Jumat, 20 November 2009

ilmu tasawuf


TASAWUF AKHLAQI

A. PENDAHULUAN

Tasawuf akhlaqi ialah ajaran akhlak dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan yang optimal. Dengan kata lain tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah. Tasawuf seperi ini dikembangkan oleh ulama ’ulama sufi.

Dalam pandangan para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat tujuannya adalah mengusai hawa nafsu,
menekan hawa nafsu, sampai ke titik terendah dan -bila mungkin- mematikan hawa nafsu sama sekali oleh karena itu dalam tasawuf akhlaqi mempunyai tahap system pembinaan akhlak disusun sebagai berikut:

a. Takhalli

Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi. Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu
dari akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain
adalah kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi.

b. Tahalli

Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan.

c. Tajalli

Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh –yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang
mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.

Tak pelak, tasawuf merupakan alternatif untuk memenuhi dahaga rohani dan mengatasi krisis kerohanian manusia modern, sehingga tidak mengenal jati diri, arti dan tujuan kehidupan. Maka, “mata air” tasawuf yang sejuk mampu menyegarkan dan menyelamatkan manusia yang (merasa) terasing. Ada yang bilang tasawuf adalah salah satu cara untuk melarikan diri (eskapisme) dari kesulitan menghadapi kehidupan. Tasawuf merupakan keniscayaan seorang hamba Allah SWT. Sesungguhnyalah, kehidupan di dunia tidaklah mungkin terelakkan sebagai rumah sekaligus kuburan manusia.

B. PERKEMBANGAN TASAWUF AKHLAQI

Pada perkembangannya, tasawuf ke arah pertama sering disebut tasuwuf akhlaqi. Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktekkan oleh semua orang. Kesederhanaannya dilihat dari kemudahan landasan- landasan atau alur befikirnya. Tasawuf pada alur yang sederhana ini kelihatannya banyak ditampilkan oleh kaum salaf. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas pengamalan Islam dalam praktek yang lebih menekankan perilaku manusia yang terpuji.

Perkembangan tasawuf dalam Islam abad pertama dan kedua hijriah di tandai tumbuhnya asketisme (zuhud), Sikap asketisme (zuhud) ini banyak
dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Pada abad ketiga hijriah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan tentang jiwa dan tingkah laku.
Perkembangan dan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya
menegakkan moral ditengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang saat itu.
Sehingga ditangan mereka, tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan
atau ilmu akhlak keagamaan.
Pembahasan mereka tentang moral, akhirnya,
mendorongnya untuk semakin mengkaji hal-hal yang berkaitan tentang akhlak.

Kaum salaf tersebut melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilakan akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai benyak mengandung muatan anjuran untuk untuk berakhlak terpuji. Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriah yang sangat formal namun tidak diterima sepenuhnya oleh mereka yang mendambakan konsistensi pengamalan ajaran Islam hingga aspek terdalam. Oleh karena itu, ketika mereka menyaksiakn ketidakberesan perilaku (akhlak) di sekitarnya. Mereka menanamkan kembali akhlak mulia. Pada masa itu tasawuf identik dengan akhlak.

Kondisi tersebut kurang lebih berkembang selama satu abad, kemudian pada abad ketiga hijriah, muncul jenis tasawuf lain yang lebih menonjol pemikiran ekslusif. Golongan ini diwakili oleh Al-Hallaj, yang kemudian dihukum mati karena manyatakan pendapatnya mengenai hulul (pada 309 H). Pada abad kelima
hijriah muncullah Imam Al-Ghazali, yang sepenuhnya hanya menerima taswuf berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan sederhana, selurusan jiwa, dan pembinaan moral. Sejak abad keenam hijriah, sebagai akibat pengaruh keperibadian Al-Ghazali yang begitu besar, pengaruh tasawuf Sunni semakin meluas ke seluruh pelosok dunia Islam. Sejak abad keenam Hijriah, muncul sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat, dengan teori mereka yang bersifat setengah-setengah. Artinya, tidak dapat disebut murni tasawuf, tetapi juga juga tidak dapat disebut murni filsafat. Mereka banyak menimba berbagai sumber dan pendapat asing, seperti filsafat Yunani dan khususnya Neo-Platonisme. Mereka pun banyak mempunyai teori mendalam mengenai jiwa, moral, pengetahuan, wujud dan sangat bernilai baik ditinjau dari segi tasawuf maupun filsafat, dan berdampak besar bagi para sufi mutakhir.

Dengan munculnya para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakannya dengan tasawuf yang mula-mula berkembang , yakni tasawuf akhlaqi. Kemudian, tasawuf akhlaqi ini didentik dengan tasawuf sunni. Hanya saja, titik tekan penyebutan tasawuf sunni dilihat pada upaya yang dilakukan oleh sufi-sufi yang
memegari tasawufnya dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian terbagi
menjadi dua, yaitu sunni yang lebih berorientasi pada pengokohan akhlak
, dan tasawuf falsafi, yakni aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran
filosofis dengan ungkapan-ungkapan ganjilnya (syathahiyat) dalam
ajaran-ajaran yang dikembangkannya. Ungkapan-ungkapan syathahiyat itu
bertolak dari keadaan yang fana menuju pernyataan tentang terjadinya
penyatuan ataupun hulul.

B. TOKOH-TOKOH TASAWUF AHKLAQI

a. Hasan Al-Bashri

Hassan al-Basri dilahirkan di Madinah pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khattab pada tahun 21 Hijrah (642 Masihi). Pernah menyusu pada Ummu Salmah, isteri Rasulullah S.A.W., ketika ibunya keluar melaksanakan suruhan beliau. al-Hassan al-Basri pernah berguru kepada beberapa orang sahabat Rasul S.A.W. sehingga beliau muncul sebagai ulamak terkemuka dalam peradapan Islam. al-Hassan al-Basri meninggal di Basrah, Iraq, pada 110 Hijrah (728 Masihi).

Ajaran tasawuf akhlaqi yang di usung oleh hasan Al-Bashri kemungkinan di dasari oleh rasa takut terhadap siksaan Tuhan di dalam neraka namun

b. Al-Muhasibi

Abu 'Abdullah al-Harits bin Asad al-Muhasibi (165-243 H/781-857 M) adalah salah seorang sufi besar dalam sejarah tasawuf.Ajaran-ajaran dan karya-karyanya sangat berpengaruh pada kaum sufi kurun berikutnya.Al-Muhasibi mulai menempuh jalan sufi sebagai usaha untuk keluar dari keraguan yang membelit dirinya.Menyikapi situasi kehidupan sosial di zamannya,ia berpandangan bahwa ada tiga golongan manusia-orang-orang yang mengetahui akhirat tetapi sangat jarang dan sedikit jumlahnya;orang-orang yang bodoh memiliki ilmu tetapi mengejar kehormatan dan status sosial yang tinggi serta bertujuan hanya memperoleh kekayaan duniawi ; dan orang-orang yang berlagak salih dan ahli ibadah tetapi sesungguhnya tidaklah demikian.Menurutnya,dalam kondisi seperti ini,jalan keselamatan yang mesti ditempuh seorang Mukmin adalah senantiasa bertakwa keada Allah,melaksanakan segenap perintah-Nya,menjauhi segala larangan-Nya,menghindari segala macam dosa dan kemasiatan,dan berpegang teguh pada Alquran dan Sunnah Nabi saw.

Salah satu karakteristik tasawuf al-Muhasibi adalah menggabungkan sikap kehati-hatian (wara') agar tidak terjatuh ke dalam dosa atau kemasiatan dan pelaksanaan berbagai kewajiban agama yang bersifat ritual maupun sosial.Singkat kata,tasawuf al-Muhasibi memadukan syariat dan hakikat,aspek lahiriah dan aspek batiniah.Sekalipun demikian,dalam tasawufnya,ia lebih mengedepankan syariat daripada hakikat.Artinya,hakikat harus selalu mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan syariat melalui penyelarasan kedalaman batiniah dengan aspek lahiriah.

c. Al-Qusyairi

PENUTUP

Ø Pada dasarnya, perkembangan ilmu tasawuf ini, terjadi karena adanya perbedaan pendapat para sufi. Sehingga timbullah berbagai macam paham di dalam dunia kesufian. Paham-paham tersebut masing-masing memilikitujuan yang berlainan , sehingga terjadi perbedaan yang mencolok antara paham yang satu dengan yang lain.

Ø Diantara peneliti-peneliti tasawuf membagi tasawuf kedalam tiga bagian:Tasawuf Akhlaqi, Taswuf Falsafi dan Tasawuf Syi’i

Ø Tasawuf diciptakan sebagai media untuk mencapai maqashid al-Syar’i (tujuan-tujuan syara’). Karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah
seperti salat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya, yang dilakukan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT

Tidak ada komentar: