang memiliki ciri sebagai agama yang moderat (ummatan wa shatan).
Dalam artikelnya yang pernah dimuat dalam harian umum Republika pada bulan Juli 2007, H. Samson Rahman M.A., menyebutkan bahwa ada sepuluh ciri dasar Islam moderat yang menjadi landasan pengambilan sikap dalam kehidupan.
Pertama, pemikiran Islam moderat tidak menjadikan akal sebagai hakim sebagai pengambil keputusan akhir jika yang menjadi keputusan itu berseberangan dengan nash. Namun demikian, pemikiran tersebut juga tidak menafikan akal untuk bisa memahami nash. kedua, pemikiran Islam moderat memiliki sikap luwes dalam beragama. Ketiga, pemikiran Islam moderat tidak pernah mengkuduskan turats (khazanah pemikiran lama) jika jelas-jelas ada kekurangannya. Di saat yang sama, pemikiran ini juga tidak pernah meremehkannya jika di dalamnya ada keindahan-keindahan hidayah.
Keempat, pemikiran Islam moderat merupakan pertengahan di antara kalangan filsafat idealis yang hampir-hampir tidak bersentuhan dengan realitas dan jauh dari sikap pragmatis yang sama sekali tidak memiliki idealisme. Kelima, pemikrian Islam moderat adalah sikap pertengahan. Pemikiran Islam moderat bersikap lentur dan senantiasa adaptatif dalam sarana namun tetap kokoh dan ajeg sepanjang menyangkut masalah prinsip. keenam, pemikiran Islam moderat tidak pernah melakukan pembaruan dan ijtihad dalam hal-hal yang bersifat pokok serta jelas dalam agama dan merupakan masalah-masalah qath’i. Islam moderat juga tidak setuju dengan sikap taklid berlebihan sehingga menutup pintu ijtihad.
Ketujuh, pemikiran Islam moderat tidak pernah meremehkan nash. kedelapan, pemikiran Islam moderat berbeda dengan sikap orang-orang yang hanya mendengungkan universalisme tanpa melihat kondisi dan keadaan setempat. Kesembilan, Islam moderat tidak berlebihan dalam mengharamkan sesuatu dan tidak berani menghalalkan sesuatu yang jelas haram. Kesepuluh, pemikiran Islam moderat terbuka terhadap peradaban manapun namun akan senantiasa mampu mempertahankan jati dirinya.

1 komentar:

Dama-Ulan mengatakan...

Salam Ramadhan...

Insya Allah.. Islam akan kembali berkuasa di Asia Barat..