assalamu'alaykum...
Selamat pagi kawan, semoga hari minggu ini kita selalu bersemangat dalam melakukan smua aktifitas kita d week end yang cerah ini, dan aku???? long week end malah sakit (kalo kata temenku "itu c DL").
seperti biasa di minggu pagi aku terbangun dan menatap mentari pagi yang pagi hari ini bersinar ddengan cerahnya. berdiri terpaku di sudut jendela dan mengingat kejadian-kejadian yang telah banyak aku lalui, ahh baru aku sadari ternyata begitu banyak aku menyianyiakan waktu ku, membuang-buang waktu berharga yang kumiliki hanya untuk melakukan hal-hal yang tak berguna dan cenderung dekat dengan prilaku maksiat...
ahh sungguh aku menyesali smua hal tak berguna yang aku lakukan, aku sungguh-sungguh menyesal, aku mulai membenci diriku sendiri dengan semua kegilaan yang sering aku lakukan, ah ya tuhan betapa besarnya dosa-dosaku, dan sungguh betapa besarnya rasa sayangMu, Kau masih memberiku kesempatan untuk hidup di dunia Mu bahkan meskipun aku mendzolimi diriku dan tidak taat kepada perintah-perintahMu. aku sungguh tak mengerti dengan semua ini, dan aku pun tak berniat untuk menyalahkan siapapun atas smua prilaku jahatku, aku yakin bahwa aku melakukannya dengan sadar, dan tanpa ada paksaan.
sungguh ingin aku kembali menjadi diriku yang tak lagi bergumul dengan dosa, sungguh aku sangat menyesali smua itu, dan sungguh aku sangat amat takut tidak mendapatkan cinta-Mu, tapi apakah pantas manusia hina penuh dosa sepertiku mendapatkan setitik cinta-Mu???
Renungan ini ku harap tak hanya jadi sekedar renungan belaka, ku harap ini menjadi titik awal bagiku untuk mulai menata diri, menata prilaku, menata pikiran dan terutama menata hati untuk selalu menjadikanMu sebagai tujuan hidup ini, mungkin akan sangat berat bagiku untuk melakukan semua itu, tapi sungguh aku ingin kembali mengecap indahnya berada di jalanMu.
selamat tinggal semuanya, ku harap aku tak kan pernah merindukan semua prilaku burukku, selamat tinggal
allahumma tsabbit qalbi 'alal iman... amien
Sabtu, 03 April 2010
Jumat, 26 Maret 2010
flanel
assalamu'alaykum...
siang ini bete deh... di rumah sendirian, karena kbetulan my parent lg pergi... kesel jg d tinggal d rumah sendiri... gara2 sendirian gini jd kepikiran buat nyari kesibukan siang ini... iseng2 browsing penak=pernik... n kayanya mulai interest saa kain flanel deh... kira2 yang seru bikin apa ya???? bikin boneka jari???? kalung???? gantungan hp???? tempat pensil???? atau apa ya?????
hmm kayanya harus pergi ke pasar deh buat beli kain flanelnya... buat kawan2 yang emang lagi iseng n ga ada kerjaan siang ini... knpa ga coba buat bikin kreasi dari kain flanel???? jangan lupa untuk sediain alat-alat dan bahan2 yang emang di butuhin kaya:
- kain flanel berbagai warna
- jarum
- benang
- gunting
- lem
- dan pola gambar yang lucu2 yang bisa kamu download..
selamat mencoba kawan
mari berkreasi n_n
thanks buat rizki dan blog2 yang udah ngangkat flanel jd bahan bahasannya...
^_^
Rabu, 10 Maret 2010
persahabatan
persahabatan bagai kepompong mengubah ulat menjadi kupu-kupu
persahabatan bagai kepompong hal yang tak mudah berubah jadi Indah
persahabatan bagai kepompong na na na na na na na.....
(kepompong sindentosca)
Saya yakin hampir 100% pemerhati musik dan pendengar radio pasti mengenal lagu yang satu ini, bahkan sekelompok anak jebolan sebuah acara reality show ajang pencarian bakat menyanyikan kembali lagu ini, so pasti anak-anak kecil saat ini juga pasi banyak yang hafal lagu yang satu ini.
Yap... persahabatan adalah kata yang sering kita dengar, dan jika kita bertanya kepada seseorang tentang arti dari perdahabatan jawabannya pasti berbeda,, karena setiap orang mengalami kejadian yang berbeda-beda saat mereka beraktifitas dengan sahabat-sahabatnya, lalu seperti apakah arti persahabatan itu? persahabat bagi sebagian orang adalah kebahagiaan, tertawa bersama, nonton bersama, hang out bersama-sama, dan hal-hal menarik lainnya yang memang dilakukan bersama-sama, tapi bagi sebagian orang lainnya adalah sebuah pengkhianatan, ketidak setia kawanan, ketidak jujuran, dan pemerasan, bahkan bagi sebagian orang pertemanan bisa di beli dan bisa pula digadaikan.
Ingatlah kawan persahabatan tak selamanya indah dan persahabatan tak selamanya pula menyedihkan, sahabat kita adalah orang yang memiliki kehidupannya sendiri, terkadang dia membutuhkan waktu untuk menyendiri sama seperti kita, terkadang sahabat juga memiliki skala prioritas dalam kehidupannya, begitu pula kita, sahabat kita memiliki sifat egois dan begitu pula kita. jadi tak seharusnya kita mencurahkan segala apa yang kita punya untuk seorang sahabat, dan tak seharusnya pula kita menjadi orang yang merasa tidak membutuhkan sahabat.
Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi. Dan dalam proses itu persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, Kadang dihibur-kadang disakiti, Kadang diperhatikan- kadang dikecewakan,Kadang didengar-kadang diabaikan,kadang dibantu-kadang ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian. Itu yang membedakannya. Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena rasa kasihnya dia memberanikan diri untuk menegur apa adanya. Dan proses yang menyakitkan inlah yang mengkiyaskan "PERSAHABATAN BAGAI KEPOMPONG" karena persahabat itu harus diuji, akankah persahabatan itu indah sehingga terlahir menjadi kupu-kupu yang cantik, ataukan persahabatan ini tak mampu melewati ujian sehingga sang kepompong tak pernah sanggup untuk menjadi seekor kupu-kupu.
Mungkin kriteria sahabat sejati bagi masing-masing orang berbeda tapi sahabat sejati menurut saya adalah seseorang yang menilai kita secara objektif, sahabat sejati adalah orang yang mengingatkan kita ketika kita lalai, dan sahabat sejati adalah orang yang membuat kita mampu tertawa bahkan disaat kita tak sanggup untuk tersenyum.
Friendship is not how you listen but how you understand
not how you let go, but how you hold on
not how you see, but how you feel
Senin, 08 Maret 2010
CATATAN PAGI INI
Selamat pagi kawan. Hari ini seperti biasa pagi hari ini setelah semuanya rapi tanganku dengan refleks nya menyalakan laptop jadul di sudut kamar dan berselancarlah diriku ke dunia maya, di awal tahun 2010 ini facebook masih menjadi web jejaring yang paling banyak memiliki member, seperti biasa setelah masuk beranda aku membaca satu-satu status teman-temanku, dari mulai menyapa, mengungkapkan isi hati, menyuruh bangun, mengganti nama, dll wah macem-macem deh. Dan tanpa di sadari aku mulai mengklasifikasikan updater menjadi beberapa kategori, dan setelah melalui perenungan yang panjang (ce ileeeeeee) inilah hasilnya:
1. Lebayers : yang termasuk kategori ini orang-orag yang membuat status-status dengan menggunakan lagu-lagu untuk mengungkapkan isi hati, orang-orang yang menggunakan tulisan alay (ex: akkyu saiiaankk kamyuuu sangadhhh), dan juga orang-orang yang mengungkapkan perasaannya dengan berlebih-lebihan ^_^
2. Aktifis : yang termasuk kategori ini orang-orang yang sering berkampanye (baik itu kampanye anti narkoba, kampanye stop global warming, kampanye bupati/walikota, dll), dan para aktifis dakwah. ^_^
3. Confusius: yang termasuk golongan ini adalah orang-orang yang bingung mau nge-update apa setiap harinya, terkadang mereka menulis “mau nge-update apa ya???” atau “no ispiration”. Dan yang termasuk golongan ke 3 ini adalah orang-orang yang bahkan bingung untuk memberi comment pada status teman2nya. ^_^
4. Meniters: golongan ini di isi oleh orang2 yang setiap menit nge-update statusnya, dari mulai bangun tidur sampe mau tidur lagi pasti di update, bahkan ketika sakit perut, lapar, panas, haus, hujan, terlambat, ngantuk, mau pipis, dll ^_^
5. Pengusaha: yang termasuk kategori ini adalah orang-orang yang berjualan d facebook, mulai dari jual baju, pulsa, jam tangan, kalung, rok, mukenah, bhkan jual jasa (jasa apa aja) ^_^
6. Ordinary users: yang terasuk kategori ini orang-orang yang biasa-biasa saja, menganggap face book sebagai sarana untuk memperluas jaringan, tidak terlalu berlebihan dalam meng-update status, tidak terlalu serius dan tak terlalu lebay. ^_^
Ini hanya sedikit penelitian dadakan tanpa berniat menyudukan kategori manapun, penelitian ini berdasarkan pengalaman pribadi dan pengalaman my friend list on my facebook. Jadi kategori manakah kamu????? ^_^
saya sangat merindukan saya yang dulu
tadi sore baca kompasiana, lalu saya baca tulisannya agnes davonar yang bercerita tentang 5 anak kecil yang bermain bola di lapangan tenis samping rumahnya, tulisanya simple banget, ga pake kata-kata yang berbelat-belit, tidak lebay dan sangat humanis, intinya tulisannya terasa hidup, dengan tema sepak bola yang sangat memasyarakat, membuat tulisan itu menginspirasi saya untuk menulis sesuatu tentang sesuatu hal,tapi apa yang mau di tulis ya? hal ini yang sangat menggelitik bagi saya, sangat lucu sekali, dn sayangnya hal ini yang terkadang membuat niat menulis saya mengendur lagi, kadang jd kangen masa-masa sekolah dulu.
Dulu saat masa-masa SMA saya akan dengan mudahnya menemukan kata-kata yang cocok dan pas yang saya gunakan untuk mengeluarkan segala unek-unek yang ada di dalam kepala saya dan dengan mudahnya menulis hal-hal yang ingin saya tulis, sayangnya semenjak lulus SMA kesenangan menulis itu mengalai peng-kebirian yang dilakukan tanpa sengaja. hehe terdengar aneh memang, tapi kesibukan saat itu membuat saya mulai melupakan kebiasaan untuk menulis.
Selepa lulus SMA dunia menulis yang membuat saya bisa mengungkapkan apapun, mulai terlupakan dengan munculnya dunia cyber yang sejujurnya baru saya kenal selepas SMA, ketertarikan saya akan dunia Internet tanpa saya sadari membuat saya melupakan dunia menulis, saya lebih senang menghabiskan waktu berlama-lama di depan PC dengan bermain friendster (pada saat itu memang friendster lah yang menjadi primadona dunia web jejaring). kegilaan terhadap dunia maya semakin menjadi-jadi setelah saya mengenal chatting, hari-hari sayapun tersita untuk memperluas jaringan di dunia chatting, tak pelak lagi yahoo messenger, mig33, nimbuzz, ebuddy, morange v, talkonaut, dan jabber pernah menjadi saksi keadictict-kan saya terhadap dunia chatting.
Dan sekarang saya benar-benar ingin menulis lagi, menulis apa saja hal yang bisa saya tulis, entah itu sebuah cerpen, pantun, puisi, lagu, kata motivasi, atau apa sajalah yang bisa saya tulis, saya benar-benar merindukan saya yang dulu, saya merindukan saya yang dengan mudahnya curhat ke dalam sebuah buku yang saya paksakan bernama diary(hehe), saya sangat merindukan saya yang dengan mudahnya dalam beberapa jam saja membuat sebuah cerpen yang hingga saat ini cerpen itu masih di baca oleh adik-adik kelas saya, saya sangat merindukan saya yang dulu yang dengan mudahnya menemukan kata-kata motivasi yang tepat untuk menyeangati teman-teman saya yang patah hati, yang sedang bokek, yang sedang malas membuat PR, ahhh saya benar merindukan saya yang dulu.
Sejujurnya blog ini saya buat untuk menyimpan tugas-tugas d perkuliahan yang saya ikuti dengan tujuan agar mudah menghafalnya, tapi saya masih merasakan ke tidak puasan disini, sepertinya ada sesuatu hal penting yang masih mengganjal, saya harap saya bisa menemukan kembali si "something missing" yang satu itu. dan gara-gara membaca tulisan agnes davonar td sore seperti membangkitkan rasa yang hilang itu. biarlah semua ini saya mulai kembali dari awal, mungkin tulisan-tulisan saya masih akan terlihat sangat kekanak-kanakan sekali, tapi biarlah. saya hanya ingin menulis lagi! THATS IT!!!
MULAI SAAT INI SAYA KIKI ZAKIAH FAUZIAH BERSUNGGUH_SUNGGUH INGIN MENULIS LAGI. ^_^
Dulu saat masa-masa SMA saya akan dengan mudahnya menemukan kata-kata yang cocok dan pas yang saya gunakan untuk mengeluarkan segala unek-unek yang ada di dalam kepala saya dan dengan mudahnya menulis hal-hal yang ingin saya tulis, sayangnya semenjak lulus SMA kesenangan menulis itu mengalai peng-kebirian yang dilakukan tanpa sengaja. hehe terdengar aneh memang, tapi kesibukan saat itu membuat saya mulai melupakan kebiasaan untuk menulis.
Selepa lulus SMA dunia menulis yang membuat saya bisa mengungkapkan apapun, mulai terlupakan dengan munculnya dunia cyber yang sejujurnya baru saya kenal selepas SMA, ketertarikan saya akan dunia Internet tanpa saya sadari membuat saya melupakan dunia menulis, saya lebih senang menghabiskan waktu berlama-lama di depan PC dengan bermain friendster (pada saat itu memang friendster lah yang menjadi primadona dunia web jejaring). kegilaan terhadap dunia maya semakin menjadi-jadi setelah saya mengenal chatting, hari-hari sayapun tersita untuk memperluas jaringan di dunia chatting, tak pelak lagi yahoo messenger, mig33, nimbuzz, ebuddy, morange v, talkonaut, dan jabber pernah menjadi saksi keadictict-kan saya terhadap dunia chatting.
Dan sekarang saya benar-benar ingin menulis lagi, menulis apa saja hal yang bisa saya tulis, entah itu sebuah cerpen, pantun, puisi, lagu, kata motivasi, atau apa sajalah yang bisa saya tulis, saya benar-benar merindukan saya yang dulu, saya merindukan saya yang dengan mudahnya curhat ke dalam sebuah buku yang saya paksakan bernama diary(hehe), saya sangat merindukan saya yang dengan mudahnya dalam beberapa jam saja membuat sebuah cerpen yang hingga saat ini cerpen itu masih di baca oleh adik-adik kelas saya, saya sangat merindukan saya yang dulu yang dengan mudahnya menemukan kata-kata motivasi yang tepat untuk menyeangati teman-teman saya yang patah hati, yang sedang bokek, yang sedang malas membuat PR, ahhh saya benar merindukan saya yang dulu.
Sejujurnya blog ini saya buat untuk menyimpan tugas-tugas d perkuliahan yang saya ikuti dengan tujuan agar mudah menghafalnya, tapi saya masih merasakan ke tidak puasan disini, sepertinya ada sesuatu hal penting yang masih mengganjal, saya harap saya bisa menemukan kembali si "something missing" yang satu itu. dan gara-gara membaca tulisan agnes davonar td sore seperti membangkitkan rasa yang hilang itu. biarlah semua ini saya mulai kembali dari awal, mungkin tulisan-tulisan saya masih akan terlihat sangat kekanak-kanakan sekali, tapi biarlah. saya hanya ingin menulis lagi! THATS IT!!!
MULAI SAAT INI SAYA KIKI ZAKIAH FAUZIAH BERSUNGGUH_SUNGGUH INGIN MENULIS LAGI. ^_^
Sabtu, 06 Maret 2010
QIYAS
QIYAS
I.PENDAHULUAN
Islam di tengah – tengah kemajuan segala bidang sebagai hasil dari cipta, rasa serta karya dari manusia sekarang ini di tuntut akan eksistensinya di dalam memenuhi perkembangan pengetahuan dan teknologi. Sejarah perkembangan hukum Islam telah mengajarkan kepada kita bahwa transformasi nilai sosial, kultural, ekonomi dan bahkan politik ikut mempengaruhi terjadinya perubahan hukum Islam. Hukum Islam bukanlah unifikasi yang baku yang sudah tidak bisa di interpretasikan, melainkan sebagai kekuatan normatif yang selalu menjadikan, menempatkan, memperlakukan atau mempertimbangkan kepentingan masyarakat sebagai substansi dari posisi fleksibilitasnya (flexible – position), selama demikian ini tidak berorientasi mengorbankan keluhuran hukum Islam. Oleh karena itu interpretasi terhadap perkembangan iptek serta problema umat dalam realitas sosial kemasyarakatan dalam perspektif hukum islam merupakan keperluan yang tidak dapat ditwar – tawar lagi.
Mengingat adanya problematika hukum berkembang terus, sedang ketentuan – ketentuan textual bersifat terbatas, maka konsekuensi logisnya ialah ijtihad tidak dapat dibendung lagi dalam rangka untuk menjawab permasalahan tersebut.
Formulasi umum yang dipakai oleh jumhur dalam beristinbath (cara – cara mengeluarkan hukum dari dalail) dalam menetapkan hukum biasanya beranjak dari : a) al-Qur'an , b). al-Sunah dan C). al-Ra’yu berdasarkan firman Allah swt.
Berkaitan erat dengan ra’yu ini jumhur ulama, Abu Hanifah (81 – 150 H. / 700 – 767 M), Malik Ibn Anas (94 – 179 H. / 714 – 812 M), Ahmad Ibn Hanbal (164 – 241 H) biasanya mengekspresikan dengan apa yang disebut qiyas ( al-qiyas atau lengkapnya, al-qiyas al-tamtsili, analogi reasoning), pemikiran analogis terhadap suatu kejadian yang tidak ada ketentuan teksnya kepada kejadian lain yang ada ketentuan teksnya lantaran antara keduanya ada persamaan illlat hukumnya, serta persoalan pertimbangan kemaslahatan atau kepentingan umum dalam usaha menangkap makna dan semangat berbagai ketentuan keagamaan yang dituangkan dalam konsep – konsep tentang istihsan (mencari kebaikan), istislah (mencari kemaslahatan) dalam hal ini kebaikan kemaslahatan umum (al-maslaha al-amah, al-maslahah al-mursalah).
Permasalahan qiyas dalam eksistensinya sebagai salah satu sumber hukum Islam dalam lapangan ilmu hukum menjadi salah satu sebab dari berbagai macam sebab lainnya yang menimbulkan silang pendapat atau perselisihan diantara para ulama. Madzhab Syi’ah Imamiyah dan madzhab Daud al-Dzahiri tidak mau mengakui qiyas apalagi menerima atau menggunakannya. Sedang di kalangan ulama – ulama lainnya seperti ulama jumhur dan madzhab Syi’ah zaidiyah menerimanya sebagai dalil hukum syari’at.
II.QIYAS
A.Definisinya
a. Menurut bahasa
Qiyas secara bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling dekat kepada maknanya secara istilah adalah :
1) Pengukuran. Contohnya : قِسْتُ الأرْضَ بِالْمِتْر (Saya mengukur tanah itu dengan satuy meter).
2) Penyamaan, baik yang secara indrawi, seperti : قِسْتُ النَّعْلَ بِالنَّعْلِ (Saya menyamakan sandal itu dengan sandal itu) atau secara maknawiyah, seperti : فُلانٌ لاَ يُقَاسُ بِفُلانٍ (orang itu tidak dapat disamkan dengan orang itu).
b. Menurut istilah
Pengertian qiyas secara terminologi terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ulama ushul fiqh, sekalipun redaksinya berbeda tetapi mengandunng pengertian yang sama.
Sadr al-Syari'ah (w. 747 H), tokoh ushul fiqh Hanafi menegmukakan bahwa qiyâs adalah :"Memberlakukan hukum asal kepada hukum furu' disebabkan kesatuan illat yang tidak dapat dicapai melalui pendekatan bahasa saja".
Maksudnya, 'illat yang ada pada satu nash sama dengan 'illat yang ada pada kasus yang sedang dihadapi seorang mujtahid, karena kesatuan 'illat ini, maka hukum kasus yang sedang dihadapi disamakan dengan hukum yang ditentukan oleh nash tersebut.
Imama Baidhowi dan mayoritas ulama Syafi'iyyah mendefinisikan qiyâs dengan : "Membawa (hukum) yang (belum) di ketahui kepada (hukum) yang diketahui dalam rangka menetapkan hukum bagi keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduanya, baik hukum maupun sifat.".
DR. Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan qiyâs dengan: "Menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya dalam nash dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya oleh nash, disebabkan kesatuan illat antara keduanya".
Biarpun terjadi perbedaan definisi terminologi antara ulama klasik dan kontemporer tentang qiyâs, namun mereka sepakat bahwa qiyâs adalah "al-Kasyf wa al-Idzhâr li al-Hukm" atau menyingkapkan dan menampakkan hukum, bukan menetapkan hukum ataupun menciptakan hukum. Karena pada dasarnya al-maqîs atau sesuatu yang dikiaskan, sudah mempunyai hukum yang tetap atau tsâbit, hanya saja terlambat penyingkapanya sampai mujtahid menemukannya dengan perantara adanya persamaan "illah. Atau dengan kata lain definisi yang paling jelas dan mudah untuk dipahami, yaitu : penyamaan suatu kejadian yang tidak disebutkan nash hukumnya dengan suatu kejadian yang disebutkan nash hukumnya pada hukum yang telah dinashkan itu karena adanya kesamaan antara dua buah kejadian itu pada illat hukumnya”.
B.Rukun Qiyas
Berdasarkan pengertian secara istilah, rukun qiyâs dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Al-ashlu
Para fuqaha mendefinisikan al-ashlu sebagai objek qiyâs, dimana suatu permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya (al-maqîs 'alaihi), dan musyabbah bih (tempat menyerupakan),[6] juga diartikan sebagai pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash.
Imam Al-Amidi dalam al-Mathbu'[7] mengatakan bahwa al-ashlu adalah sesuatu yang bercabang, yang bisa diketahui (hukumnya) sendiri.
Contoh, pengharaman ganja sebagai qiyâs dari minuman keras adalah dengan menempatkan minuman keras sebagai sesuatu yang telah jelas keharmannya, karena suatu bentuk dasar tidak boleh terlepas dan selalu dibutuhkan.[8] Dengan demiklian maka al-aslu adalah objek qiyâs, dimana suatu permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya.
b. Hukmu al-ashli
Atau hukum asli; adalah hukum syar'i yang ada dalam nash atau ijma', yang terdapat dalam al-ashlu..
c. Al-far'u
Adalah sesuatu yang dikiaskan (al-maqîs), karena tidak terdapat dalil nash atau ijma' yang menjelaskan hukumnya.
d. Al-'illah
Adalah sifat hukum yang terdapat dalam al-ashlu, dan merupakan benang merah penghubung antara al-ashlu dengan al-far'u, seperti "al-iskâr".[9]
C. Syarat Qiyâs
Dari empat rukun qiyâs yang sudah diterangkan di atas, dari masing-masing rukun terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi sebagai syarat khusus sah-nya qiyâs, di antaranya adalah:
1. Syarat al-Ashlu
Ulama ulhul fiqih sepakat bahwa syarat dari al-ashlu adalah suatu hal yang pokok, dan bukan merupakan cabang dari yang lain, atau bukan cabang dari pokok (hukum) yang lain.[11]
Menurut jumhur fuqaha, bahawa qiyâs harusalah dibangun diatas dalil nash ataupun ijma', hanya saja terjadi perbedaan pendapat di antara mereka tentang bolehnya qiyâs yang didasarkan atas ijma'. Sebagian ulama yang tidak setuju mengatakan bahwa qiyâs didasarkan dari 'illah yang menjadi dasar disyariatkannya hukum asli, dan hal ini tidak memungkinkan dalam ijma', karena ijma' tidak diharuskan disebutkan adanya wakil (al-far'u). Maka apabila tidak disebutkan al-far'u-nya, tidak mungkin untuk bisa diketahui 'illah qiyâs-nya.[12]
2) Syarat hukmul ashli
a) hukmul ashli harus merupakan hukum syara yang amaliyah
b) Jika hukum itu adalah dapat dimasukkan ke dalam logika, yaitu dengan syarat hukum itu dibangun di atas sebuah illat yang dapat diketahui oleh akal manusia, karena itu qiyas itu tidak boleh digunakan pada hukum-hukum yang bersifat ibadah murni (mahdlah) yang illatnya hanya diketahui oleh Allah saja, seperti jumlah rakata’at-raka’at shalat.
c) Hukum adal itu tidak hanya khusus baginya saja. Karena kekhususan itu menjadikannya tidak boleh diperluas kepada yang lainnya. Contohnya adalah pengkhususan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menikah dengan lebih dari empat wanita dan pengharaman menikahi para istrinya sepeninggalnya.
3) Syarat cabang
a) cabang itu tidak disebutkan nash hukumnya
b) illat hukum asal itu ada pada cabang itu.
c) cabang tidak lebih dulu dari ashal
4.) Syarat ’illat:
a. yaitu harus berupa suatu sifat yang tunduk pada satu kaidah, maksudnya adalah sifat itu jelas, tidak berbeda dari manusia yang satu kepada yang lainnya dan dari situasi dan kondisi yang satu kepada yang lainnya. Contohnya adalah pembunuhan sebagai illat seorang pembunuh tidak mendapatkan warisan.
b.Illat itu harus berupa sifat yang dapat diperluas, maksudnya adalah sifat itu tidak hanya khusus bagi asal saja. Karena dasar qiyas adalah kesamaan cabang dengan asal pada illat hukum. Contoh illat yang terbatas adalah safar sebagai illat kebolehan berbuka puasa bagi orang yang bepergian. Illat itu tidak dapat diperluas kepada pekerja pertambangan misalnya, walaupun dia harus menanggung kesulitan yang besar.
c.Illat itu harus berupa sifat-sifat yang tidak dinafikan oleh syari’at, yaitu bahwa kadang-kadang suatu sifat itu cocok bagi suatu hukum, tetapi sifat itu sebenarnya bertentangan dengan nash dan berlawanan dengan dalil syari’at. Maka sifat itu tidak dapat dianggap sebagai illat. Contohnya adalah penyamaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam pewarisan berdasarkan illatnya sebagai anak. Ini adalah salah. Karena syari’at menafikan sifat yang diusulkan ini berdasarkan firman Allah : يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ (Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan). (An Nisa’ : 11)
d. Illat itu harus berupa sifat yang sesuai (munasib) dengan hukum
D.Pembagian Illat
1.Berdasarkan pengi’tibarannya
a) Al Munasib Al Mu’atsir (Yang sesuai yang berpengaruh)
Yaitu suatu sifat yang ditunjukkan oleh syari’at seacra tegas sebagai illat
b) Al Munasib Al Mula’im (Yang sesuai yang cocok)
Yaitu sebuah sifat yang tidak disebutkan oleh dalil syari’at dengan tegas sebagai illat hukum. Tetapi ada dalil syari’at yang lain, baik berupa nash atau ijmak yang menunjukkanya sebagai illat, bukan sebagai hukum.
c) Al Munasib Al Mursal (Al Mashlahah Al Mursalah).
Yaitu sebuah sifat yang tidak ditunjukkan oleh nash yang khusus, baik yang menetapkannya atau yang meniadakannya. Tetapi pembentukan hukum atas sifat itu dapat mewujudkan adanya kemashlahatan yang ditunjukkan oleh syari’at yang umum secara global.
d)Al-munasib mulgha
Sesuatu yang sepintas lalu menimbulkan prasangka bahwa hal tersebut menimbulkan hikmah akan tetapi ada dalil syara yang menjelaskan bahwa munasib tersebut diakui syra dan dilarang syara.
2.Berdasarkan kemashlahatannya
a.)dharuriy
b.)hajiy
c.)kamaliyat atau tahsiniyat
E. Cara Mengetahui Illat
a. melalui jalur nash
1) Penunjukan yang jelas atas suatu illat
a) Penunjukan yang bersifat qath’i (tegas)
b) Penunjukkan yang dzanni (dugaan)
2) Penunjukkan yang bersifat pemberitahuan dan isyarat
b. melalui jalur ijmak
c. As Sabr wat Taqsim
F. Perbedaan AntaraHikmah Hukum dan Hikmah Illat
a. Hikmah hukum
1) Definisinya
Yaitu kemashlahatan yang berupa mengambil manfaat atau menghindarkan kemudlaratan yang hendak diwujudkan oleh syari’at dengan mensyari’atkan hukum itu. Itu adalah merupakan tujuan dari syari’at yang paling agung.
2) Ciri-cirinya
a) tidak bergantung kepada hukum, baik keberadaan atau ketidakadaanya. Hal itu adalah kerena hikmah itu kadang-kadang berupa sesutau yang samar yang sulit untuk diketahui dan tidak dijadikan sebagai dasar untuk membangun sebuah hukum.
b) Tidak terkontrol, dalam pengertian bahwa manusia berbeda-beda tentang keberadaan atau ketidak adaannya dan dalam kaidah-kaidahnya. Contohnya adalah seperti kebolehan berbuka puasa pada Bulan ramadlan. Hikmahnya adalah untuk menghilangkan kesulitan. Sedangkan kesulitan itu adalah sesuatu yang bersifat perkiraan yang tidak dapat dijelaskan kaidahnya. Karena itulah hukum itu tidak bergantung kepadanya. Tetapi bergantung kepada seautu yang jelas, yaitu bepergian (safar) atau sakit, karena jelasnya nash tentangnya.
3) Dalilnya
Firman Allah : وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa). (Al baqqoroh : 179)
b. Illat hukum
1) Definisinya
Yaitu suatu sifat yang jelas yang berada dibawah suatu kaidah yang merupakan dasar dibangunnya suatu hukum dan ada atau tidaknya hukum itu tergantung kepadanya.
2) Ciri-cirinya
a) illat itu berkaitan dengan hukum, baik ada atau tidak adanya hukum itu. Karena keterkaitan hukum dengan hikmah itu mengandung dugaan untuk mewujudkan hikmah dari hukum itu.
b) Mengaitkan antara illat dengan hukum itu mengakibatkan kepada konsistennya taklif, menjaga hukum-hukum syari’at dan perinta-perintah syari’at yang umum.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad#Qiy.C3.A2s
http://nurulwatoni.tripod.com/Qiyas_Ibnu_Hazm.htm
http://www.wattpad.com/147913-qiyas-dalam-islam
http://forum.nu.or.id/viewtopic.php?f=4&t=1786
http://imamuna.wordpress.com/2009/03/18/pelajaran-keenam-%E2%80%93-ushul-fiqih/
http://imamuna.wordpress.com/2009/03/18/pelajaran-ketujuh-%E2%80%93-ushul-fiqih/
I.PENDAHULUAN
Islam di tengah – tengah kemajuan segala bidang sebagai hasil dari cipta, rasa serta karya dari manusia sekarang ini di tuntut akan eksistensinya di dalam memenuhi perkembangan pengetahuan dan teknologi. Sejarah perkembangan hukum Islam telah mengajarkan kepada kita bahwa transformasi nilai sosial, kultural, ekonomi dan bahkan politik ikut mempengaruhi terjadinya perubahan hukum Islam. Hukum Islam bukanlah unifikasi yang baku yang sudah tidak bisa di interpretasikan, melainkan sebagai kekuatan normatif yang selalu menjadikan, menempatkan, memperlakukan atau mempertimbangkan kepentingan masyarakat sebagai substansi dari posisi fleksibilitasnya (flexible – position), selama demikian ini tidak berorientasi mengorbankan keluhuran hukum Islam. Oleh karena itu interpretasi terhadap perkembangan iptek serta problema umat dalam realitas sosial kemasyarakatan dalam perspektif hukum islam merupakan keperluan yang tidak dapat ditwar – tawar lagi.
Mengingat adanya problematika hukum berkembang terus, sedang ketentuan – ketentuan textual bersifat terbatas, maka konsekuensi logisnya ialah ijtihad tidak dapat dibendung lagi dalam rangka untuk menjawab permasalahan tersebut.
Formulasi umum yang dipakai oleh jumhur dalam beristinbath (cara – cara mengeluarkan hukum dari dalail) dalam menetapkan hukum biasanya beranjak dari : a) al-Qur'an , b). al-Sunah dan C). al-Ra’yu berdasarkan firman Allah swt.
Berkaitan erat dengan ra’yu ini jumhur ulama, Abu Hanifah (81 – 150 H. / 700 – 767 M), Malik Ibn Anas (94 – 179 H. / 714 – 812 M), Ahmad Ibn Hanbal (164 – 241 H) biasanya mengekspresikan dengan apa yang disebut qiyas ( al-qiyas atau lengkapnya, al-qiyas al-tamtsili, analogi reasoning), pemikiran analogis terhadap suatu kejadian yang tidak ada ketentuan teksnya kepada kejadian lain yang ada ketentuan teksnya lantaran antara keduanya ada persamaan illlat hukumnya, serta persoalan pertimbangan kemaslahatan atau kepentingan umum dalam usaha menangkap makna dan semangat berbagai ketentuan keagamaan yang dituangkan dalam konsep – konsep tentang istihsan (mencari kebaikan), istislah (mencari kemaslahatan) dalam hal ini kebaikan kemaslahatan umum (al-maslaha al-amah, al-maslahah al-mursalah).
Permasalahan qiyas dalam eksistensinya sebagai salah satu sumber hukum Islam dalam lapangan ilmu hukum menjadi salah satu sebab dari berbagai macam sebab lainnya yang menimbulkan silang pendapat atau perselisihan diantara para ulama. Madzhab Syi’ah Imamiyah dan madzhab Daud al-Dzahiri tidak mau mengakui qiyas apalagi menerima atau menggunakannya. Sedang di kalangan ulama – ulama lainnya seperti ulama jumhur dan madzhab Syi’ah zaidiyah menerimanya sebagai dalil hukum syari’at.
II.QIYAS
A.Definisinya
a. Menurut bahasa
Qiyas secara bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling dekat kepada maknanya secara istilah adalah :
1) Pengukuran. Contohnya : قِسْتُ الأرْضَ بِالْمِتْر (Saya mengukur tanah itu dengan satuy meter).
2) Penyamaan, baik yang secara indrawi, seperti : قِسْتُ النَّعْلَ بِالنَّعْلِ (Saya menyamakan sandal itu dengan sandal itu) atau secara maknawiyah, seperti : فُلانٌ لاَ يُقَاسُ بِفُلانٍ (orang itu tidak dapat disamkan dengan orang itu).
b. Menurut istilah
Pengertian qiyas secara terminologi terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ulama ushul fiqh, sekalipun redaksinya berbeda tetapi mengandunng pengertian yang sama.
Sadr al-Syari'ah (w. 747 H), tokoh ushul fiqh Hanafi menegmukakan bahwa qiyâs adalah :"Memberlakukan hukum asal kepada hukum furu' disebabkan kesatuan illat yang tidak dapat dicapai melalui pendekatan bahasa saja".
Maksudnya, 'illat yang ada pada satu nash sama dengan 'illat yang ada pada kasus yang sedang dihadapi seorang mujtahid, karena kesatuan 'illat ini, maka hukum kasus yang sedang dihadapi disamakan dengan hukum yang ditentukan oleh nash tersebut.
Imama Baidhowi dan mayoritas ulama Syafi'iyyah mendefinisikan qiyâs dengan : "Membawa (hukum) yang (belum) di ketahui kepada (hukum) yang diketahui dalam rangka menetapkan hukum bagi keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduanya, baik hukum maupun sifat.".
DR. Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan qiyâs dengan: "Menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya dalam nash dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya oleh nash, disebabkan kesatuan illat antara keduanya".
Biarpun terjadi perbedaan definisi terminologi antara ulama klasik dan kontemporer tentang qiyâs, namun mereka sepakat bahwa qiyâs adalah "al-Kasyf wa al-Idzhâr li al-Hukm" atau menyingkapkan dan menampakkan hukum, bukan menetapkan hukum ataupun menciptakan hukum. Karena pada dasarnya al-maqîs atau sesuatu yang dikiaskan, sudah mempunyai hukum yang tetap atau tsâbit, hanya saja terlambat penyingkapanya sampai mujtahid menemukannya dengan perantara adanya persamaan "illah. Atau dengan kata lain definisi yang paling jelas dan mudah untuk dipahami, yaitu : penyamaan suatu kejadian yang tidak disebutkan nash hukumnya dengan suatu kejadian yang disebutkan nash hukumnya pada hukum yang telah dinashkan itu karena adanya kesamaan antara dua buah kejadian itu pada illat hukumnya”.
B.Rukun Qiyas
Berdasarkan pengertian secara istilah, rukun qiyâs dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Al-ashlu
Para fuqaha mendefinisikan al-ashlu sebagai objek qiyâs, dimana suatu permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya (al-maqîs 'alaihi), dan musyabbah bih (tempat menyerupakan),[6] juga diartikan sebagai pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash.
Imam Al-Amidi dalam al-Mathbu'[7] mengatakan bahwa al-ashlu adalah sesuatu yang bercabang, yang bisa diketahui (hukumnya) sendiri.
Contoh, pengharaman ganja sebagai qiyâs dari minuman keras adalah dengan menempatkan minuman keras sebagai sesuatu yang telah jelas keharmannya, karena suatu bentuk dasar tidak boleh terlepas dan selalu dibutuhkan.[8] Dengan demiklian maka al-aslu adalah objek qiyâs, dimana suatu permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya.
b. Hukmu al-ashli
Atau hukum asli; adalah hukum syar'i yang ada dalam nash atau ijma', yang terdapat dalam al-ashlu..
c. Al-far'u
Adalah sesuatu yang dikiaskan (al-maqîs), karena tidak terdapat dalil nash atau ijma' yang menjelaskan hukumnya.
d. Al-'illah
Adalah sifat hukum yang terdapat dalam al-ashlu, dan merupakan benang merah penghubung antara al-ashlu dengan al-far'u, seperti "al-iskâr".[9]
C. Syarat Qiyâs
Dari empat rukun qiyâs yang sudah diterangkan di atas, dari masing-masing rukun terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi sebagai syarat khusus sah-nya qiyâs, di antaranya adalah:
1. Syarat al-Ashlu
Ulama ulhul fiqih sepakat bahwa syarat dari al-ashlu adalah suatu hal yang pokok, dan bukan merupakan cabang dari yang lain, atau bukan cabang dari pokok (hukum) yang lain.[11]
Menurut jumhur fuqaha, bahawa qiyâs harusalah dibangun diatas dalil nash ataupun ijma', hanya saja terjadi perbedaan pendapat di antara mereka tentang bolehnya qiyâs yang didasarkan atas ijma'. Sebagian ulama yang tidak setuju mengatakan bahwa qiyâs didasarkan dari 'illah yang menjadi dasar disyariatkannya hukum asli, dan hal ini tidak memungkinkan dalam ijma', karena ijma' tidak diharuskan disebutkan adanya wakil (al-far'u). Maka apabila tidak disebutkan al-far'u-nya, tidak mungkin untuk bisa diketahui 'illah qiyâs-nya.[12]
2) Syarat hukmul ashli
a) hukmul ashli harus merupakan hukum syara yang amaliyah
b) Jika hukum itu adalah dapat dimasukkan ke dalam logika, yaitu dengan syarat hukum itu dibangun di atas sebuah illat yang dapat diketahui oleh akal manusia, karena itu qiyas itu tidak boleh digunakan pada hukum-hukum yang bersifat ibadah murni (mahdlah) yang illatnya hanya diketahui oleh Allah saja, seperti jumlah rakata’at-raka’at shalat.
c) Hukum adal itu tidak hanya khusus baginya saja. Karena kekhususan itu menjadikannya tidak boleh diperluas kepada yang lainnya. Contohnya adalah pengkhususan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menikah dengan lebih dari empat wanita dan pengharaman menikahi para istrinya sepeninggalnya.
3) Syarat cabang
a) cabang itu tidak disebutkan nash hukumnya
b) illat hukum asal itu ada pada cabang itu.
c) cabang tidak lebih dulu dari ashal
4.) Syarat ’illat:
a. yaitu harus berupa suatu sifat yang tunduk pada satu kaidah, maksudnya adalah sifat itu jelas, tidak berbeda dari manusia yang satu kepada yang lainnya dan dari situasi dan kondisi yang satu kepada yang lainnya. Contohnya adalah pembunuhan sebagai illat seorang pembunuh tidak mendapatkan warisan.
b.Illat itu harus berupa sifat yang dapat diperluas, maksudnya adalah sifat itu tidak hanya khusus bagi asal saja. Karena dasar qiyas adalah kesamaan cabang dengan asal pada illat hukum. Contoh illat yang terbatas adalah safar sebagai illat kebolehan berbuka puasa bagi orang yang bepergian. Illat itu tidak dapat diperluas kepada pekerja pertambangan misalnya, walaupun dia harus menanggung kesulitan yang besar.
c.Illat itu harus berupa sifat-sifat yang tidak dinafikan oleh syari’at, yaitu bahwa kadang-kadang suatu sifat itu cocok bagi suatu hukum, tetapi sifat itu sebenarnya bertentangan dengan nash dan berlawanan dengan dalil syari’at. Maka sifat itu tidak dapat dianggap sebagai illat. Contohnya adalah penyamaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam pewarisan berdasarkan illatnya sebagai anak. Ini adalah salah. Karena syari’at menafikan sifat yang diusulkan ini berdasarkan firman Allah : يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ (Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan). (An Nisa’ : 11)
d. Illat itu harus berupa sifat yang sesuai (munasib) dengan hukum
D.Pembagian Illat
1.Berdasarkan pengi’tibarannya
a) Al Munasib Al Mu’atsir (Yang sesuai yang berpengaruh)
Yaitu suatu sifat yang ditunjukkan oleh syari’at seacra tegas sebagai illat
b) Al Munasib Al Mula’im (Yang sesuai yang cocok)
Yaitu sebuah sifat yang tidak disebutkan oleh dalil syari’at dengan tegas sebagai illat hukum. Tetapi ada dalil syari’at yang lain, baik berupa nash atau ijmak yang menunjukkanya sebagai illat, bukan sebagai hukum.
c) Al Munasib Al Mursal (Al Mashlahah Al Mursalah).
Yaitu sebuah sifat yang tidak ditunjukkan oleh nash yang khusus, baik yang menetapkannya atau yang meniadakannya. Tetapi pembentukan hukum atas sifat itu dapat mewujudkan adanya kemashlahatan yang ditunjukkan oleh syari’at yang umum secara global.
d)Al-munasib mulgha
Sesuatu yang sepintas lalu menimbulkan prasangka bahwa hal tersebut menimbulkan hikmah akan tetapi ada dalil syara yang menjelaskan bahwa munasib tersebut diakui syra dan dilarang syara.
2.Berdasarkan kemashlahatannya
a.)dharuriy
b.)hajiy
c.)kamaliyat atau tahsiniyat
E. Cara Mengetahui Illat
a. melalui jalur nash
1) Penunjukan yang jelas atas suatu illat
a) Penunjukan yang bersifat qath’i (tegas)
b) Penunjukkan yang dzanni (dugaan)
2) Penunjukkan yang bersifat pemberitahuan dan isyarat
b. melalui jalur ijmak
c. As Sabr wat Taqsim
F. Perbedaan AntaraHikmah Hukum dan Hikmah Illat
a. Hikmah hukum
1) Definisinya
Yaitu kemashlahatan yang berupa mengambil manfaat atau menghindarkan kemudlaratan yang hendak diwujudkan oleh syari’at dengan mensyari’atkan hukum itu. Itu adalah merupakan tujuan dari syari’at yang paling agung.
2) Ciri-cirinya
a) tidak bergantung kepada hukum, baik keberadaan atau ketidakadaanya. Hal itu adalah kerena hikmah itu kadang-kadang berupa sesutau yang samar yang sulit untuk diketahui dan tidak dijadikan sebagai dasar untuk membangun sebuah hukum.
b) Tidak terkontrol, dalam pengertian bahwa manusia berbeda-beda tentang keberadaan atau ketidak adaannya dan dalam kaidah-kaidahnya. Contohnya adalah seperti kebolehan berbuka puasa pada Bulan ramadlan. Hikmahnya adalah untuk menghilangkan kesulitan. Sedangkan kesulitan itu adalah sesuatu yang bersifat perkiraan yang tidak dapat dijelaskan kaidahnya. Karena itulah hukum itu tidak bergantung kepadanya. Tetapi bergantung kepada seautu yang jelas, yaitu bepergian (safar) atau sakit, karena jelasnya nash tentangnya.
3) Dalilnya
Firman Allah : وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa). (Al baqqoroh : 179)
b. Illat hukum
1) Definisinya
Yaitu suatu sifat yang jelas yang berada dibawah suatu kaidah yang merupakan dasar dibangunnya suatu hukum dan ada atau tidaknya hukum itu tergantung kepadanya.
2) Ciri-cirinya
a) illat itu berkaitan dengan hukum, baik ada atau tidak adanya hukum itu. Karena keterkaitan hukum dengan hikmah itu mengandung dugaan untuk mewujudkan hikmah dari hukum itu.
b) Mengaitkan antara illat dengan hukum itu mengakibatkan kepada konsistennya taklif, menjaga hukum-hukum syari’at dan perinta-perintah syari’at yang umum.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad#Qiy.C3.A2s
http://nurulwatoni.tripod.com/Qiyas_Ibnu_Hazm.htm
http://www.wattpad.com/147913-qiyas-dalam-islam
http://forum.nu.or.id/viewtopic.php?f=4&t=1786
http://imamuna.wordpress.com/2009/03/18/pelajaran-keenam-%E2%80%93-ushul-fiqih/
http://imamuna.wordpress.com/2009/03/18/pelajaran-ketujuh-%E2%80%93-ushul-fiqih/
Rabu, 17 Februari 2010
keharaman khamr
1. Pendahuluan
Ilmu ushul fiqh memiliki kedudukan yang sangat penting dalam memahami kandungan Al-quran dan hadits. Orang yang ingin memahami dalil-dalil syariáh (Al-quran & Sunnah) dan menetapkan hukum suatu kasus, mestilah mengetahui secara baik qaidah-qaidah ushul fiqh. Imam Asy-Syatibi (w.790 H), mengatakan, mempelajari ilmu ushul fiqh merupakan sesuatu yang dharuri (sangat penting dan mutlak diperlukan), karena melalui ilmu inilah dapat diketahui kandungan dan maksud setiap dalil syara’ (Al-quran dan hadits) sekaligus bagaimana menerapkannya. Gambar di bawah ini menjelaskan posisi ushul fiqh dalam kerangka hukum Islam (Islamic Legal Framework).
Dengan demikian, ushul fiqih merupakan metodologi perumusan hukum Islam (istimbath) dari sumbernya. Hasil istimbath tersebut menghasilkan hukum Islam (fiqih), yang kemudian fiqh tersebut dipergunakan oleh umat Islam sebagai norma dan aturan dalam kehidupan sehari-hari
Menurut Abd.Wahhab Khallaf, Pengertian Ushul Fiqh ialah Ilmu pengetahuan tentang kaedah-kaedah dan metode penggalian hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliyah) dari dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan kaedah-kaedah atau metode penelitian hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliyah) dari dalil-dalil yang terperinci.
2. KEHARAMAN KHAMR
Salah satu prinsip dan pembinaan hukum Islam ialah Tadrij yakni berangsur-angsur dan memiliki legitmasi dalam Islam. Salah satu contoh dari ayat yang diturunkan oleh Allah SWT serta mengandung unsur penetapan hukum secara tadrij ialah ayat-ayat yang turun guna menetapkan hukum keharaman khamar., Dalam konteks penganut pemikiran ini menetapkan bahwa tidak mengapa kita tidak langsung menerapkan hukum Allah secara total. Dalam ucapan lain disebutkan juga bahwa tidak mengapa atas ummat ini tidak langsung diterapkan hukum Allah.
Dalam aplikasi lain kemudian berkembang sikap bahwa dalam pentahapan itu dibolehkan pula ridha dan terlibat langsung dengan system yang tidak Islami yang berlangsung. Semua ungkapan ini berasal dari keyakinan bahwa tidak mungkin manusia langsung menerima hukum Allah secara langsung. Dan salah satu legitimasi yang sering digunakan adalah bahwa ketika Allah mengharamkan khmar, Allah tidak langsung mengharamkan.
Proses turunnya ayat Al Quran terkadang terjadi karena ada suatu kejadian yang membutuhkan hukum sehingga Allah menurunkan suatu ayat Al Quran. Adapun sebuah kejadian yang menyebabkan turunnya ayat Al Quran kita kenal dengan istilah Asbaab an Nuzul (اسباب النزول ). Adapun asbab an Nuzul ayat mengenai keharaman khamar ialah sebagai berikut :
1. Tahap Pertama: Khamar Tidak haram
وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 67)
2. Tahap Kedua: Khamar Tidak Haram
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.... (QS. Al-Baqarah: 219)
3. Tahap Ketiga: Khamar Tidak Haram Hanya Dilarang Minum Waktu Shalat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan? (QS. An-Nisa: 43)
4. Tahap Keempat: Khamar Haram Total
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنْصَابُ وَالأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan kejitermasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu. (QS. Al-Maidah: 90)
Dari keempat ayat di atas, tiga yang pertama sudah dihapus hukumnya dan sekarang ini tidak berlaku lagi. Yang berlaku hanya ayat yang terakhir yaitu bahwa khamar itu hukumnya haram secara mutlak. Atau dengan kata lain dari empat ayat yang bicara tentang hukum khamar, hanya satu ayat yang masih berlaku. Sedangkan tiga ayat lainnya, semuanya sudah tidak lagi berlaku. Meski lafadznya masih ada. Tapi hukumnya sudah dihapus alias dinasakh.
http://admmuslimmenjawab.multiply.com/journal/item/23/Adakah_Ayat_yang_Mengalami_Penghapusan
http://indo.hadhramaut.info/app_Files/usul%20fiqh.pdf
Ilmu ushul fiqh memiliki kedudukan yang sangat penting dalam memahami kandungan Al-quran dan hadits. Orang yang ingin memahami dalil-dalil syariáh (Al-quran & Sunnah) dan menetapkan hukum suatu kasus, mestilah mengetahui secara baik qaidah-qaidah ushul fiqh. Imam Asy-Syatibi (w.790 H), mengatakan, mempelajari ilmu ushul fiqh merupakan sesuatu yang dharuri (sangat penting dan mutlak diperlukan), karena melalui ilmu inilah dapat diketahui kandungan dan maksud setiap dalil syara’ (Al-quran dan hadits) sekaligus bagaimana menerapkannya. Gambar di bawah ini menjelaskan posisi ushul fiqh dalam kerangka hukum Islam (Islamic Legal Framework).
Dengan demikian, ushul fiqih merupakan metodologi perumusan hukum Islam (istimbath) dari sumbernya. Hasil istimbath tersebut menghasilkan hukum Islam (fiqih), yang kemudian fiqh tersebut dipergunakan oleh umat Islam sebagai norma dan aturan dalam kehidupan sehari-hari
Menurut Abd.Wahhab Khallaf, Pengertian Ushul Fiqh ialah Ilmu pengetahuan tentang kaedah-kaedah dan metode penggalian hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliyah) dari dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan kaedah-kaedah atau metode penelitian hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliyah) dari dalil-dalil yang terperinci.
2. KEHARAMAN KHAMR
Salah satu prinsip dan pembinaan hukum Islam ialah Tadrij yakni berangsur-angsur dan memiliki legitmasi dalam Islam. Salah satu contoh dari ayat yang diturunkan oleh Allah SWT serta mengandung unsur penetapan hukum secara tadrij ialah ayat-ayat yang turun guna menetapkan hukum keharaman khamar., Dalam konteks penganut pemikiran ini menetapkan bahwa tidak mengapa kita tidak langsung menerapkan hukum Allah secara total. Dalam ucapan lain disebutkan juga bahwa tidak mengapa atas ummat ini tidak langsung diterapkan hukum Allah.
Dalam aplikasi lain kemudian berkembang sikap bahwa dalam pentahapan itu dibolehkan pula ridha dan terlibat langsung dengan system yang tidak Islami yang berlangsung. Semua ungkapan ini berasal dari keyakinan bahwa tidak mungkin manusia langsung menerima hukum Allah secara langsung. Dan salah satu legitimasi yang sering digunakan adalah bahwa ketika Allah mengharamkan khmar, Allah tidak langsung mengharamkan.
Proses turunnya ayat Al Quran terkadang terjadi karena ada suatu kejadian yang membutuhkan hukum sehingga Allah menurunkan suatu ayat Al Quran. Adapun sebuah kejadian yang menyebabkan turunnya ayat Al Quran kita kenal dengan istilah Asbaab an Nuzul (اسباب النزول ). Adapun asbab an Nuzul ayat mengenai keharaman khamar ialah sebagai berikut :
1. Tahap Pertama: Khamar Tidak haram
وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 67)
2. Tahap Kedua: Khamar Tidak Haram
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.... (QS. Al-Baqarah: 219)
3. Tahap Ketiga: Khamar Tidak Haram Hanya Dilarang Minum Waktu Shalat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan? (QS. An-Nisa: 43)
4. Tahap Keempat: Khamar Haram Total
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنْصَابُ وَالأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan kejitermasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu. (QS. Al-Maidah: 90)
Dari keempat ayat di atas, tiga yang pertama sudah dihapus hukumnya dan sekarang ini tidak berlaku lagi. Yang berlaku hanya ayat yang terakhir yaitu bahwa khamar itu hukumnya haram secara mutlak. Atau dengan kata lain dari empat ayat yang bicara tentang hukum khamar, hanya satu ayat yang masih berlaku. Sedangkan tiga ayat lainnya, semuanya sudah tidak lagi berlaku. Meski lafadznya masih ada. Tapi hukumnya sudah dihapus alias dinasakh.
http://admmuslimmenjawab.multiply.com/journal/item/23/Adakah_Ayat_yang_Mengalami_Penghapusan
http://indo.hadhramaut.info/app_Files/usul%20fiqh.pdf
Rabu, 20 Januari 2010
SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
A. PENDAHULUAN
Sangat penting mempelajari sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Karena Dengan memepelajari sejarah dimasa lampau maka dapat mengambil pelajaran untuk dimasa yang akan datang dibuat perencanaan atau konsep yang lebih baik khususnya untuk da’wah di tanah air kita Indonesia.
B. AWAL PERKEMBANGAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
Pada babak ini proses da’wah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh yang meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung dengan damai karena bersifat kultural dan membangun kekuatan secara struktural. Hal ini dikarenakan awal masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim terbesar didunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.
C. PERKEMBANGAN POLTIK ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
Politik islam dinegara Indonesia mulai berkembang saat muncul partai Serikat Islam, dan Serikat Islam merupakan partai politik pertama. Serikat Islam saat pendiriannya didukung rakyat faktor pertama karena kepemimpinan HOS Cokroaminoto. Kedua sebelum SI ada, sudah berdiri Serikat Dagang Islam yang merupakan serikat para pedagang batik muslim tokoh pendirinya yaitu H. Samanhudi. Organisasi ini sangat penting perannya bagi para pedagang muslim khususnya batik yang pada akhirnya melebur menjadi SI. Selain Serikat Islam ada pula partai Masyumi dimana dahulu NU dan Muhammadiyah pernah bersatu dalam partai politik Masyumi yang merupakan kekuatan umat Islam yang hilang, para tokoh pentingnya yaitu K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Ashari, lalu apakah yang latar belakang yang menyebabkan Nadhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bertentangan sedangkan dahulu mereka bergabung dalam Masyumi? Sebenarnya NU dan Muhammadiyah awalnya sama saja tetapi kemudian para pendirinya melakukan ijtihad yang berbeda dan mereka memahaminya, akan tetapi kemudian ditingkat umat terjadi perdebatan-perdebatan yang sifatnya fiqhiah yang furu’ (cabang) karena pemahaman umat belum syamil (sempurna). Dimasa penjajahan organisasi-organisasi tersebut wadah ekspresi politik umat Islam dan kenyataannya membina masyarakat ketika itu dalam bidang pendidikan khususnya. Perkembangan Islam di bidang politik mulai menunjukan kemajuan yang pesat mulai tahun 1999 dengan banyak berdirinya partai-partai yang menjadikan islam sebagai asasnya, namun polemik politik yang pernah terjadi ketika dekade Pemilu 2004 misalnya, salah satu dari elemen Komisi Fatwa MUI Pusat melontarkan pernyataan “haram” memilih salah satu calon kandidat presiden. Fatwa haram juga pernah ditujukan kepada presiden perempuan dengan dalih tidak adak ada pemimpin perempuan di dalam Islam (ar-rijal qawamun ala an-nisa)
D. GLOBALISASI DAN TANTANGAN UMAT ISLAM
Ada yang paradoks dengan perkembangan umat Islam dewasa ini. Di tengah tantangan globalisasi yang memengaruhi segala aspek kehidupan manusia, umat Islam cenderung terjebak dengan persoalan internalnya sendiri. Konflik yang bersumber dari persoalan furuiyah yang tidak mendasar masih terus dipelihara, korupsi, kemiskinan, keterbelakangan dan bahkan kelaparan belum ‘menjauh’ dari tubuh umat Islam.
Padahal, dunia terus bergerak maju. Globalisasi memungkinkan semua komponen masyarakat dunia menatap masa depan. Negara-negara maju terus melaju, sedangkan negara-negara berkembang lainnya terus bergerak menjadi negara industri baru. Mereka berlomba dan berpacu mewujudkan kemajuan untuk kejayaan bangsa dan kesejahteraan rakyatnya.
Namun bagaimana dengan konteks globalisasi? Apakah manusia masih dapat berpangku tangan pada kemurahan alam? Secara teoretis, alam punya keterbatasan. Abad global adalah zaman inovasi dan kreativitas, tidak hanya di bidang rekayasa teknologi tetapi juga rekayasa sosial. Rekayasa teknologi dan rekayasa sosial berjalan seiring untuk menciptakan nilai tambah atas suatu hasil alam dan kreasi manusia demi mewujudkan tujuan-tujuan kehidupan manusia yang lebih baik.
Umat Islam dengan populasi seperlima penduduk dunia apalagi Indonesia yang merupakan Negara dengan mayoritas berpenduduk beragama Islam sudah seharusnya menyadari betul fenomena zaman ini. Dulu sudah ada globalisasi, ditandai perdagangan antar kerajaan kuno, tribalisme, peperangan dan migrasi, tetapi globalisasi di zaman kita jauh berbeda. Globalisasi kali ini tidak ada persedennya dalam sejarah. Kedepan ia akan terus mengalami proses dialektika yang sistemik. Konflik dan ketegangan akan terus mewarnai proses sejarah manusia, tetapi resolusi akan terus diupayakan.
E. MASALAH UMAT ISLAM
Internal umat Islam khususnya di Indonesia saat ini masih dililit sejumlah permasalahan krusial yang bisa menggiring umat menjadi pecundang sejati di era global. Di antaranya masalah kemiskinan. Dimana masyarakat yang memeluk Agama Islam di Negara Indonesia umumnya masih dibelit kemiskinan yang bersifat struktural dan kultural sekaligus.
Umat Islam juga masih dibelit korupsi. Di antara problem krusial yang menyebabkan keterbelakangan umat Islam adalah korupsi. Korupsi memang gejala mondial, seiring dengan perkembangan kapitalisme yang merusak, tetapi korupsi di negara-negara Muslim betul-betul telah bersifat destruktif. Ironisnya, terjadi pula resistensi atas gerakan antikorupsi.
Problem lainnya berkaitan dengan sektor pendidikan dan kesehatan yang masih parah. Secara umum negara-negara Muslim tergolong sedang berkembang. Secara geografis, umumnya di Indonesia. Tingkat pendidikan masih memprihatinkan. Masih banyak yang buta huruf, dan masih banyak anak-anak yang putus sekolah. Angka partisipasi di dalam pendidikan masih rendah. Sulit bagi mereka bicara tantangan global, ketika sebagian besar mereka masih sibuk dengan urusan perut.
Di bidang kesehatan, negara-negara Muslim juga masih dibelit berbagai macam penyakit menular. Sementara pemerintahnya yang memiliki anggaran terbatas tidak berdaya. Apalagi sebagiannya hilang di meja-meja birokrasi. Jadi penyebab lainnya, ketidakmampuan menangani atau mengelola sektor kesehatan. Manajemen korup menyebabkan anggaran yang dialokasikan bagi peningkatan kesejahteraan warga menjadi hilang begitu saja.
Konflik yang berkepanjangan di negara-negara Muslim juga problem tersendiri. Secara umum, ini merupakan global paradox, sebagaimana dikatakan John Naisbit dan Patricia Aburden (1990), namun intensitas konflik di negara-negara Muslim sangat tidak masuk akal. Sering konflik itu terjadi antara umat Islam sendiri. Kondisi paling memperihatinkan tentu gejala terorisme, Kita paham betul bahwa saat ini penganut Islam di dunia sedang berada pada titik dimana secara keseluruhan mendapatkan stigma negatif bahwa Islam adalah agama teroris. Salah satu penyebab dari hal ini dapat kita sebut adalah sikap fanatik ekstrem yang sesungguhnya sangat bertentangan dengan Islam yang memiliki ciri sebagai agama yang moderat (ummatan wa shatan).
Tidak ada metode lain bagi umat Islam kecuali melakukan terobosan untuk keluar dari pelbagai permasalahan internalnya. Ini mengingat tantangan globalisasi bisa memunculkan dua kemungkinan tadi: menjadi pemenang atau pecundang. Konflik internal yang memelahkan harus dihentikan. Korupsi mesti diberantas karena inilah penyakit utama yang mengganjal kemajuan bangsa Islam selama ini.
Sektor pendidikan dan kesehatan jelas menjadi andalan pokok untuk bersaing di abad ke-21. Pendidikan harus digenjot habis-habisan oleh suatu kepemimpinan yang kuat, karena dalam perkembangan setiap peradaban kegiatan pendidikan mempunyai peran yang amat penting. Lebih-lebih dalam globalisasi peran pendidikan sangat menentukan bagi umat manusia. Bangsa yang tidak menjalankan pendidikan yang memadai akan tertinggal dalam proses globalisasi yang penuh persaingan antara bangsa satu dengan yang lain. Oleh sebab itu arah dan perkembangan Islam di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang dilakukan umat Islam itu sendiri. Pendidikan mempunyai peran besar sekali untuk menimbulkan perubahan pada diri umat Islam. Melalui pendidikan dapat dibentuk kondisi mental yang lebih kondusif untuk mengembangkan kebangkitan moral-spiritual yang dikehendaki.
Kunci utama untuk memperoleh pendidikan dasar yang bermutu adalah Guru yang bermutu. Meskipun juga fasilitas pendidikan penting artinya, namun manfaat sebenarnya dari kehadiran fasilitas ditentukan oleh Guru yang bermutu. Oleh sebab itu harus selalu kita perhatikan segala segi yang berhubungan dengan pencapaian kondisi itu. Untuk itu harus ada sistem pendidikan Guru yang tepat dan baik, khususnya untuk Guru yang berfungsi sebagai Guru kelas atau Guru yang mengajarkan semua mata pelajaran. Kedua, harus ada sistem penggajian Guru yang memungkinkan seorang Guru berkonsentrasi kepada pekerjaannya di satu sekolah tertentu. Ketiga, harus diciptakan status sosial Guru yang menjadikan professi Guru terpandang dan menarik dalam masyarakat. Ketiga hal ini pada waktu sekarang belum terpenuhi di Indonesia. Oleh sebab itu boleh dikatakan bahwa pendidikan dasar di Indonesia masih amat lemah. Mungkin ada Sekolah Dasar yang baik mutunya, tetapi jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah anak didik yang semuanya harus menjalani pendidikan dasar guna kehidupan lebih lanjut. Apalagi jumlah TK masih sangat terbatas sehingga baru terjangkau oleh jumlah anak yang terbatas. Pada tingkat pendidikan dasar peran Guru sangat menonjol dibandingkan dengan fasilitas pendidikan, meskipun tidak berarti pendidikan dasar tidak memerlukan fasilitas pendidikan yang baik.
Di pendidikan menengah peran Guru maupun fasilitas pendidikan sama pentingnya. Tentu Guru di pendidikan menengah juga harus dijaga mutunya. Setiap Guru harus menguasai sekurang-kurangnya satu mata pelajaran dengan baik. Maka dari itu tetap berlaku tiga syarat bagi mutu Guru, yaitu pendidikannya, sistem penggajiannya dan status sosialnya. Di Indonesia ada SMP, SMU dan SMK yang baik, tetapi juga dalam hal ini jumlah SMP, SMU dan SMK yang baik jauh di bawah keperluan mendidik begitu banyak anak didik. Oleh sebab itu peran umat Islam untuk membangun pendidikan menengah yang baik sangat penting bagi perkembangan umat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.
Memperhatikan hal-hal di atas maka penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia dewasa ini menghadapi kendala yang cukup sukar dan berat. Pendidikan di lingkungan keluarga masih sangat banyak memerlukan perbaikan. Pendidikan dasar dan menengah hanya mempunyai sekolah bermutu dalam jumlah terbatas, baik yang milik Pemerintah maupun Swasta, sehingga belum cukup menghasilkan lulusan yang memadai untuk pelaksanaan pendidikan tinggi yang luas dan bermutu. Selain itu sistem madrasah belum menghasilkan pendidikan umum yang setingkat dengan sistem sekolahan biasa. Hal ini membawa konsekuensi bahwa tidak mustahil ada sejumlah mahasiswa yang bermutu, tetapi mayoritas mahasiswa sebagai calon kader bangsa atau umat masih belum dapat dijamin mutunya untuk mengisi dan menjalankan aneka ragam pekerjaan dan professi yang ada dalam satu masyarakat Abad ke 21..
Hal ini semua juga berlaku bagi umat Islam yang memperjuangkan Kebangkitan Islam. Khususnya hal ini berlaku bagi umat Islam di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 170 juta orang. Jumlah yang besar itu merupakan asset bagi Kebangkitan Islam dan pertumbuhan bangsa Indonesia, kalau setiap Muslim bermutu tinggi. Akan tetapi sebaliknya kalau mutunya rendah justru menjadi satu liability atau gangguan yang amat berat. Sebab itu umat Islam Indonesia dan terutama para pemimpinnya harus mengembangkan komitmen yang sekuat-kuatnya untuk menyelenggarakan pendidikan yang sebaik-baiknya.
Oleh karena Kebangkitan Islam sekarang sudah berjalan maka pendidikan harus dibarengi dengan terbentuknya Kepemimpinan yang dapat menjalankan proses perubahan tersebut sejak sekarang. Bahkan Kepemimpinan itu sangat penting untuk menimbulkan proses pendidikan yang diperlukan.Pemimpin korup jelas tidak relevan untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa. Dunia Islam juga tidak bisa lagi diamanatkan kepada pemimpim yang lemah, sekalipun dipilih secara demokratis. Yang dibutuhkan adalah pemimpin-pemimpin Muslim yang mampu mentransformasi keunggulan kompetitif, bukan lagi keunggulan komparatif. Semua negara bisa menciptakan produk yang sama, tetapi bagaimana keunggulan komparatif yang masih dipunyai negara-negara Islam bisa dikonversikan menjadi sesuatu yang dapat bersaing di era pasar global, tidak hanya dalam konteks ekonomi, tapi juga sosial, politik, dan militer.
F. SYARIAT ISLAM VERSUS IDEOLOGI PANCASILA
Edi Amin dalam buku Problematika Politik Islam di Indonesia, menjelaskan bahwa wacana negara Islam telah melahirkan kontroversi dan polarisasi intelektual di kalangan pemikir politik Islam. Apakah benar, misalnya Rasulullah pernah mendirikan atau menganjurkan negara Islam? Bukan negara suku (clannish state) seperti yang dikemukakan Ali Abdur Raziq –seorang pemikir sistem pemerintahan pada masa Raja Fuad –? Apakah institusionalisasi Islam dalam bentuk negara merupakan kewajiban Islam merupakan suatu syariat ataukah semata-mata kebutuhan rasional seperti yang diterorikan Ibnu Khaldun?
Untuk menjawab persoalan itu, sesuai dengan realitas politik di Indonesia, maka garis besarnya terdapat dua kekuatan dalam memandang Islam dan negara. Pertama, kaum substansialis, yang memiliki pokok-pokok pandangan (a) bahwa substansi atau kandungan iman dan amal lebih penting daripada bentuknya, (b) pesan-pesan Alquran dan Hadits, yang bersifat abadi dalam esensinya dan universal dalam maknanya, harus ditafsirkan kembali oleh masing-masing generasi kaum muslim sesuai dengan kondisi sosial pada masa mereka, dan (c) mereka menerima struktur pemerintahan yang ada sekarang sebagai bentuk negara Indonesia yang final. Kedua, kaum skripturalis, mereka berpandangan: (a) pesan-pesan agama sebagian besarnya sudah jelas termaktub dalam Alquran dan Hadits, (b) dan hanya perlu diterapkan dalam kehidupan. Karena itu, mereka cenderung lebih berorientasi kepada syariat. Syariat Islam sebagai versus ideologi Pancasila – yang dalam pandangan tertentu dianggap sekuler – kembali diperdebatkan. Perdebatan bermuara pada satu tema besar: “Formalisasi Syariat Islam”, yang kemudian melahirkan dua kubu yang saling bertolak belakang; kubu Islamisme yang pro Syariat Islam dan kubu nasionalis yang menolak formalisasi Syariat Islam. Perdebatan semacam ini sesungguhnya bukan perdebatan baru dalam perjalanan sejarah Indonesia. Tuntutan formalisasi Syariat Islam yang beberapa waktu terakhir kembali mencuat boleh dikatakan sebagai sisa sejarah yang pernah muncul diawal kemerdekaan Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bersama, sejarah Piagam Jakarta merupakan momentum paling mencekam yang pernah dihadapi bangsa ini terkait formalisasi Syariat Islam atau Islam sebagai dasar Negara. Penggunaan tujuh kata pada pembukaan undang-undang dasar 1945 pernah mewarnai sejarah awal kemerdekaan Indonesia. konon, penggunaan tujuh kata “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” disetujui oleh Soekarno, namun penggunaan tujuh kata tersebut dihilangkan ketika pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945, karena mempertimbangkan adanya pihak yang keberatan (mewakili Indonesia bagian timur) jika tujuh kata tersebut dimasukkan ke dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Ironisnya, pristiwa penghapusan tujuh kata pada pembukaan undang-undang dasar 1945 belakangan dinilai sebagai “pengkhianatan sejarah” terhadap umat Islam.
Sejumlah pemberontakan pasca kemerdekaan untuk mewujudkan negara yang berdasrkan Syariat Islam tak kunjung dapat dihindari. Pemberontakan NII oleh Karto Suwiryo dan Abdul Kahar Mudzakar di Sulawesi, atau DITII Daud Beureuh di Aceh, menjadi bukti nyata adanya pihak-pihak yang kecewa dengan hasil rumusan para founding father dengan memilih Pancasila sebagai dasar negara. Secara politis, demi mempertahankan keutuhan NKRI, sejumlah pemberontakan tersebut harus diatasi oleh penguasa negara dan membuahkan hasil yang tidak percuma, karena pada akhirnya kekuatan pemerintahan Indonesia mampu membumihanguskan gerakan pemberontakan kelompok-kelompok tersebut. Akan tetapi, dengan terhentinya pemberontakan yang bersifat aksidental dari beberapa kelompok tersebut tidak berarti perjuangan untuk mewujudkan Islam sebagai dasar negara berhenti sampai di situ. Upaya menjadikan Islam sebagai dasar negara kali ini mengalami pergeseran paradigma dari gerakan sparatis menjadi wacana diplomatis yang dipertaruhkan dalam arena politik kekuasaan.
Meskipun tidak dapat diklaim sebagai upaya menjadikan Islam sebagai dasar negara, upaya formalisasi Syariat Islam melalui kebijakan politik setidaknya dapat dipahami sebagai aksi menuju ke arah itu. Kemunculan sejumlah perda syariat yang menjadi tuntutan beberapa daerah pada tahun 2006 lalu merupakan fakta kongkrit dari keberhasilan upaya sejumlah elit politik yang mentolerir Syariat Islam sebgai hukum normatif menjadi hukum positif. Apa yang salah dengan Pancasila sehingga manifestasi keberagamaan (dalam hal ini Islam) harus diwujudkan melalui Perda?, ini menjadi pertanyaan penting yang harus kita jawab bersama.
“kalau kita disuruh sholat dan puasa karena perintah Bupati, lalu tidak bayar zakat masuk penjara, bagaimana itu?” justru hal itu akan mereduksi umat Islam itu sendiri. Penegasan ini cukup berdasar, sebab Pancasila dan undang-undang dasar tidak menutup diri bagi kebebasan memeluk agama dan keyakinan oleh siapapun, sehingga tanpa Perda sekalipun syariat Islam tatap dapat dijalankan. Bahkan lebih dari itu, tanpa harus memasukkan ideologi Islam (dalam hal ini syariat) ke dalam sistem hukum positif, sesungguhnya umat Islam di negeri ini dapat diposisikan sebagai “anak kandung” dibandingkan umat beragama lainnya. Hampir setiap kebijakan pemerintah tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai yang kerap dianggap sebagai nilai Islam.
Dalam sepanjang sejarah umat manusia, paling tidak ada dua pandangan mengenai hal posisi agama dan negara, yaitu teokrasi atau negara agama dengan menjadikan gama tertentu sebagai dasar negara, dan pandangan sekuler yang memisahkan negara dengan agama sebagai wilayah private. Dari kedua pandangan ini, pada posisi mana Indonesia dapat diletakkan?.
Beberapa kalangan memandang Pancasila sebagai ideologi sekuler, dan pandangan ini membawa implikasi bahwa Indonesia merupakan negara sekuler. Namun demikian, sebagian yang lain memandang Pancasila bukan merupakan ideologi sekuler dan bukan pula ideologi agama, akan tetapi ideologi ini mencerminkan semangat religius. Sila Ketuhanan yang Maha Esa merupakan apresiasi terhadap setiap agama dan keyakinan yang diakui di Indonesia dan menunjukkan bahwa negeri ini dibangun di atas dasar semangat religius. Dengan demikian, pandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi sekuler – jika sekuler dimaknai sebagai pemisahan antara agama dengan negara – menjadi terbantah. Salah satu bukti kongkrit bahwa Pancasila bukan merupakan ideologi sekuler adalah diizinkannya beberapa partai politik yang berideologikan agama tertentu masuk pada arena pertarungan politik di Indonesia.
Jika Pancasila merupakan model yang terpisah dari teokrasi maupun sekuler, maka model relasi antara agama dengan negara dapatlah ditambah menjadi satu model lagi, yaitu ideologi yang tidak sekuler dan tidak pula teokrasi, atau mungkin kita dapat menyebutnya sebagai ideologi Pancasila. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: “bagaimana model relasi agama dengan negara pada ideologi Pancasila?”.
Jika kita berbicara pada tataran yang ideal (dasolen) untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan di atas, maka jawaban yang dapat diajukan adalah, bahwa negara (dalam hal ini pemerintah) harus memberikan pelayanan yang sama kepada seluruh agama yang ada, tidak berpihak kepada salah satu agama (netral) dan tidak terlalu jauh mencampuri urusan keagamaan masayarakat yang bersifat internal. Selain itu, agama pada ideologi Pancasila juga dapat berfungsi – sebagaimana yang disebutkan Ollaf Schumann – untuk membina watak penguasa. Agama dalam hal ini, harus mampu menjadi institusi untuk melahirkan calon-calon pemimpin yang arif dan bijaksana. Sehingga dengan semangat agama, tentunya tidak akan ada lagi penguasa yang lalim maupun wakil rakyat yang korupsi di atas penderitaan rakyat.
G. PENUTUP
Ajaran Islam yang salah satunya mengupas makna dan semangat jihad telah menorehkan tinta emas dalam perjuangan Indonesia melawan penjajah. Tak hanya di Jawa dan Sumatera, tapi di seluruh wilayah Nusantara.
Muslim Indonesia mengantongi sejarah yang panjang dan besar. Sejarah itu pula yang mengantar kita saat ini menjadi sebuah negeri Muslim terbesar di dunia. Sebuah sejarah gemilang yang pernah diukir para pendahulu, tak selayaknya tenggelam begitu saja karena generasi muda saat ini adalah rangkaian mata rantai dari generasi-generasi tangguh dan tahan uji. Maka sekali lagi, tekanan dari luar, pengkhianatan dari dalam, dan kesepian dalam berjuang tak seharusnya membuat kita lemah. Karena generasi saat ini adalah orang-orang dengan sejarah besar. Karena itu genersi saat ini mempunyai tugas mengembalikan sejarah yang besar. Dan untuk memasuki perkembangan global dibutuhkan kekuatan secara hegemoni subtansial serta saatnya umat Islam di seluruh dunia khususnya Indonesia harus mampu menjadi teladan akan kemoderasiannya. Allah s.w.t. menegaskan bahwa umat Islam adalah ummatan washatan (umat pertengahan), umat moderat. Semua ini harus diperjuangkan demi tercapainya kembali kejayaan umat Islam sebagai janji dari apa yang dijelaskan oleh Rasulullah bahwa akan tiba suatu masa dimana Islam kembali dipimpin oleh penguasa yang adil sesuai dengan manhajnya.
cat:
berbagai sumber
Sangat penting mempelajari sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Karena Dengan memepelajari sejarah dimasa lampau maka dapat mengambil pelajaran untuk dimasa yang akan datang dibuat perencanaan atau konsep yang lebih baik khususnya untuk da’wah di tanah air kita Indonesia.
B. AWAL PERKEMBANGAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
Pada babak ini proses da’wah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh yang meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung dengan damai karena bersifat kultural dan membangun kekuatan secara struktural. Hal ini dikarenakan awal masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim terbesar didunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.
C. PERKEMBANGAN POLTIK ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
Politik islam dinegara Indonesia mulai berkembang saat muncul partai Serikat Islam, dan Serikat Islam merupakan partai politik pertama. Serikat Islam saat pendiriannya didukung rakyat faktor pertama karena kepemimpinan HOS Cokroaminoto. Kedua sebelum SI ada, sudah berdiri Serikat Dagang Islam yang merupakan serikat para pedagang batik muslim tokoh pendirinya yaitu H. Samanhudi. Organisasi ini sangat penting perannya bagi para pedagang muslim khususnya batik yang pada akhirnya melebur menjadi SI. Selain Serikat Islam ada pula partai Masyumi dimana dahulu NU dan Muhammadiyah pernah bersatu dalam partai politik Masyumi yang merupakan kekuatan umat Islam yang hilang, para tokoh pentingnya yaitu K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Ashari, lalu apakah yang latar belakang yang menyebabkan Nadhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bertentangan sedangkan dahulu mereka bergabung dalam Masyumi? Sebenarnya NU dan Muhammadiyah awalnya sama saja tetapi kemudian para pendirinya melakukan ijtihad yang berbeda dan mereka memahaminya, akan tetapi kemudian ditingkat umat terjadi perdebatan-perdebatan yang sifatnya fiqhiah yang furu’ (cabang) karena pemahaman umat belum syamil (sempurna). Dimasa penjajahan organisasi-organisasi tersebut wadah ekspresi politik umat Islam dan kenyataannya membina masyarakat ketika itu dalam bidang pendidikan khususnya. Perkembangan Islam di bidang politik mulai menunjukan kemajuan yang pesat mulai tahun 1999 dengan banyak berdirinya partai-partai yang menjadikan islam sebagai asasnya, namun polemik politik yang pernah terjadi ketika dekade Pemilu 2004 misalnya, salah satu dari elemen Komisi Fatwa MUI Pusat melontarkan pernyataan “haram” memilih salah satu calon kandidat presiden. Fatwa haram juga pernah ditujukan kepada presiden perempuan dengan dalih tidak adak ada pemimpin perempuan di dalam Islam (ar-rijal qawamun ala an-nisa)
D. GLOBALISASI DAN TANTANGAN UMAT ISLAM
Ada yang paradoks dengan perkembangan umat Islam dewasa ini. Di tengah tantangan globalisasi yang memengaruhi segala aspek kehidupan manusia, umat Islam cenderung terjebak dengan persoalan internalnya sendiri. Konflik yang bersumber dari persoalan furuiyah yang tidak mendasar masih terus dipelihara, korupsi, kemiskinan, keterbelakangan dan bahkan kelaparan belum ‘menjauh’ dari tubuh umat Islam.
Padahal, dunia terus bergerak maju. Globalisasi memungkinkan semua komponen masyarakat dunia menatap masa depan. Negara-negara maju terus melaju, sedangkan negara-negara berkembang lainnya terus bergerak menjadi negara industri baru. Mereka berlomba dan berpacu mewujudkan kemajuan untuk kejayaan bangsa dan kesejahteraan rakyatnya.
Namun bagaimana dengan konteks globalisasi? Apakah manusia masih dapat berpangku tangan pada kemurahan alam? Secara teoretis, alam punya keterbatasan. Abad global adalah zaman inovasi dan kreativitas, tidak hanya di bidang rekayasa teknologi tetapi juga rekayasa sosial. Rekayasa teknologi dan rekayasa sosial berjalan seiring untuk menciptakan nilai tambah atas suatu hasil alam dan kreasi manusia demi mewujudkan tujuan-tujuan kehidupan manusia yang lebih baik.
Umat Islam dengan populasi seperlima penduduk dunia apalagi Indonesia yang merupakan Negara dengan mayoritas berpenduduk beragama Islam sudah seharusnya menyadari betul fenomena zaman ini. Dulu sudah ada globalisasi, ditandai perdagangan antar kerajaan kuno, tribalisme, peperangan dan migrasi, tetapi globalisasi di zaman kita jauh berbeda. Globalisasi kali ini tidak ada persedennya dalam sejarah. Kedepan ia akan terus mengalami proses dialektika yang sistemik. Konflik dan ketegangan akan terus mewarnai proses sejarah manusia, tetapi resolusi akan terus diupayakan.
E. MASALAH UMAT ISLAM
Internal umat Islam khususnya di Indonesia saat ini masih dililit sejumlah permasalahan krusial yang bisa menggiring umat menjadi pecundang sejati di era global. Di antaranya masalah kemiskinan. Dimana masyarakat yang memeluk Agama Islam di Negara Indonesia umumnya masih dibelit kemiskinan yang bersifat struktural dan kultural sekaligus.
Umat Islam juga masih dibelit korupsi. Di antara problem krusial yang menyebabkan keterbelakangan umat Islam adalah korupsi. Korupsi memang gejala mondial, seiring dengan perkembangan kapitalisme yang merusak, tetapi korupsi di negara-negara Muslim betul-betul telah bersifat destruktif. Ironisnya, terjadi pula resistensi atas gerakan antikorupsi.
Problem lainnya berkaitan dengan sektor pendidikan dan kesehatan yang masih parah. Secara umum negara-negara Muslim tergolong sedang berkembang. Secara geografis, umumnya di Indonesia. Tingkat pendidikan masih memprihatinkan. Masih banyak yang buta huruf, dan masih banyak anak-anak yang putus sekolah. Angka partisipasi di dalam pendidikan masih rendah. Sulit bagi mereka bicara tantangan global, ketika sebagian besar mereka masih sibuk dengan urusan perut.
Di bidang kesehatan, negara-negara Muslim juga masih dibelit berbagai macam penyakit menular. Sementara pemerintahnya yang memiliki anggaran terbatas tidak berdaya. Apalagi sebagiannya hilang di meja-meja birokrasi. Jadi penyebab lainnya, ketidakmampuan menangani atau mengelola sektor kesehatan. Manajemen korup menyebabkan anggaran yang dialokasikan bagi peningkatan kesejahteraan warga menjadi hilang begitu saja.
Konflik yang berkepanjangan di negara-negara Muslim juga problem tersendiri. Secara umum, ini merupakan global paradox, sebagaimana dikatakan John Naisbit dan Patricia Aburden (1990), namun intensitas konflik di negara-negara Muslim sangat tidak masuk akal. Sering konflik itu terjadi antara umat Islam sendiri. Kondisi paling memperihatinkan tentu gejala terorisme, Kita paham betul bahwa saat ini penganut Islam di dunia sedang berada pada titik dimana secara keseluruhan mendapatkan stigma negatif bahwa Islam adalah agama teroris. Salah satu penyebab dari hal ini dapat kita sebut adalah sikap fanatik ekstrem yang sesungguhnya sangat bertentangan dengan Islam yang memiliki ciri sebagai agama yang moderat (ummatan wa shatan).
Tidak ada metode lain bagi umat Islam kecuali melakukan terobosan untuk keluar dari pelbagai permasalahan internalnya. Ini mengingat tantangan globalisasi bisa memunculkan dua kemungkinan tadi: menjadi pemenang atau pecundang. Konflik internal yang memelahkan harus dihentikan. Korupsi mesti diberantas karena inilah penyakit utama yang mengganjal kemajuan bangsa Islam selama ini.
Sektor pendidikan dan kesehatan jelas menjadi andalan pokok untuk bersaing di abad ke-21. Pendidikan harus digenjot habis-habisan oleh suatu kepemimpinan yang kuat, karena dalam perkembangan setiap peradaban kegiatan pendidikan mempunyai peran yang amat penting. Lebih-lebih dalam globalisasi peran pendidikan sangat menentukan bagi umat manusia. Bangsa yang tidak menjalankan pendidikan yang memadai akan tertinggal dalam proses globalisasi yang penuh persaingan antara bangsa satu dengan yang lain. Oleh sebab itu arah dan perkembangan Islam di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang dilakukan umat Islam itu sendiri. Pendidikan mempunyai peran besar sekali untuk menimbulkan perubahan pada diri umat Islam. Melalui pendidikan dapat dibentuk kondisi mental yang lebih kondusif untuk mengembangkan kebangkitan moral-spiritual yang dikehendaki.
Kunci utama untuk memperoleh pendidikan dasar yang bermutu adalah Guru yang bermutu. Meskipun juga fasilitas pendidikan penting artinya, namun manfaat sebenarnya dari kehadiran fasilitas ditentukan oleh Guru yang bermutu. Oleh sebab itu harus selalu kita perhatikan segala segi yang berhubungan dengan pencapaian kondisi itu. Untuk itu harus ada sistem pendidikan Guru yang tepat dan baik, khususnya untuk Guru yang berfungsi sebagai Guru kelas atau Guru yang mengajarkan semua mata pelajaran. Kedua, harus ada sistem penggajian Guru yang memungkinkan seorang Guru berkonsentrasi kepada pekerjaannya di satu sekolah tertentu. Ketiga, harus diciptakan status sosial Guru yang menjadikan professi Guru terpandang dan menarik dalam masyarakat. Ketiga hal ini pada waktu sekarang belum terpenuhi di Indonesia. Oleh sebab itu boleh dikatakan bahwa pendidikan dasar di Indonesia masih amat lemah. Mungkin ada Sekolah Dasar yang baik mutunya, tetapi jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah anak didik yang semuanya harus menjalani pendidikan dasar guna kehidupan lebih lanjut. Apalagi jumlah TK masih sangat terbatas sehingga baru terjangkau oleh jumlah anak yang terbatas. Pada tingkat pendidikan dasar peran Guru sangat menonjol dibandingkan dengan fasilitas pendidikan, meskipun tidak berarti pendidikan dasar tidak memerlukan fasilitas pendidikan yang baik.
Di pendidikan menengah peran Guru maupun fasilitas pendidikan sama pentingnya. Tentu Guru di pendidikan menengah juga harus dijaga mutunya. Setiap Guru harus menguasai sekurang-kurangnya satu mata pelajaran dengan baik. Maka dari itu tetap berlaku tiga syarat bagi mutu Guru, yaitu pendidikannya, sistem penggajiannya dan status sosialnya. Di Indonesia ada SMP, SMU dan SMK yang baik, tetapi juga dalam hal ini jumlah SMP, SMU dan SMK yang baik jauh di bawah keperluan mendidik begitu banyak anak didik. Oleh sebab itu peran umat Islam untuk membangun pendidikan menengah yang baik sangat penting bagi perkembangan umat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.
Memperhatikan hal-hal di atas maka penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia dewasa ini menghadapi kendala yang cukup sukar dan berat. Pendidikan di lingkungan keluarga masih sangat banyak memerlukan perbaikan. Pendidikan dasar dan menengah hanya mempunyai sekolah bermutu dalam jumlah terbatas, baik yang milik Pemerintah maupun Swasta, sehingga belum cukup menghasilkan lulusan yang memadai untuk pelaksanaan pendidikan tinggi yang luas dan bermutu. Selain itu sistem madrasah belum menghasilkan pendidikan umum yang setingkat dengan sistem sekolahan biasa. Hal ini membawa konsekuensi bahwa tidak mustahil ada sejumlah mahasiswa yang bermutu, tetapi mayoritas mahasiswa sebagai calon kader bangsa atau umat masih belum dapat dijamin mutunya untuk mengisi dan menjalankan aneka ragam pekerjaan dan professi yang ada dalam satu masyarakat Abad ke 21..
Hal ini semua juga berlaku bagi umat Islam yang memperjuangkan Kebangkitan Islam. Khususnya hal ini berlaku bagi umat Islam di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 170 juta orang. Jumlah yang besar itu merupakan asset bagi Kebangkitan Islam dan pertumbuhan bangsa Indonesia, kalau setiap Muslim bermutu tinggi. Akan tetapi sebaliknya kalau mutunya rendah justru menjadi satu liability atau gangguan yang amat berat. Sebab itu umat Islam Indonesia dan terutama para pemimpinnya harus mengembangkan komitmen yang sekuat-kuatnya untuk menyelenggarakan pendidikan yang sebaik-baiknya.
Oleh karena Kebangkitan Islam sekarang sudah berjalan maka pendidikan harus dibarengi dengan terbentuknya Kepemimpinan yang dapat menjalankan proses perubahan tersebut sejak sekarang. Bahkan Kepemimpinan itu sangat penting untuk menimbulkan proses pendidikan yang diperlukan.Pemimpin korup jelas tidak relevan untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa. Dunia Islam juga tidak bisa lagi diamanatkan kepada pemimpim yang lemah, sekalipun dipilih secara demokratis. Yang dibutuhkan adalah pemimpin-pemimpin Muslim yang mampu mentransformasi keunggulan kompetitif, bukan lagi keunggulan komparatif. Semua negara bisa menciptakan produk yang sama, tetapi bagaimana keunggulan komparatif yang masih dipunyai negara-negara Islam bisa dikonversikan menjadi sesuatu yang dapat bersaing di era pasar global, tidak hanya dalam konteks ekonomi, tapi juga sosial, politik, dan militer.
F. SYARIAT ISLAM VERSUS IDEOLOGI PANCASILA
Edi Amin dalam buku Problematika Politik Islam di Indonesia, menjelaskan bahwa wacana negara Islam telah melahirkan kontroversi dan polarisasi intelektual di kalangan pemikir politik Islam. Apakah benar, misalnya Rasulullah pernah mendirikan atau menganjurkan negara Islam? Bukan negara suku (clannish state) seperti yang dikemukakan Ali Abdur Raziq –seorang pemikir sistem pemerintahan pada masa Raja Fuad –? Apakah institusionalisasi Islam dalam bentuk negara merupakan kewajiban Islam merupakan suatu syariat ataukah semata-mata kebutuhan rasional seperti yang diterorikan Ibnu Khaldun?
Untuk menjawab persoalan itu, sesuai dengan realitas politik di Indonesia, maka garis besarnya terdapat dua kekuatan dalam memandang Islam dan negara. Pertama, kaum substansialis, yang memiliki pokok-pokok pandangan (a) bahwa substansi atau kandungan iman dan amal lebih penting daripada bentuknya, (b) pesan-pesan Alquran dan Hadits, yang bersifat abadi dalam esensinya dan universal dalam maknanya, harus ditafsirkan kembali oleh masing-masing generasi kaum muslim sesuai dengan kondisi sosial pada masa mereka, dan (c) mereka menerima struktur pemerintahan yang ada sekarang sebagai bentuk negara Indonesia yang final. Kedua, kaum skripturalis, mereka berpandangan: (a) pesan-pesan agama sebagian besarnya sudah jelas termaktub dalam Alquran dan Hadits, (b) dan hanya perlu diterapkan dalam kehidupan. Karena itu, mereka cenderung lebih berorientasi kepada syariat. Syariat Islam sebagai versus ideologi Pancasila – yang dalam pandangan tertentu dianggap sekuler – kembali diperdebatkan. Perdebatan bermuara pada satu tema besar: “Formalisasi Syariat Islam”, yang kemudian melahirkan dua kubu yang saling bertolak belakang; kubu Islamisme yang pro Syariat Islam dan kubu nasionalis yang menolak formalisasi Syariat Islam. Perdebatan semacam ini sesungguhnya bukan perdebatan baru dalam perjalanan sejarah Indonesia. Tuntutan formalisasi Syariat Islam yang beberapa waktu terakhir kembali mencuat boleh dikatakan sebagai sisa sejarah yang pernah muncul diawal kemerdekaan Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bersama, sejarah Piagam Jakarta merupakan momentum paling mencekam yang pernah dihadapi bangsa ini terkait formalisasi Syariat Islam atau Islam sebagai dasar Negara. Penggunaan tujuh kata pada pembukaan undang-undang dasar 1945 pernah mewarnai sejarah awal kemerdekaan Indonesia. konon, penggunaan tujuh kata “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” disetujui oleh Soekarno, namun penggunaan tujuh kata tersebut dihilangkan ketika pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945, karena mempertimbangkan adanya pihak yang keberatan (mewakili Indonesia bagian timur) jika tujuh kata tersebut dimasukkan ke dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Ironisnya, pristiwa penghapusan tujuh kata pada pembukaan undang-undang dasar 1945 belakangan dinilai sebagai “pengkhianatan sejarah” terhadap umat Islam.
Sejumlah pemberontakan pasca kemerdekaan untuk mewujudkan negara yang berdasrkan Syariat Islam tak kunjung dapat dihindari. Pemberontakan NII oleh Karto Suwiryo dan Abdul Kahar Mudzakar di Sulawesi, atau DITII Daud Beureuh di Aceh, menjadi bukti nyata adanya pihak-pihak yang kecewa dengan hasil rumusan para founding father dengan memilih Pancasila sebagai dasar negara. Secara politis, demi mempertahankan keutuhan NKRI, sejumlah pemberontakan tersebut harus diatasi oleh penguasa negara dan membuahkan hasil yang tidak percuma, karena pada akhirnya kekuatan pemerintahan Indonesia mampu membumihanguskan gerakan pemberontakan kelompok-kelompok tersebut. Akan tetapi, dengan terhentinya pemberontakan yang bersifat aksidental dari beberapa kelompok tersebut tidak berarti perjuangan untuk mewujudkan Islam sebagai dasar negara berhenti sampai di situ. Upaya menjadikan Islam sebagai dasar negara kali ini mengalami pergeseran paradigma dari gerakan sparatis menjadi wacana diplomatis yang dipertaruhkan dalam arena politik kekuasaan.
Meskipun tidak dapat diklaim sebagai upaya menjadikan Islam sebagai dasar negara, upaya formalisasi Syariat Islam melalui kebijakan politik setidaknya dapat dipahami sebagai aksi menuju ke arah itu. Kemunculan sejumlah perda syariat yang menjadi tuntutan beberapa daerah pada tahun 2006 lalu merupakan fakta kongkrit dari keberhasilan upaya sejumlah elit politik yang mentolerir Syariat Islam sebgai hukum normatif menjadi hukum positif. Apa yang salah dengan Pancasila sehingga manifestasi keberagamaan (dalam hal ini Islam) harus diwujudkan melalui Perda?, ini menjadi pertanyaan penting yang harus kita jawab bersama.
“kalau kita disuruh sholat dan puasa karena perintah Bupati, lalu tidak bayar zakat masuk penjara, bagaimana itu?” justru hal itu akan mereduksi umat Islam itu sendiri. Penegasan ini cukup berdasar, sebab Pancasila dan undang-undang dasar tidak menutup diri bagi kebebasan memeluk agama dan keyakinan oleh siapapun, sehingga tanpa Perda sekalipun syariat Islam tatap dapat dijalankan. Bahkan lebih dari itu, tanpa harus memasukkan ideologi Islam (dalam hal ini syariat) ke dalam sistem hukum positif, sesungguhnya umat Islam di negeri ini dapat diposisikan sebagai “anak kandung” dibandingkan umat beragama lainnya. Hampir setiap kebijakan pemerintah tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai yang kerap dianggap sebagai nilai Islam.
Dalam sepanjang sejarah umat manusia, paling tidak ada dua pandangan mengenai hal posisi agama dan negara, yaitu teokrasi atau negara agama dengan menjadikan gama tertentu sebagai dasar negara, dan pandangan sekuler yang memisahkan negara dengan agama sebagai wilayah private. Dari kedua pandangan ini, pada posisi mana Indonesia dapat diletakkan?.
Beberapa kalangan memandang Pancasila sebagai ideologi sekuler, dan pandangan ini membawa implikasi bahwa Indonesia merupakan negara sekuler. Namun demikian, sebagian yang lain memandang Pancasila bukan merupakan ideologi sekuler dan bukan pula ideologi agama, akan tetapi ideologi ini mencerminkan semangat religius. Sila Ketuhanan yang Maha Esa merupakan apresiasi terhadap setiap agama dan keyakinan yang diakui di Indonesia dan menunjukkan bahwa negeri ini dibangun di atas dasar semangat religius. Dengan demikian, pandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi sekuler – jika sekuler dimaknai sebagai pemisahan antara agama dengan negara – menjadi terbantah. Salah satu bukti kongkrit bahwa Pancasila bukan merupakan ideologi sekuler adalah diizinkannya beberapa partai politik yang berideologikan agama tertentu masuk pada arena pertarungan politik di Indonesia.
Jika Pancasila merupakan model yang terpisah dari teokrasi maupun sekuler, maka model relasi antara agama dengan negara dapatlah ditambah menjadi satu model lagi, yaitu ideologi yang tidak sekuler dan tidak pula teokrasi, atau mungkin kita dapat menyebutnya sebagai ideologi Pancasila. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: “bagaimana model relasi agama dengan negara pada ideologi Pancasila?”.
Jika kita berbicara pada tataran yang ideal (dasolen) untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan di atas, maka jawaban yang dapat diajukan adalah, bahwa negara (dalam hal ini pemerintah) harus memberikan pelayanan yang sama kepada seluruh agama yang ada, tidak berpihak kepada salah satu agama (netral) dan tidak terlalu jauh mencampuri urusan keagamaan masayarakat yang bersifat internal. Selain itu, agama pada ideologi Pancasila juga dapat berfungsi – sebagaimana yang disebutkan Ollaf Schumann – untuk membina watak penguasa. Agama dalam hal ini, harus mampu menjadi institusi untuk melahirkan calon-calon pemimpin yang arif dan bijaksana. Sehingga dengan semangat agama, tentunya tidak akan ada lagi penguasa yang lalim maupun wakil rakyat yang korupsi di atas penderitaan rakyat.
G. PENUTUP
Ajaran Islam yang salah satunya mengupas makna dan semangat jihad telah menorehkan tinta emas dalam perjuangan Indonesia melawan penjajah. Tak hanya di Jawa dan Sumatera, tapi di seluruh wilayah Nusantara.
Muslim Indonesia mengantongi sejarah yang panjang dan besar. Sejarah itu pula yang mengantar kita saat ini menjadi sebuah negeri Muslim terbesar di dunia. Sebuah sejarah gemilang yang pernah diukir para pendahulu, tak selayaknya tenggelam begitu saja karena generasi muda saat ini adalah rangkaian mata rantai dari generasi-generasi tangguh dan tahan uji. Maka sekali lagi, tekanan dari luar, pengkhianatan dari dalam, dan kesepian dalam berjuang tak seharusnya membuat kita lemah. Karena generasi saat ini adalah orang-orang dengan sejarah besar. Karena itu genersi saat ini mempunyai tugas mengembalikan sejarah yang besar. Dan untuk memasuki perkembangan global dibutuhkan kekuatan secara hegemoni subtansial serta saatnya umat Islam di seluruh dunia khususnya Indonesia harus mampu menjadi teladan akan kemoderasiannya. Allah s.w.t. menegaskan bahwa umat Islam adalah ummatan washatan (umat pertengahan), umat moderat. Semua ini harus diperjuangkan demi tercapainya kembali kejayaan umat Islam sebagai janji dari apa yang dijelaskan oleh Rasulullah bahwa akan tiba suatu masa dimana Islam kembali dipimpin oleh penguasa yang adil sesuai dengan manhajnya.
cat:
berbagai sumber
pendidikan islam dan internet
PENDAHULUAN
Dulu para ulama mengandalkan lisan untuk menyebarkan [risalah] penutup para nabi dan banyak dari mereka yang menghabiskan waktu berbulan-bulan berkelana dengan kuda atau onta untuk berbagi kabar gembira tentang Islam kepada yang lain. Usaha keras yang luar biasa, melelahkan, menghabiskan banyak waktu dan kesulitan besar merupakan keadaan yang bisa menganggu hal utama. Perang suku, cuaca yang tidak bersahabat, dan peralatan sederhana hanyalah beberapa kondisi yang sering menghambat usaha berpergian demi jalan dakwah
Sekarang ribuan tahun ke depan di masa kita, era internet, yang membuat komunikasi dan menyebarkan pesan Islam sedemikian cepat seperti kecepatan cahaya. Internet adalah alat dakwah paling berhasil di zaman modern dalam sejarah Islam. Informasi Islam yang asli dapat tersedia hanya dengan beberapa gerakan di keyboard. Terjemahan Alquran tersedia dan dapat diunduh di situs-situs Islam dalam beberapa bahasa. Setiap perbuatan, ucapan dan perilaku dalam kehidupan Nabi Muhammad saw. dapat dengan mudah diakses dalam internet hanya dengan klik mouse.
Internet adalah sistem informasi global berbasis komputer. jadi, bergaul dengan internet sama juga bergaul dengan komputer. Untuk mengakses internet kita hanya membutuhkan seperangkat komputer, modem, dan saluran telepon. Bahkan saat ini tidak perlu mempergunakan jaringan telepon, cukup dengan menggunakan wireless internet. Adapun fasilitas dalam internet yaitu :
E-mail (surat elektronik),
Bulletin Board System(BBS),
File transfer Protocol(FTP),
Information Browsing(gopher),
Remote Login(Telnet),
Advanced Browsing(www),
Automated Title search(archie, veronica),
Automated content search, dan
komunikasi audio dan visual.
Internet berkembang menjadi suatu sarana, suatu media baru dimana "The bad" dan "The Good" cuma dipisahkan oleh satu klik tetikus pemakainya; Dimana mudharat dan manfaat sama-sama tampil sejajar; Dimana pornografi dan sopan santun bisa saling berselisih atau tampil bersamaan. Internet menjadi suatu medium yang multiintepretasi dan menjadi sarana anonimitas yang terbuka.
Dunia cyber menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam mengakses data-data dari seluruh penjuru dunia. Akes data ini ada juga yang berhubungan dengan dunia pendidikan, sehingga pengetahuan dan pengalaman pendidikan kita akan semakin bertambah. Dunia pendidikan islam sebagai rumpun dari dunia pendidikan secara umum juga memerlukan akses data ini untuk mengembangkan konsep dan model pembelajaran mereka. Diera modern yang dimulai sejak abad 20 hingga 21 pesatnya perkembangang teknologi sudah tidak dapat dibendung lagi. Salah satu hasil karya terbaik teknologi manusia abad ini adalah menciptakan dunia baru yang mereka sebut dunia cyber atau dunia maya. Untuk dapat masuk dan mengakses dunia cyber ini kita membutuhkan keterampilan SDM yang kompeten dan mampu menguasai program-program perantaranya dari media computer. Dalam penggunaan internet sebagai media pendidikan, menurut Onno W. Purbo (1998) paling tidak ada tiga hal dampak positif yaitu:
a) Peserta didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah dimanapun di seluruh dunia tanpa batas institusi atau batas negara.
b) Peserta didik dapat dengan mudah berguru pada para ahli di bidang yang diminatinya.
c) Kuliah/belajar dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar. Di samping itu kini hadir perpustakan internet yang lebih dinamis dan bisa digunakan di seluruh jagat raya.
Pendapat ini hampir senada dengan Budi Rahardjo (2002). Menurutnya, manfaat internet bagi pendidikan adalah
a) Akses kepada sumber informasi yaitu sebagai perpustakaan on-line, sumber literatur, akses hasil-hasil penelitian, dan akses kepada materi kuliah.
b) Akses kepada nara sumber bisa dilakukan komunikasi tanpa harus bertemu fisik.
c) Sebagai media kerjasama internet bisa menjadi media untuk melakukan penelitian bersama atau membuat semacam makalah bersama.
Penelitian di Amerika Serikat tentang pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk keperluan pendidikan diketahui memberikan dampak positif (Pavlik, 19963)). Studi lainya dilakukan oleh Center for Applied Special Technology (CAST), “bahwa pemanfaatan internet sebagai media pendidikan menunjukan positif terhadap hasil belajar peserta didik”.
Internet sebagai media pendidikan memiliki banyak keunggulan,. Namun tentu saja memiliki kelemahan; seperti yang disampaikan oleh Budi Rahardjo (2002) adalah infrastruktur internet masih terbatas dan mahal, keterbatasan dana, dan budaya baca kita masih lemah. Di sinilah tantangan bagaimana mengembangkan model pembelajaran melalui internet
Sampai sekarang sudah hampir 25 juta orang di dunia mempergunakan dunia maya ini dalam mencari data terbaru dari semua pelosok dunia, Dilihat dari kacamata kecepatan dari memperoleh data amatlah singkat dan cepat, bahkan seluruh pelosok dunia sudah mampu di jarah dengan dunia maya.
Upaya-upaya lain untuk lebih positif memanfaatkan kehadiran internet bagi pendidikan antara lain :
1. Mempercepat dan mempermudah alih ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Proses pembelajaran lebih menarik. Melalui internet pembelajaran tidak monoton dan jenuh karena dalam internet ada hal-hal baru yang variatif dan inovatif.
3. Mendorong siswa untuk lebih aktif mencari ilmu pengetahuan dan informasi.
4. Mempermudah penjelasan konsep. Selama ini dalam materi atau bahan pelajaran disampaikan melalui metode ceramah. Dengan adanya internet, guru bisa menyampaikan konsep atau materi secara audiovisual. Pelajaran lebih nyata dan jelas, sehingga mempermudah pemahaman siswa.
5. Pembelajaran lebih konseptual dan up to date (aktual).
6. Mempermudah dan mempercepat administrasi pendidikan. Pelaksanaan proses pendidikan harus diusahakan lebih praktis dan cepat. Guru tidak terlalu disibukkan urusan administrasi yang berbelit-belit, sehingga konsentrasi lebih tertuju pada proses pembelajaran di kelas. Misalnya, dalam membuat persiapan mengajar, pengolahan nilai, dan menyebarluaskan nilai ulangan atau ujian, bisa menggunakan fasilitas komputer (internet). Dengan demikian, internet dapat memperbaiki dan memperlancar administrasi pendidikan.
7. Sebagai perpustakaan elektronik.
8. Mempercepat dan mempermudah komunikasi edukatif antara guru dengan siswa.
Akhirnya, internet diharapkan dapat membantu mempercepat perkembangan pendidikan. Pendidikan lebih maju dan berkualitas. Pada gilirannya pendidikan dapat membantu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selain dari dampak positif, internet juga berdampak negatif bagi para pelajar. Mencoba untuk melontarkan sebuah wacana dan berbagai fakta tentang sebuah persoalan baru di kota-kota besar yang juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun masih berupa gejala awal, namun apabila tidak segera diatasi tentu akan berkembang menjadi “penyakit kronis” yang makin sulit untuk diatasi. saat ini telah terjadi pergeseran profil pengguna internet dan juga pergeseran orientasi pemanfaatannya.
Dikarenakan pembelajaran PAI masih terpaku pada model-model pembelajaran lama satu arah yaitu guru mentransfer pengetahuan dan pengalaman kepada siswa sehingga pengetahuan mereka terbatas pada apa yang disampaikan guru. Oleh Karena itu dalam makalah ini kami akan membahas mengenai model baru pembelajaran PAI yang berbasis teknologi dengan memanfaatkan dunia cyber.
BAB II
MODERNISASI PEMBELAJARAN PAI BERBASIS CYBER
A. DESKRIPSI PEMBELAJARAN PAI KONVENSIONAL DAN DUNIA CYBER
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan proses belajar mengajar antara siswa dan guru dalam mencapai suatu tujuan. Pembelajaran berasal dari dua konsep yang tak terpisahkan yaitu konsep belajar dan mengajar. Dua konsep tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi interaksi guru dan siswa pada saat pengajaran berlangsung .
Pendidikan islam atau pendidikan menurut islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya berupa Al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan pendidikan agama islam atau pendidikan keislaman ialah upaya pendidikan agama islam atau ajaran islam dan nilai-nilainya agar menjadi way of life seseorang. Visi pendidikan islam merupakan persepsi tujuan akhir meliputi learning to think, learning to do, learning to be, learning to live together .
Kata konvensional menurut kamus ilmiah berarti sesuatu yang sudah biasa dilakukan atau sesuai lazimnya . Jadi model pembelajaran PAI konvensional maksudnya ialah model pembelajaran PAI yang masih menggunakan metode, materi dan media pembelajaran yang sudah lama dan biasa dijalankan dalam proses pembelajaran PAI selama ini. Seperti metode ceramah, hafalan, tanya jawab, memaknai kitab dan lain-lain. Pembelajaran PAI konvensional biasanya masih menerapkan model pembelajaran satu arah yaitu guru mentransfer pengetahuan pada siswa dan murid wajib mengikutiya, sedangkan pengetahuan guru terbatas pada pengalaman belajarnya. Bahan yang diajarkan masih menggunakan buku, kitab atau referensi lain yang sudah kuno sehingga dalam memberikan ulasan menggunakan praktek keagamaan pada zamannya. Umumnya hal ini terjadi pada pembelajaran fiqih disekolah-sekolah, sedangkan zaman dan kehidupan manusia akan terus berubah dan berkembang dari masa kemasa.
Istilah dunia cyber digunakan orang untuk menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan Internet atau dunia maya. Wiener sebagai pencetus Cybernetics theory mengakui bahwa istilah Cyber sebenarnya pernah digagas oleh Ampere yang namanya digunakan sebagai satuan kuat arus. Oleh karena itu jika ditilik dari asal-usulnya, istilah cyber sebenarnya erat hubungannya dengan kawat listrik. Sehingga tidak mengherankan, jika istilah tersebut juga digunakan untuk organ buatan listrik CYBORG yang merupakan singkatan dari Cybernetics Organics. Disini dunia cyber lebih akrab dengan kita dengan sebutan Internet (Inter-Network) yang dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas yang menghubungkan pemakai komputer satu dengan komputer lainnya dan dapat berhubungan dengan komputer dari suatu negara ke negara di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai anekaragam informasi. Internet memiliki banyak sekali fasilitas layanan yang kapan pun bisa kita akses secara mudah dan cepat antara lain browsing, e-mail, searching, chatting, FTP, WWW, Newsgroup, Download dan lain-lain .
Pembelajaran PAI konvensional yang selama ini kita jalankan memang tidak ada salahnya jika dilestarikan karena setiap model pembelajaran pasti memiliki nilai positif dan negatif masing-masing serta model pembelajaran yang sudah terbiasa dilaksanakan akan lebih efektif jika ditunjang dengan model-model pembelajaran lain yang relefan. Namun dalam mengembangkan model pembelajaran baru kita harus melihat realita kehidupan yang berkembang dewasa ini. Dunia cyber atau dunia internet menjadi populer bagi masyarakat dunia abad ini untuk melakukan berbagai aktivitas interaksi dengan orang lain dan mencari pengetahuan serta pengalaman-pengalaman baru bahkan bisa juga dijadikan lahan bisnis untuk mencari materi. Ketika orang sudah banyak mengakses dan memanfaatkan kemudahan teknologi cyber, kita sebagai umat islam jangan sampai rugi dan ketinggalan karena tidak memanfaatkan kemudahan itu sebagai anugerah Allah. Begitu juga dalam proses pembelajaran PAI kita harus siap dan mampu memanfaatkan teknologi cyber untuk menambah pengalaman dan pengetahuan baru mengenai materi-materi agama serta peristiwa keberagamaan yang sedang terjadi didunia dewasa ini.
B. MENERAPKAN TEKNOLOGI CYBER DALAM PEMBELAJARAN PAI
Dalam buku Media pengajaran karangan Azhar Arsyal disebutkan beberapa model pengembangan media pengajaran antara lain berbasis pada manusia, media cetak, media visual, media audio visual dan media berbasis komputer . Media yang berbasis pada komputer dewasa ini dikembangkan lagi dengan adanya internet. Tidak cukup disitu Cyber atau internet berkembang lagi tidak hanya dapat diakses dengan menggunakan komputer namun sekarang bisa juga diakses dengan menggunakan telepon sellular handphone yang lebih praktis dan ekonomis pemakaiannya, tentu dengan syarat bila sudah didukung dengan fitur-fitur pendukungnya.
Proses pembelajaran PAI yang selama ini kita lakukan disekolah kebanyakan hanya bersumber dari kitab yang kita punyai saja atau sekedar buku paket dari pemerintah. Yang mana kitab atau buku paket tersebut hanya membahas dan memberikan konsep-konsep dasar hukum syariat islam. Sedangkan permasalahan kontemporer saat ini sedikit sekali dibahas, kadang hanya berdasarkan keterangan guru semata, sehingga pengetahuan siswa terbatas pada pemahaman dan hafalan mereka selama menerima pelajaran disekolah. Hal ini akan berdampak pada kebingungan siswa dalam menentukan langkah dan sikap sebagai muslim untuk menyikapi problematika keberagamaan yang sedang mereka hadapi. Sehingga kadang mereka mengambil sikap yang menurut pandangan subyektif mereka sudah sesuai syariat padahal pada prakteknya melenceng dari ajaran agama.
Namun dengan memanfaatkan dunia cyber kita dapat bebas mencari referensi berkenaan dengan problem kehidupan itu. Sebelum kita menggunakan media cyber ini dalam pembelajaran PAI, setidaknya ada beberapa pendekatan yang mengarahkan kita pada media ini antara lain :
1. Pendekatan fungsional, dengan pendekatan ini seorang pendidik dalam menyampaikan materi PAI harus lebih mampu menekankan pada segi kemanfaatan ilmu agama dan internet bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari . Dengan pendekatan fungsional ini siswa diberikan pengarahan apa manfaat yang dapat kita peroleh ketika kita mampu mengkombinasikan materi pelajaran disekolah dengan menggunakan dunia maya untuk mencari topik-topik permasalahan umat dewasa ini sebagai bahan pembelajaran aktif. Sehingga dunia cyber difungsikan sebagai bahan pembelajaran alternatif untuk mengembangkan pengetahuan yang sudah diterima disekolah.
2. Pendekatan pengalaman yaitu pendekatan dengan memberikan pengalaman keagamaan khususnya yang berkaitan dengan masalah keberagamaan kepada siswa dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan . Dengan pendekatan ini siswa diberikan pengalaman-pengalaman baru tentang perilaku manusia berkenaan hukum-hukum agama dengan melakukan studi kasus menggunakan media internet untuk dibahas bersama-sama sebagai bahan diskusi dan mencari jalan keluar dari permasalahan itu.
Setelah kita melakukan beberapa pendekatan kemudian kita mencari manfaat dan kekurangan dari dunia cyber berkenaan dengan PAI antara lain :
1. Manfaat dari dunia cyber bagi pembelajaran PAI adalah :
a. Konektifitas dan jangkauan internet bersifat global tanpa mengenal ruang ,waktu dan tempat sehingga dalam pembelajaran PAI kita dapat mengakses informasi keberagamaan umat islam diseluruh dunia. Bahkan disedikan pula literatur atau materi yang sudah kuno hingga yang terbaru.
b. Kecepatan aksesnya 24 jam, Dengan memanfaatkan dunia cyber ini siswa atau guru tidak perlu hawatir kalau internet tutup dan akses data yang diberikan sangat lama karena layanan yang diberikan bersifat 24 jam nonstop dan akses datanya lebih cepat dari pada kita mencari referensi kitab-kitab agama secara manual satu-persatu.
c. Informasi yang diberikan bisa bersifat up to det atau referensi-referensi yang sudah kuno, karena di sini menyediakan perpustakaan yang konvensional sehingga kita dapat mencari buku-buku PAI yang belum kita miliki.
2. Dunia cyber selain memberikan manfaat bagi kita, juga banyak efek negatif yang bisa ditimbulkan darinya sehingga dibutuhkan kontrol yang ketat dan bimbingan yang baik oleh guru, orang tua serta pihak yang terkait lainnya kepada peserta didik. Efek negatif itu antara lain mudahnya mengakses hal-hal yang berbau pornografi, game online yang membuat lupa waktu, ajang cari teman yang keblabasan, ancama virus, literatur-literatur yang menyesatkan dan lain sebagainya.
Sedangkan di dunia cyber sendiri disediakan beberapa layanan yang bisa diintegrasikan dengan pembelajaran PAI antara lain:
1. Browsing atau surfing dengan fasilitas ini siswa bisa melihat-lihat kejadian atau kabar terbaru atau lama tentang dunia PAI.
2. Searching dengan fasilitas ini kita dapat mencari data informasi yang berkaitan PAI dengan hanya memberikan kata kunci.
3. Chatting fasilitas ini bisa kita manfaatkan untuk bercakap-cakap dengan orang lain lewat komputer entah dengan teman, guru, atau tokoh-tokoh agama untuk sekedar ngobrol atau bertanya langsung mengenai persoalan keagamaan kita.
4. Mailing List, fasilitas ini digunakan untuk berdiskusi , bertukar pendpat atau informasi secara elektronik dengan menggunakan e-mail .dengan fasilitas ini pembelajaran PAI bisa dilakukan siswa dengan berdiskusi atau bertukar informasi mengenai sikap keagaman mereka masing-masing.
5. Download dengan fasilitas ini kita diberikan kemudahan dalam mengambil file-file atau data yang berkenaan dengan pembelajaran PAI.
Setelah mengetahui manfaat dan fasilitas dari dunia cyber kemudian kita memiliki beberapa trik yang bisa digunakan untuk mengembangkan pembelajaran PAI berbasis cyber antara lain :
1. Dalam menerapkan pembelajaran PAI yang berbasis cyber kita menggunakan teori pembelajaran condicioning dimana menurut Van P.Pavlov keberhasilan proses belajar dapat tercapai dengan penyesuaian kondisi yang diciptakan sehingga kondisi yang diciptakan tersebut merupakan syarat memunculkan refleks baru . Dengan berdasarkan teori ini seorang pendidik dalam menerapkan model pembelajaran PAI berbasis cyber harus mampu terlebih dahulu mengkondisikan situasi yang akan dilakukan mulai dari menyiapkan sumber daya manusia baik berupa keterampilan guru maupun siswa dalam memanfaatkan dan mengoperasian komputer maupun ketersediaan sarana dan prasarana penunjangnya.
2. Kemudian dalam memanfaatkan dunia cyber dalam pembelajaran PAI kita membutuhkan model-model pengembangan antara lain :
a. Menentukan mata pelajaran yang akan dikembangkan yaitu materi pelajaran agama islam beserta bagian-bagiannya.
b. Mengidentifikasi silabus mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan agama islam.
c. Mengembangkan situs-situs yang bisa dijelajahi siswa dalam proses pembelajaran PAI.
d. Menyusun petunjuk penggunaan program berupa bagaimana mengelola informasi yang disajikan di internet untuk diaplikasikan pada mata pelajaran PAI disekolah.
e. Menyediakan jaringan berupa sarana dan prasarananya berkaitan dengan perangkat komputer dan jaringan internetnya .
B. RESPON MASYARAKAT TERHADAP PEMBELAJARAN BERBASIS CYBER
Dari berbagai uraian diatas ternyata pembelajaran PAI bisa lebih praktis jika memanfaatkan dunia cyber hal ini berdasarkan pertimbangan tingkat efisiensi dan efektifitasnya. Efisiensi adalah sebuah konsep yang mencerminkan perbandingan terbaik antara usaha dan hasilnya ( Gie, 1985 ). Suatu kegiatan belajar dapat dikatakan efisien apabila prestasi belajar yang diinginkan dapat dicapai dengan usaha yang minimal dan dengan usaha tersebut dapat memberikan prestasi belajar yang tinggi . Dengan internet siswa dapat menghemat biaya dan waktu dalam pembelajaran PAI dengan tidak terlalu banyak membeli buku-buku atau terjun langsung kesuatu lokasi untuk mencari permasalahan keagamaan berkaitan dengan PAI mereka cukup melakukan browsing diinternet.
Efektifitas merupakan kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang ingin dicapai. Efektifitas adalah bagaimana seseorang berhasil mendapatkan dan memanfaatkan metode belajar untuk memperoleh hasil yang baik. Efektifitas merupakan kesesuaian antara siswa dengan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa makna efektifitas itu berbeda sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan masing-masing, pendapat itu diakui oleh Chong dan Maginson ( 1981 ) dalam Efektivienes Means Different to Different People . Dengan dunia cyber pembelajaran PAI bisa lebih efektif karena antara materi dan hasil yang dicapai siswa bisa lebih memuaskan dan penggunanya pun tidak cepat jenuh dalam memanfaatkan dunia cyber.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demikianlah makalah ini dibuat dengan harapkan dengan makalah ini kita dapat mengetahui lebih jauh lagi tentang pembelajaran PAI berbasis cyber dan di harapkan nantinya dalam pelaksanaan suatu pendidikan bisa berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan suatu pendidikan
Dari berbagai pemaparan diatas maka pemakalah dapat memberikan kesimpulan bahwa modernisasi pembelajaran PAI berbasis cyber merupakan upaya perubahan dan perbaikan penggunaan media dan metode pembelajaran yang secara konvensional ( biasanya ) dilakukan dalam dunia pendidikan islam selama ini dengan melakukan pembaruan serta memanfaatkan hasil teknologi modern berupa dunia cyber atau yang sering kita sebut dengan internet. Untuk dapat menerapkan cyber dalam pembelajaran PAI dibutuhkan beberapa pendekatan berupa pendekatan fungsional dan pengalaman, kita juga harus dapat memahami dan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai manfaat, fasilitas dan cara mengoperasikan internet agar pembelajaran yang kita kerjakan akan menjadi lebih efektif dan efisien.
sumber-sumber
shafirashastrispasa.blogspot.com
http://zulfikarmatondang.blogspot.com/2009/12/dampak-negatif-dan-positif-internet.html
http://www.borneotribune.com/pendidikan/dampak-internet-terhadap-perilaku-anak.html
125.160.17.21/speedyorari/view.php?file=library/library-ref-ind/ref...
muslim-mualaf.blogspot.com/.../saya-mengenal-islam-melalui-internet.html
ejajufri.wordpress.com/2009/12/15/islam-dan-internet/
www.dudung.net/...islami/menyongsong-kejayaan-islam-melalui-internet.html
http://www.mail-archive.com/syiar-islam@yahoogroups.com/msg04915.html
Sabtu, 09 Januari 2010
KEBANGKITAN DAN PERANAN ISLAM DALAM KEHIDUPAN DI DUNIA
Kebangkitan Islam yang sedang terjadi adalah satu fenomena yang erat hubungannya dengan perkembangan umat manusia. Di masa lalu dari abad ke 7 hingga abad ke 19 Masehi, Islam serta peradaban yang dibentuknya mempunyai pengaruh yang tidak sedikit terhadap perkembangan umat manusia, termasuk tumbuhnya dunia Barat sebagai kekuatan yang menguasai dunia sejak abad ke 17 hingga sekarang. Pengaruh itu antara lain terlihat dalam Renaissance yang merupakan kebangkitan Eropa Barat dari Masa Kegelapan dan menjadi permulaan dari pertumbuhan peradaban Barat.
Akan tetapi sejak akhir abad ke 19 Islam mengalami gelombang surut ketika dunia Barat justru mencapai puncak perkembangannya. Pada waktu itu seakan-akan Islam sama sekali tidak ada artinya dalam kehidupan umat manusia. Bahkan Islam disamakan dengan keterbelakangan dan kemelaratan. Sebaliknya Barat mendominasi seluruh umat manusia, terutama karena penguasaannya atas ilmu pengetahuan dan teknologi. Barat pada waktu itu dianggap sebagai simbol kemajuan dan kesejahteraan.
Namun dalam alam ini tidak ada satu pun yang permanen, kecuali Allah Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula dalam kehidupan umat manusia selalu ada gelombang naik dan gelombang surut. Maka sejak abad ke 20 tampak permulaan dari kebangkitan kembali Islam. Terjadi satu Revitalisasi dari umat Islam yang selama lebih dari satu abad telah berada dalam kurve menurun. Sebagaimana kemajuan peradaban Islam di masa lalu telah merangsang terjadinya Renaissance dunia Barat, maka sebaliknya perkembangan peradaban Barat menciptakan kondisi umat manusia yang membuat umat Islam bangkit kembali.
Peradaban Barat telah menghasilkan kemajuan besar dan pesat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu berakibat terjadinya globalisasi, yaitu proses yang makin mendekatkan bagian umat manusia yang satu dengan yang lain sehingga seakan-akan dunia makin kecil dan tidak ada sesuatu terjadi yang tidak berdampak pada seluruh dunia dan umat manusia. Revitalisasi Islam berada dalam dunia dan umat manusia yang sedang dalam proses globalisasi itu. Karena itu mau tidak mau merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan atau dilepaskan dari proses itu.
B. Globalisasi dan Tantangan Umat Islam
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS ar-Ra’ad [13]: 11)
Ada yang paradoks dengan perkembangan umat Islam dewasa ini. Konflik yang bersumber dari persoalan furuiyah yang tidak mendasar masih terus dipelihara, korupsi, kemiskinan, keterbelakangan dan bahkan kelaparan belum ‘menjauh’ dari tubuh umat Islam.
Padahal, dunia terus bergerak maju. Globalisasi memungkinkan semua komponen masyarakat dunia menatap masa depan. Negara-negara maju terus melaju, sedangkan negara-negara berkembang lainnya terus bergerak menjadi negara industri baru. Mereka berlomba dan berpacu mewujudkan kemajuan untuk kejayaan bangsa dan kesejahteraan rakyatnya.
Ada sejumlah negara Muslim, yang sudah bergerak menjadi negara industri, seperti di Timur Tengah dan Asia Tenggara, tetapi mereka kalah dalam persoalan keunggulan kompetitif. Mereka mengandalkan kemurahan alam, sebagai bahan baku industri. Beruntung Allah s.w.t. memberkahi banyak negara-negara Muslim dengan minyak dan mineral, yang menjadi penopang kehidupan rakyatnya. Akan tetapi karunia yang besar yang Allah anugerahkan, ternyata tidak menjadi amunisi bagi kemajuan yang lebih luas. Sumber daya alam yang melimpah tidak menjadi berka, melainkan mengundang musibah karena kurangnya bersyukur.
Namun bagaimana dengan konteks globalisasi? Apakah manusia masih dapat berpangku tangan pada kemurahan alam? Secara teoretis, alam punya keterbatasan. Abad global adalah zaman inovasi dan kreativitas, tidak hanya di bidang rekayasa teknologi tetapi juga rekayasa sosial. Rekayasa teknologi dan rekayasa sosial berjalan seiring untuk menciptakan nilai tambah atas suatu hasil alam dan kreasi manusia demi mewujudkan tujuan-tujuan kehidupan manusia yang lebih baik.
Kita sependapat, pada dasarnya globalisasi sesuatu yang niscaya. Tidak ada tempat bagi eksklusifisme. Kekhawatiran yang muncul dewasa ini di banyak kalangan hanyalah tanda-tanda bahwa mereka sadar akan dampak mondialisme. Muncul kesadaran, pilihan yang tersedia tidak lebih dari dua: pecundang atau pemenang (perusak alam atau menjadi rahmat bagi semesta alam).
Umat Islam dengan populasi seperlima penduduk dunia sudah seharusnya menyadari betul fenomena zaman ini. Dulu sudah ada globalisasi, ditandai perdagangan antarkerajaan kuno, tribalisme, peperangan dan migrasi, tetapi globalisasi di zaman kita jauh berbeda. Globalisasi kali ini tidak ada persedennya dalam sejarah. Ke depan ia akan terus mengalami proses dialektika yang sistemik. Konflik dan ketegangan akan terus mewarnai proses sejarah manusia, tetapi resolusi akan terus diupayakan.
Internal umat Islam saat ini masih dililit sejumlah permasalahan krusial yang bisa menggiring umat menjadi pecundang sejati di era global. Di antaranya masalah kemiskinan. Kalau kita sejajarkan negara-negara Islam dari Maroko hingga Indonesia, umumnya masih dibelit kemiskinan yang bersifat struktural dan kultural sekaligus.
Apalagi di negara-negara Afrika dan Asia Selatan, angka kemiskinan makin membuncah. Sebutlah Nigeria, Sudan, Ethiopia, Senegal, Chad, atau Pantai Gading yang mayoritas Muslim, ternyata masih dibelit kemiskinan akut. Kematian akibat kekuragan gizi masih menjadi pamandangan biasa di benua hitam. Begitu pula di Asia Selatan. Gejala serupa juga melanda Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
Umat Islam juga masih dibelit korupsi. Di antara problem krusial yang menyebabkan keterbelakangan umat Islam adalah korupsi. Korupsi memang gejala mondial, seiring dengan perkembangan kapitalisme yang merusak, tetapi korupsi di negara-negara Muslim betul-betul telah bersifat destruktif. Ironisnya, terjadi pula resistensi atas gerakan antikorupsi.
Konflik yang berkepanjangan di negara-negara Muslim juga problem tersendiri. Secara umum, ini merupakan global paradox, sebagaimana dikatakan John Naisbit dan Patricia Aburden (1990), namun intensitas konflik di negara-negara Muslim sangat tidak masuk akal. Sering konflik itu terjadi antara umat Islam sendiri.
Tidak ada metode lain bagi umat Islam kecuali melakukan terobosan untuk keluar dari pelbagai permasalahan internalnya. Ini mengingat tantangan globalisasi bisa memunculkan dua kemungkinan tadi: menjadi pemenang atau pecundang. Konflik internal yang memelahkan harus dihentikan. Korupsi mesti diberantas karena inilah penyakit utama yang mengganjal kemajuan bangsa Islam selama ini.
Yang dibutuhkan adalah pemimpin-pemimpin Muslim yang mampu mentransformasi keunggulan kompetitif, bukan lagi keunggulan komparatif. Semua negara bisa menciptakan produk yang sama, tetapi bagaimana keunggulan komparatif yang masih dipunyai negara-negara Islam bisa dikonversikan menjadi sesuatu yang dapat bersaing di era pasar global, tidak hanya dalam konteks ekonomi, tapi juga sosial, politik, dan militer.
D. Perspektif Islam Masa Depan
Afzalurrahman Assalam, mahasiswa Teknik Geofisika ITB, dalam artikelnya “Tinjauan Kritis Terhadap Fase-fase Peradaban Islam” menjelaskan begitu banyak sesungguhnya apa yang sudah diwariskan oleh Umat Islam kepada dunia khususnya dunia Islam. Ia juga menerangkan bagaimana fase-fase peradaban berdasarkan prediksi dari Rasulullah Saw sendiri dimana fase-fase peradaban umat Islam dibagi menjadi 4 fase bersandarkan karakter kepemimpinan setiap masa yang berbeda-beda.
Fase pertama adalah fase dimana kepemimpinan dikelola oleh orang-orang yang mengacu pada cara kepemimpinan nabi yang adil dan mengangkat kewibawaan Islam. Kedua, merupakan masa dimana para penguasanya kebanyakan adalah penguasa yang sombong, angkuh, dan tidak lagi menggunakan manhaj kepemimpinan nabi. Ketiga, masa dimana para penguasanya adalah penguasa zholim, kejam dan menindas kaumnya sendiri. Keempat, merupakan masa dimana kepemimpinan umat Islam akan diusung kembali oleh penguasa yang adil sesuai dengan manhaj Rasulullah.
Jika kita ingin mengetahui gilang-gemilangnya warisan peradaban islam, kita dapat membaca artikel warisan peradaban Islam yang dituli oleh Shahib Al-Kutb. Disana disebutkan bahwa peradaban Islam adalah sebuah peradaban yang paling besar di dunia. Peradaban itu mampu menghasilkan sebuah negara super Subtropik hingga ke daerah tropik dan gurun. Dalam wilayah kekuasaannya tinggal ratusan warganya, yang terdiri dari berbagai kepercayaan dan bangsa. Salah satu dari sekian bahasanya menjadi bahasa universal dan menjadi jembatan yang menghubungkan antar warganya di berbagai negeri. Tentaranya tersusun dari berbagai bangsa. Kekuatan militernya mampu memberikan kedamaian dan kesejahteraan yang belum pernah ada sebelumnya. Jangkauan armada perdagangannya membentang dari Amerika latin sampai ke China, serta daerah-daerah yang berada di antara keduanya.
Kemudian Shahib Al-Kutb melanjutkan dengan menerangkan bagaimana umat Islam sebagai para pionir pakar ilmu pengetahuan di dunia: para arsiteknya mampu mendesain bangunan yang melawan hukum gravitasi. para pakar matematikanya menciptakan aljabar, juga logaritma yang menjadi landasan pengembangan teknologi komputer dan penyusun bahasa komputer. para dokternya mempelajari tubuh manusia hingga mampu menemukan berbagai obat untuk menyembhkan berbagai macam penyakit. Para pakar astronominya mengamati langit, memberikan nama-nama bintang, serta merintis teori seputar perjalanan dan penelitian ruang angkasa. Para penulisnya menghasilkan ribuan kisah. Diantaranya kisah-kisah tentang keberanian, cinta kasih, dan ilmu sihir. Para penyairnya menulis berbagai karya sastra bertemekan cinta, sementara penyair-penyair sebelumnya terlalu takut untuk memikirkan hal-hal seperti itu.
Ketika bangsa lain khawatir terhadap munculnya berbagi pemikiran, peradaban ini justru melindungi, mempertahankan, serta menyampaikannya kepada umat-umat lain.
Apa yang dikemukakan Shahib Al-Kutb jika dikaitkan dengan di fase mana kira-kira itu semua terjadi, memang sebagian besar ulama seperti yang ditulis oleh Afzalurrahman, berada pad fase pertama hingga fase ketiga. Sedangkan tahun 1429 Hijriyah yang kita masuki merupakan masa dimana kepemimpinan dipegang oleh orang-orang zholim, angkuh, dan menindas rakyatnya sendiri.
Pendidikan di Era Globalisasi
Pendidikan mempunyai peran besar sekali untuk menimbulkan perubahan pada diri umat Islam. Melalui pendidikan dapat dibentuk kondisi mental yang lebih kondusif untuk mengembangkan kebangkitan moral-spiritual yang dikehendaki. Demikian pula penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diusahakan melalui pelaksanaan pendidikan yang tepat. Namun harus pula disadari bahwa hasil dari proses pendidikan baru terasa secara sungguh-sungguh setelah berlalunya satu generasi. Oleh karena Kebangkitan Islam sekarang sudah berjalan maka pendidikan harus dibarengi dengan terbentuknya Kepemimpinan yang dapat menjalankan proses perubahan tersebut sejak sekarang. Bahkan Kepemimpinan itu sangat penting untuk menimbulkan proses pendidikan yang diperlukan.
Proses pendidikan meliputi banyak sekali segi dan sebenarnya setiap kegiatan manusia mengandung unsur pendidikan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan meliputi sistem sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dua hal itu harus saling mendukung untuk mencapai hasil yang optimal. Dalam pendidikan luar sekolah yang amat besar perannya adalah pendidikan di lingkungan keluarga. Sebab di lingkungan keluarga manusia lahir dan tumbuh di masa yang paling menentukan bagi pembentukan kepribadiannya.
Hal ini terutama terasa dalam Era Globalisasi yang membuat setiap unsur masyarakat makin intensif hubungannya dengan unsur masyarakat lainnya, demikian pula dengan unsur masyarakat luar negeri. Hubungan itu dapat berupa kerjasama atau persaingan yang dalam Era Globalisasi makin intensif kondisinya. Akibatnya adalah bahwa tidak cukup hanya sebagian kecil masyarakat bermutu tinggi untuk mencapai kemajuan satu bangsa atau satu umat. Harus sebanyak mungkin warga masyarakat mempunyai mutu tinggi untuk dapat melakukan kerjasama dan persaingan bangsa dan umat. Hal ini menimbulkan tantangan yang amat berat, yaitu harus ada pendidikan yang besar kuantitasnya sehingga meliputi sebanyak mungkin warga masyarakat, maupun setinggi mungkin kualitasnya untuk seluruh pendidikan yang diselenggarakan. Hal ini merupakan tantangan besar untuk pengadaan dan penyediaan Sumberdaya, baik Sumberdaya Manusia, Sumberdaya Uang maupun Sumberdaya Material. Dan karena sumberdaya pada dasarnya adalah langka, maka timbul tantangan kuat terhadap kemampuan Manajemen Pendidikan di satu pihak dan di pihak lain adanya Komitmen yang kuat pada Kepemimpinan Bangsa untuk pengadaan Sumberdaya itu.
Sebagaimana telah dikemukakan, pengaruh dari pendidikan luar sekolah, khususnya pendidikan di lingkungan keluarga, amat besar terhadap seluruh proses pendidikan. Amat besar peran orang tua dalam membentuk kepribadian anak yang sudah mulai dibentuk sejak kecil sebelum masuk sekolah. Sebab itu harus ada usaha yang kuat dan sistematis agar para orang tua memainkan peran itu dengan sebaik-baiknya. Kondisi dan suasana masyarakat serta lingkungan kehidupan pada umumnya berpengaruh kuat terhadap peran orang tua itu.
Hal ini semua juga berlaku bagi umat Islam yang memperjuangkan Kebangkitan Islam. Khususnya hal ini berlaku bagi umat Islam di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 170 juta orang. Jumlah yang besar itu merupakan asset bagi Kebangkitan Islam dan pertumbuhan bangsa Indonesia, kalau setiap Muslim bermutu tinggi. Akan tetapi sebaliknya kalau mutunya rendah justru menjadi satu liability atau gangguan yang amat berat. Sebab itu umat Islam Indonesia dan terutama para pemimpinnya harus mengembangkan komitmen yang sekuat-kuatnya untuk menyelenggarakan pendidikan yang sebaik-baiknya.
F. Moderasi Islam
Kita paham betul bahwa saat ini penganut Islam di dunia sedang berada pada titik dimana secara keseluruhan mendapatkan stigma negatif bahwa Islam adalah agama teroris. Salah satu penyebab dari hal ini dapat kita sebut adalah sikap fanatik ekstrem yang sesungguhnya sangat bertentangan dengan Islam yang memiliki ciri sebagai agama yang moderat (ummatan wa shatan).
Dalam artikelnya yang pernah dimuat dalam harian umum Republika pada bulan Juli 2007, H. Samson Rahman M.A., menyebutkan bahwa ada sepuluh ciri dasar Islam moderat yang menjadi landasan pengambilan sikap dalam kehidupan.
Pertama, pemikiran Islam moderat tidak menjadikan akal sebagai hakim sebagai pengambil keputusan akhir jika yang menjadi keputusan itu berseberangan dengan nash. Namun demikian, pemikiran tersebut juga tidak menafikan akal untuk bisa memahami nash. kedua, pemikiran Islam moderat memiliki sikap luwes dalam beragama. Ketiga, pemikiran Islam moderat tidak pernah mengkuduskan turats (khazanah pemikiran lama) jika jelas-jelas ada kekurangannya. Di saat yang sama, pemikiran ini juga tidak pernah meremehkannya jika di dalamnya ada keindahan-keindahan hidayah.
Keempat, pemikiran Islam moderat merupakan pertengahan di antara kalangan filsafat idealis yang hampir-hampir tidak bersentuhan dengan realitas dan jauh dari sikap pragmatis yang sama sekali tidak memiliki idealisme. Kelima, pemikrian Islam moderat adalah sikap pertengahan. Pemikiran Islam moderat bersikap lentur dan senantiasa adaptatif dalam sarana namun tetap kokoh dan ajeg sepanjang menyangkut masalah prinsip. keenam, pemikiran Islam moderat tidak pernah melakukan pembaruan dan ijtihad dalam hal-hal yang bersifat pokok serta jelas dalam agama dan merupakan masalah-masalah qath’i. Islam moderat juga tidak setuju dengan sikap taklid berlebihan sehingga menutup pintu ijtihad.
Ketujuh, pemikiran Islam moderat tidak pernah meremehkan nash. kedelapan, pemikiran Islam moderat berbeda dengan sikap orang-orang yang hanya mendengungkan universalisme tanpa melihat kondisi dan keadaan setempat. Kesembilan, Islam moderat tidak berlebihan dalam mengharamkan sesuatu dan tidak berani menghalalkan sesuatu yang jelas haram. Kesepuluh, pemikiran Islam moderat terbuka terhadap peradaban manapun namun akan senantiasa mampu mempertahankan jati dirinya.
Akan tetapi sejak akhir abad ke 19 Islam mengalami gelombang surut ketika dunia Barat justru mencapai puncak perkembangannya. Pada waktu itu seakan-akan Islam sama sekali tidak ada artinya dalam kehidupan umat manusia. Bahkan Islam disamakan dengan keterbelakangan dan kemelaratan. Sebaliknya Barat mendominasi seluruh umat manusia, terutama karena penguasaannya atas ilmu pengetahuan dan teknologi. Barat pada waktu itu dianggap sebagai simbol kemajuan dan kesejahteraan.
Namun dalam alam ini tidak ada satu pun yang permanen, kecuali Allah Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula dalam kehidupan umat manusia selalu ada gelombang naik dan gelombang surut. Maka sejak abad ke 20 tampak permulaan dari kebangkitan kembali Islam. Terjadi satu Revitalisasi dari umat Islam yang selama lebih dari satu abad telah berada dalam kurve menurun. Sebagaimana kemajuan peradaban Islam di masa lalu telah merangsang terjadinya Renaissance dunia Barat, maka sebaliknya perkembangan peradaban Barat menciptakan kondisi umat manusia yang membuat umat Islam bangkit kembali.
Peradaban Barat telah menghasilkan kemajuan besar dan pesat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu berakibat terjadinya globalisasi, yaitu proses yang makin mendekatkan bagian umat manusia yang satu dengan yang lain sehingga seakan-akan dunia makin kecil dan tidak ada sesuatu terjadi yang tidak berdampak pada seluruh dunia dan umat manusia. Revitalisasi Islam berada dalam dunia dan umat manusia yang sedang dalam proses globalisasi itu. Karena itu mau tidak mau merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan atau dilepaskan dari proses itu.
B. Globalisasi dan Tantangan Umat Islam
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS ar-Ra’ad [13]: 11)
Ada yang paradoks dengan perkembangan umat Islam dewasa ini. Konflik yang bersumber dari persoalan furuiyah yang tidak mendasar masih terus dipelihara, korupsi, kemiskinan, keterbelakangan dan bahkan kelaparan belum ‘menjauh’ dari tubuh umat Islam.
Padahal, dunia terus bergerak maju. Globalisasi memungkinkan semua komponen masyarakat dunia menatap masa depan. Negara-negara maju terus melaju, sedangkan negara-negara berkembang lainnya terus bergerak menjadi negara industri baru. Mereka berlomba dan berpacu mewujudkan kemajuan untuk kejayaan bangsa dan kesejahteraan rakyatnya.
Ada sejumlah negara Muslim, yang sudah bergerak menjadi negara industri, seperti di Timur Tengah dan Asia Tenggara, tetapi mereka kalah dalam persoalan keunggulan kompetitif. Mereka mengandalkan kemurahan alam, sebagai bahan baku industri. Beruntung Allah s.w.t. memberkahi banyak negara-negara Muslim dengan minyak dan mineral, yang menjadi penopang kehidupan rakyatnya. Akan tetapi karunia yang besar yang Allah anugerahkan, ternyata tidak menjadi amunisi bagi kemajuan yang lebih luas. Sumber daya alam yang melimpah tidak menjadi berka, melainkan mengundang musibah karena kurangnya bersyukur.
Namun bagaimana dengan konteks globalisasi? Apakah manusia masih dapat berpangku tangan pada kemurahan alam? Secara teoretis, alam punya keterbatasan. Abad global adalah zaman inovasi dan kreativitas, tidak hanya di bidang rekayasa teknologi tetapi juga rekayasa sosial. Rekayasa teknologi dan rekayasa sosial berjalan seiring untuk menciptakan nilai tambah atas suatu hasil alam dan kreasi manusia demi mewujudkan tujuan-tujuan kehidupan manusia yang lebih baik.
Kita sependapat, pada dasarnya globalisasi sesuatu yang niscaya. Tidak ada tempat bagi eksklusifisme. Kekhawatiran yang muncul dewasa ini di banyak kalangan hanyalah tanda-tanda bahwa mereka sadar akan dampak mondialisme. Muncul kesadaran, pilihan yang tersedia tidak lebih dari dua: pecundang atau pemenang (perusak alam atau menjadi rahmat bagi semesta alam).
Umat Islam dengan populasi seperlima penduduk dunia sudah seharusnya menyadari betul fenomena zaman ini. Dulu sudah ada globalisasi, ditandai perdagangan antarkerajaan kuno, tribalisme, peperangan dan migrasi, tetapi globalisasi di zaman kita jauh berbeda. Globalisasi kali ini tidak ada persedennya dalam sejarah. Ke depan ia akan terus mengalami proses dialektika yang sistemik. Konflik dan ketegangan akan terus mewarnai proses sejarah manusia, tetapi resolusi akan terus diupayakan.
Internal umat Islam saat ini masih dililit sejumlah permasalahan krusial yang bisa menggiring umat menjadi pecundang sejati di era global. Di antaranya masalah kemiskinan. Kalau kita sejajarkan negara-negara Islam dari Maroko hingga Indonesia, umumnya masih dibelit kemiskinan yang bersifat struktural dan kultural sekaligus.
Apalagi di negara-negara Afrika dan Asia Selatan, angka kemiskinan makin membuncah. Sebutlah Nigeria, Sudan, Ethiopia, Senegal, Chad, atau Pantai Gading yang mayoritas Muslim, ternyata masih dibelit kemiskinan akut. Kematian akibat kekuragan gizi masih menjadi pamandangan biasa di benua hitam. Begitu pula di Asia Selatan. Gejala serupa juga melanda Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
Umat Islam juga masih dibelit korupsi. Di antara problem krusial yang menyebabkan keterbelakangan umat Islam adalah korupsi. Korupsi memang gejala mondial, seiring dengan perkembangan kapitalisme yang merusak, tetapi korupsi di negara-negara Muslim betul-betul telah bersifat destruktif. Ironisnya, terjadi pula resistensi atas gerakan antikorupsi.
Konflik yang berkepanjangan di negara-negara Muslim juga problem tersendiri. Secara umum, ini merupakan global paradox, sebagaimana dikatakan John Naisbit dan Patricia Aburden (1990), namun intensitas konflik di negara-negara Muslim sangat tidak masuk akal. Sering konflik itu terjadi antara umat Islam sendiri.
Tidak ada metode lain bagi umat Islam kecuali melakukan terobosan untuk keluar dari pelbagai permasalahan internalnya. Ini mengingat tantangan globalisasi bisa memunculkan dua kemungkinan tadi: menjadi pemenang atau pecundang. Konflik internal yang memelahkan harus dihentikan. Korupsi mesti diberantas karena inilah penyakit utama yang mengganjal kemajuan bangsa Islam selama ini.
Yang dibutuhkan adalah pemimpin-pemimpin Muslim yang mampu mentransformasi keunggulan kompetitif, bukan lagi keunggulan komparatif. Semua negara bisa menciptakan produk yang sama, tetapi bagaimana keunggulan komparatif yang masih dipunyai negara-negara Islam bisa dikonversikan menjadi sesuatu yang dapat bersaing di era pasar global, tidak hanya dalam konteks ekonomi, tapi juga sosial, politik, dan militer.
D. Perspektif Islam Masa Depan
Afzalurrahman Assalam, mahasiswa Teknik Geofisika ITB, dalam artikelnya “Tinjauan Kritis Terhadap Fase-fase Peradaban Islam” menjelaskan begitu banyak sesungguhnya apa yang sudah diwariskan oleh Umat Islam kepada dunia khususnya dunia Islam. Ia juga menerangkan bagaimana fase-fase peradaban berdasarkan prediksi dari Rasulullah Saw sendiri dimana fase-fase peradaban umat Islam dibagi menjadi 4 fase bersandarkan karakter kepemimpinan setiap masa yang berbeda-beda.
Fase pertama adalah fase dimana kepemimpinan dikelola oleh orang-orang yang mengacu pada cara kepemimpinan nabi yang adil dan mengangkat kewibawaan Islam. Kedua, merupakan masa dimana para penguasanya kebanyakan adalah penguasa yang sombong, angkuh, dan tidak lagi menggunakan manhaj kepemimpinan nabi. Ketiga, masa dimana para penguasanya adalah penguasa zholim, kejam dan menindas kaumnya sendiri. Keempat, merupakan masa dimana kepemimpinan umat Islam akan diusung kembali oleh penguasa yang adil sesuai dengan manhaj Rasulullah.
Jika kita ingin mengetahui gilang-gemilangnya warisan peradaban islam, kita dapat membaca artikel warisan peradaban Islam yang dituli oleh Shahib Al-Kutb. Disana disebutkan bahwa peradaban Islam adalah sebuah peradaban yang paling besar di dunia. Peradaban itu mampu menghasilkan sebuah negara super Subtropik hingga ke daerah tropik dan gurun. Dalam wilayah kekuasaannya tinggal ratusan warganya, yang terdiri dari berbagai kepercayaan dan bangsa. Salah satu dari sekian bahasanya menjadi bahasa universal dan menjadi jembatan yang menghubungkan antar warganya di berbagai negeri. Tentaranya tersusun dari berbagai bangsa. Kekuatan militernya mampu memberikan kedamaian dan kesejahteraan yang belum pernah ada sebelumnya. Jangkauan armada perdagangannya membentang dari Amerika latin sampai ke China, serta daerah-daerah yang berada di antara keduanya.
Kemudian Shahib Al-Kutb melanjutkan dengan menerangkan bagaimana umat Islam sebagai para pionir pakar ilmu pengetahuan di dunia: para arsiteknya mampu mendesain bangunan yang melawan hukum gravitasi. para pakar matematikanya menciptakan aljabar, juga logaritma yang menjadi landasan pengembangan teknologi komputer dan penyusun bahasa komputer. para dokternya mempelajari tubuh manusia hingga mampu menemukan berbagai obat untuk menyembhkan berbagai macam penyakit. Para pakar astronominya mengamati langit, memberikan nama-nama bintang, serta merintis teori seputar perjalanan dan penelitian ruang angkasa. Para penulisnya menghasilkan ribuan kisah. Diantaranya kisah-kisah tentang keberanian, cinta kasih, dan ilmu sihir. Para penyairnya menulis berbagai karya sastra bertemekan cinta, sementara penyair-penyair sebelumnya terlalu takut untuk memikirkan hal-hal seperti itu.
Ketika bangsa lain khawatir terhadap munculnya berbagi pemikiran, peradaban ini justru melindungi, mempertahankan, serta menyampaikannya kepada umat-umat lain.
Apa yang dikemukakan Shahib Al-Kutb jika dikaitkan dengan di fase mana kira-kira itu semua terjadi, memang sebagian besar ulama seperti yang ditulis oleh Afzalurrahman, berada pad fase pertama hingga fase ketiga. Sedangkan tahun 1429 Hijriyah yang kita masuki merupakan masa dimana kepemimpinan dipegang oleh orang-orang zholim, angkuh, dan menindas rakyatnya sendiri.
Pendidikan di Era Globalisasi
Pendidikan mempunyai peran besar sekali untuk menimbulkan perubahan pada diri umat Islam. Melalui pendidikan dapat dibentuk kondisi mental yang lebih kondusif untuk mengembangkan kebangkitan moral-spiritual yang dikehendaki. Demikian pula penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diusahakan melalui pelaksanaan pendidikan yang tepat. Namun harus pula disadari bahwa hasil dari proses pendidikan baru terasa secara sungguh-sungguh setelah berlalunya satu generasi. Oleh karena Kebangkitan Islam sekarang sudah berjalan maka pendidikan harus dibarengi dengan terbentuknya Kepemimpinan yang dapat menjalankan proses perubahan tersebut sejak sekarang. Bahkan Kepemimpinan itu sangat penting untuk menimbulkan proses pendidikan yang diperlukan.
Proses pendidikan meliputi banyak sekali segi dan sebenarnya setiap kegiatan manusia mengandung unsur pendidikan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan meliputi sistem sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dua hal itu harus saling mendukung untuk mencapai hasil yang optimal. Dalam pendidikan luar sekolah yang amat besar perannya adalah pendidikan di lingkungan keluarga. Sebab di lingkungan keluarga manusia lahir dan tumbuh di masa yang paling menentukan bagi pembentukan kepribadiannya.
Hal ini terutama terasa dalam Era Globalisasi yang membuat setiap unsur masyarakat makin intensif hubungannya dengan unsur masyarakat lainnya, demikian pula dengan unsur masyarakat luar negeri. Hubungan itu dapat berupa kerjasama atau persaingan yang dalam Era Globalisasi makin intensif kondisinya. Akibatnya adalah bahwa tidak cukup hanya sebagian kecil masyarakat bermutu tinggi untuk mencapai kemajuan satu bangsa atau satu umat. Harus sebanyak mungkin warga masyarakat mempunyai mutu tinggi untuk dapat melakukan kerjasama dan persaingan bangsa dan umat. Hal ini menimbulkan tantangan yang amat berat, yaitu harus ada pendidikan yang besar kuantitasnya sehingga meliputi sebanyak mungkin warga masyarakat, maupun setinggi mungkin kualitasnya untuk seluruh pendidikan yang diselenggarakan. Hal ini merupakan tantangan besar untuk pengadaan dan penyediaan Sumberdaya, baik Sumberdaya Manusia, Sumberdaya Uang maupun Sumberdaya Material. Dan karena sumberdaya pada dasarnya adalah langka, maka timbul tantangan kuat terhadap kemampuan Manajemen Pendidikan di satu pihak dan di pihak lain adanya Komitmen yang kuat pada Kepemimpinan Bangsa untuk pengadaan Sumberdaya itu.
Sebagaimana telah dikemukakan, pengaruh dari pendidikan luar sekolah, khususnya pendidikan di lingkungan keluarga, amat besar terhadap seluruh proses pendidikan. Amat besar peran orang tua dalam membentuk kepribadian anak yang sudah mulai dibentuk sejak kecil sebelum masuk sekolah. Sebab itu harus ada usaha yang kuat dan sistematis agar para orang tua memainkan peran itu dengan sebaik-baiknya. Kondisi dan suasana masyarakat serta lingkungan kehidupan pada umumnya berpengaruh kuat terhadap peran orang tua itu.
Hal ini semua juga berlaku bagi umat Islam yang memperjuangkan Kebangkitan Islam. Khususnya hal ini berlaku bagi umat Islam di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 170 juta orang. Jumlah yang besar itu merupakan asset bagi Kebangkitan Islam dan pertumbuhan bangsa Indonesia, kalau setiap Muslim bermutu tinggi. Akan tetapi sebaliknya kalau mutunya rendah justru menjadi satu liability atau gangguan yang amat berat. Sebab itu umat Islam Indonesia dan terutama para pemimpinnya harus mengembangkan komitmen yang sekuat-kuatnya untuk menyelenggarakan pendidikan yang sebaik-baiknya.
F. Moderasi Islam
Kita paham betul bahwa saat ini penganut Islam di dunia sedang berada pada titik dimana secara keseluruhan mendapatkan stigma negatif bahwa Islam adalah agama teroris. Salah satu penyebab dari hal ini dapat kita sebut adalah sikap fanatik ekstrem yang sesungguhnya sangat bertentangan dengan Islam yang memiliki ciri sebagai agama yang moderat (ummatan wa shatan).
Dalam artikelnya yang pernah dimuat dalam harian umum Republika pada bulan Juli 2007, H. Samson Rahman M.A., menyebutkan bahwa ada sepuluh ciri dasar Islam moderat yang menjadi landasan pengambilan sikap dalam kehidupan.
Pertama, pemikiran Islam moderat tidak menjadikan akal sebagai hakim sebagai pengambil keputusan akhir jika yang menjadi keputusan itu berseberangan dengan nash. Namun demikian, pemikiran tersebut juga tidak menafikan akal untuk bisa memahami nash. kedua, pemikiran Islam moderat memiliki sikap luwes dalam beragama. Ketiga, pemikiran Islam moderat tidak pernah mengkuduskan turats (khazanah pemikiran lama) jika jelas-jelas ada kekurangannya. Di saat yang sama, pemikiran ini juga tidak pernah meremehkannya jika di dalamnya ada keindahan-keindahan hidayah.
Keempat, pemikiran Islam moderat merupakan pertengahan di antara kalangan filsafat idealis yang hampir-hampir tidak bersentuhan dengan realitas dan jauh dari sikap pragmatis yang sama sekali tidak memiliki idealisme. Kelima, pemikrian Islam moderat adalah sikap pertengahan. Pemikiran Islam moderat bersikap lentur dan senantiasa adaptatif dalam sarana namun tetap kokoh dan ajeg sepanjang menyangkut masalah prinsip. keenam, pemikiran Islam moderat tidak pernah melakukan pembaruan dan ijtihad dalam hal-hal yang bersifat pokok serta jelas dalam agama dan merupakan masalah-masalah qath’i. Islam moderat juga tidak setuju dengan sikap taklid berlebihan sehingga menutup pintu ijtihad.
Ketujuh, pemikiran Islam moderat tidak pernah meremehkan nash. kedelapan, pemikiran Islam moderat berbeda dengan sikap orang-orang yang hanya mendengungkan universalisme tanpa melihat kondisi dan keadaan setempat. Kesembilan, Islam moderat tidak berlebihan dalam mengharamkan sesuatu dan tidak berani menghalalkan sesuatu yang jelas haram. Kesepuluh, pemikiran Islam moderat terbuka terhadap peradaban manapun namun akan senantiasa mampu mempertahankan jati dirinya.
metode - metode penelitian tafsir
Munculnya berbagai model dan metode penafsiran terhadap al-Qur’an dalam sepanjang sejarah umat Islam merupakan salah satu bentuk upaya membuka dan menyingkap pesan-pesan teks secara optimal sesuai dengan kemampuan dan kondisi sosial sang mufasir. Salah satu metode penafsiran yang telah digunakan oleh sebagian mufasir dalam sejarah penafsiran umat Islam adalah metode Ijmali, seperti yang akan diuraikan dalam tulisan ini. Metode tafsir ijmali merupakan salah satu dari 4 metode penafsiran (maudlu’i, muqaran dan tahlili)yang pernah berkembang di kalangan umat Islam dan diterapkan menjadi beberapa kitab tafsir.
Metode Tafsir Ijmali
1.Definisi
Secara definitif, metode ijmali (global) ialah mencoba menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas dan padat, tetapi mencakup (global). Metode ini mengulas setiap ayat al-Qur’an dengan sangat sederhana, tanpa ada upaya untuk memberikan pengkayaan dengan wawasan yang lain, sehingga pembahasan yang dilakukan hanya menekankan pada pemahaman yang ringkas dan bersifat global.
Dalam metode ini, mufasir berupaya untuk menjelaskan makna-makna al-Qur’an dengan uraian singkat dan mudah dipahami oleh pembaca dalam semua tingkatan, baik tingkatan orang yang memiliki pengetahuan yang ala kadarnya sampai pada orang yang berpengetahuan luas.
Dengan kata lain, metode tafsir ijmali menempatkan setiap ayat hanya sekedar ditafsirkan dan tidak diletakkan sebagai obyek yang harus dianalisa secara tajam dan berwawasan luas, sehingga masih menyiasakan sesuatu yang dangkal, karena penyajian yang dilakukan tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an, sehingga membaca tafsir yang dihasilkan dengan memakai metode ijmali, layaknya membaca ayat al-Qur’an. Uraian yang singkat dan padat membuat tafsir dengan metode ijmali tidak jauh beda dengan ayat yang ditafsirkan.
2.Tujuan dan Target
Metode ijmali yang dipakai oleh para mufasir memang sangat mudah untuk dibaca karena tidak mengandalkan pendekatan analitis, tetapi dilakukan dengan pola tafsir yang mudah dan tidak berbelit-belit, walaupun masih menyisakan sesuatu yang harus ditelaah ulang. Metode ijmali memiliki tujuan dan target bahwa pembaca harus bisa memahami kandungan pokok al-Qur’an sebagai kitab suci yang memberikan petunjuk hidup.
3.Mekanisme Penafsiran
Proses penafsiran dengan menggunakan metode ijmali sebenarnya tidak jauh beda dengan metode-metode yang lain, terutama dengan metode tahlili( analitis). Mekanisme penafsiran dengan metode ijmali dilakukan dengan cara menguraikan ayat demi ayat ayat serta surat demi surat yang ada dalam al-Qur’an secara sistematis. Semua ayat ditafsirkan secara berurutan dari awal sampai akhir secara ringkas dan padat dan bersifat umum. Uraian yang dilakukan dalam metode ini mencakup beberapa aspek uraian terkait dengan ayat-ayat yang ditafsirkan, antara lain :
1.Mengartikan setiap kosakata yang ditafsirkan dengan kosakata yang lain yang tidak jauh menyimpang dari kosa kata yang ditafsirkan.
2.Menjelaskan konotasi setiap kalimat yang ditafsirkan sehingga menjadi jelas.
3.Menyebutkan latar belakang turunnya (azbabun nuzul) ayat yang ditafsirkan, walaupun tidak semua ayat disertai dengan azbabun nuzul. Azbabun nuzul ini dijadikan sebagai pelengkap yang memotivasi turunnya ayat yang ditafsirkan. Azbabun nuzul menjadi sangat urgen, karena dalam azbabun nuzul mencakup beberap hal : (a) peristiwa, (b) pelaku, dan (c) waktu.
4.Memberikan penjelasan dengan pendapat-pendapat yang telah dikeluarkan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, tabi’in maupun tokoh tafsir.
4.Ciri Metode Ijmali
Metode ijmali berbeda jauh dengan metode komparatif maupun metode tematik. Kedua metode tersebut lebih populer di kalangan dunia tafsir, sementara metode ijmali tidak sepopuler kedua metode tersebut. Ciri khas metode ijmali, antara lain. Petama, mufasir langsung menafsirkan setiap ayat dari awal sampai akhir, tanpa memasukkan upaya perbandingan dan tidak disertai dengan penetapan judul, seperti yang terjadi pada metode komparatif (muqaran) dan metode maudhu’i (tematik).
Kedua, penafsiran yang sangat ringkas dan bersifat umum, membuat metode ini lebih sanat tertutup bagi munculnya ide-ide yang lain selain sang mufasir untuk memperkawa wawasan penafsiran. Oleh karena itu, tafsir ijmali dilakukan secara rinci, tetapi ringkas, sehingga membaca tafsir dengan metode ini mengesankan persis sama dengan membaca al-Qur’an.
Ketiga, dalam tafsir-tafsir ijmali tidak semua ayat ditafsirkan dengan penjelasan yang ringkas, terdapat beberapa ayat tertentu (sangat terbatas) yang ditafsirkan agak luas, tetapi tidak sampai mengarah pada penafsiran yang bersifat analitis. Artinya, walaupun ada beberapa ayat yang ditafsirkan agak panjang, hanya sebatas penjelasan yang tidak analitis dan tidak komparatif.
Kritik Metodologis
Sebagai sebuah metode penafsiran, metode ijmali di satu sisi memang merupakan bagian dari proses mencari makna di balik ayat-ayat al-Qur’an, yang tentu saja sah-sah saja diterapkan seperti metode-metode yang lain. Dalam upaya menafsirkan al-Qur’an, metode apapun bisa diterapkan selama dimaksudkan dalam rangka memahami al-Qur’an yang notabene memiliki makna dan pesan yang sangat universal. Dengan pesan yang universal tersebut, telah banyak melahirkan metode dan corak penafsiran. Inilah yang menjadi kekhasan al-Qur’an yang tidak dimiliki oleh teks-teks yang lain. Wacana al-Qur’an, merupakan firman yang luas maknanya dan beragam sisi signifikansinya. Ia merupakan firman yang tidak mungkin dibatasi makna dan signifikansinya.
Menurut Nasr Hamid Abu Zaid, beragamnya tafsir dan interpretasi terhadap al-Qur’an, karena teks menjadi sentral suatu peradaban atau kebudayaan, dan keragaman ini terjadi menurut Nasr Hamid, karena beberapa faktor. Pertama, dan ini oleh Nasr Hamid dianggap sebagai faktor yang penting, adalah sifat dan watak ilmu yang disentuh oleh teks. Artinya, disiplin tertentu sangat menentukan terhadap tujuan interpretasi dan pendekatannya. Kedua, adalah horizon epistimologi yang dipergunakan oleh seorang ilmuwan dalam menangani teks. Dengan horizon tersebut, ia mengusahakan bagaimana teks bisa mengungkapkan dirinya.
Setiap metode tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dalam menguak makna al-Qur’an ada yang tidak bisa secara utuh menyentuh makna dan pesan dasar yang ingin disampaikan oleh al-Qur’an.
Kelebihan pada metode ijmali, terletak pada proses dan bentuknya yang mudah dibaca, dan sangat ringkas serta bersifat umum, sehingga bisa terhindar dari upaya-upaya penafsiran yang bersifat isra’iliyat. Pengaruh penfsiran isra’iliyat dalam metode ijmali bisa diantisipasi, karena pembahasan tafsir yang ringkas dan padat, sehingga sangat tidak memungkinkan seorang mufasir memasukkan unsur-unsur lain, seperti penafsiran dengan cerita-cerita isra’iliyat menyatu ke dalam tafsirannya.
Dalam beberapa kitab tafsir ditulis dengan metode ijmali, seperti Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim, karya Muhammad Farid Wajdi, kitab Al-Tafsir al-Wasith, terbitan Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, Taj al-Tafasir, karya Muhammad Ustman al-Mirghani, dan kitab Tafsir Jalalain, karya bareng Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi. Kitab-kitab tafsir ini secara metodis ditulis dengan metode yang sama, yaitu metode ijmali, sehingga paradigma dan corak tafsirnya tentu saja memiliki kesamaan.
Namun demikian, seiring perkembangan zaman yang notabene menuntut adanya perubahan pola dan paradigma dalam melakukan proses penafsiran metode ijmali dalam kenyataannya termasuk metode yang kurang diganderungi, terutama oleh mufasir-mufasir kontemporer.
Dibandingkan metode komparatif dan metode analitis, metode ijmali (global) termasuk metode yang banyak menuai banyak kritik, dengan beberapa alas an.
Pertama, tekstualistik-skriptualitik. Metode ijmali termasuk metode yang bersifat tekstualistik-skriptualistik. Tafsir tekstulis-skriptulistis lebih menekankan pada kualitas teks daripada substansi teks, sehingga memunculkan kesan tafsir tekstualis lebih akrab dengan apa yang ada pada teks secara dhohir, padahal makna yang seharusnya dikuak terkadang tidak bisa mencerminkan tujuan moral dari teks yang seharusnya dikuak.
paradigma tekstualis-skriptualistik dalam penafsiran disinyalir tidak mampu memenerjemahkan makna dasar dari sebuah ayat, karena logika penafsiran hanya bertumpu pada kekuataan teks, sehingga melahirkan tafsir tektualis (tradisional). Menurut Hasan Hanafi, tafsir tradisional seringkali terjebak pada penafsiran yang bertele-tele, menafsirkan teks secara umum tanpa memperhatikan apakah dibutuhkan penafsiran di situ atau tidak.
Teks dijadikan sebagai obyek pembacaan apa adanya, tanpa mencoba membongkar makna-makna yang tersimpan di balik teks. Teks hanya dipandang pada sisi dzohir, bukan pada sisi terdalam sebuah teks. Cara pandang tekstualis dalam memahami al-Qur’an ini, pada akhirnya melahirkan kesimpulan yang tidak dalam, sehingga masih menyimpan pertanyaan-pertanyaan tentang pesan-pesan yang sebenarnya akan disampaikan oleh teks. Artinya, pendekatan tekstualis dalam memahami teks, cenderung menciptakan satu kondisi dimana realitas makna yang tersimpan atau pesan moral di balim teks “ telah diperkosa” untuk mengkuti apa yang tampak pada teks secara dhohir. Metode ijmali memakai pendekatan yang analitis sempit, yaitu tidak hanya sebatas gambaran-gambaran singkat dan umum, sehingga tidak menyentuh pada substansi teks, misalnya dalam tafsir jalalain yang ditulis dengan metode ijmali.
Dalam tafsir Jalalain setiap ayat hanya ditafsirkan dengan tetap terpaku pada kekuatan teks dan tidak dilakukan pada uhasa untuk membongkar teks secara analitis yang mendalam. Ada asumsi yang menyebutkan bahwa Jalalain merupakan tafsir yang mengedepankan corak “bertolak dari teks, berakhir pada teks dan atas petunjuk teks” dan belum mempertimbangkan realitas sebagai penghantar pada pencapaian makna. Walaupun memang dalam metode ini, azbabun nuzul juga menjadi sesuatu yang tidak dinafikan, tetapi azababun nuzul disebutkan “terkesan hanya sekedar” dijadikan sebagai pelengkap, karena tidak analisa filosofis terhadap azbabun nuzul tersebut, padahal azababun nuzul merupakan landasan pijak bagi sebuah ayat. Menurut Fazlurrahman, dalam memahami teks-teks al-Qur’an harus dilihat dalam konteks sosio-historisnya (azababun nuzul) secara tepat.
Kedua, hegemoni penafsir. Dalam tafsir dengan metode ijmali dimana uraian dan pembahasan tafsir hanya dilakukan dengan cara yang singkat dan global, sehingga tidak membuka ruang yang lebar untuk memasukkan ide-ide dari pihak lain, sehingga melahirkan paradigma hegemoni penafsiran yang berlebihan. Walaupun memang, dalam setiap penafsiran setiap mufasir memiliki hal subyektif dalam memahami al-Qur’an, tetapi dalam metode ijmali (salah satu contohnya Tafsir Jalalain), berbeda dengan tafsir-tafsir yang memakai metode non-ijmali.
Dalam tafsir Jalalain, terlihat jelas hegemoni dan kebebasan mufasir dalam menafsirkan ayat al-Qur’an sangat bebas, sampai melampaui apa yang tertera dalam teks asli. Diantaranya, penafsiran As-Suyuti terhadap ayat, “wa ‘ala ‘l-ladzina yutiqunahu fidyatun ta’amu miskin”. Artinya : dan bagi orang-orang yang mampu (mengerjakan) puasa, (diperbolehkan membayar) fidyah memberi makan orang miskin (Qs. Al-Baqarah, 184). Ayat ini oleh Suyuti ditafsirkan dengan : (wa ala ‘l-ladzina) la (yutiqunahu fidyatun ta’amu miskin), yang artinya tentu saja berbalik total menjadi : dan bagi orang-orang yang tidak mampu (mengerjakan) puasa, (diperbolehkan membayar) fidyah memberi makan orang miskin).
Terlihat dengan jelas dari tafsir yang dilakukan oleh Suyuti, penambahan huruf “la” yang berfaidah ‘nahi’, secara otomatis menafikan terhadap keta kerja setelahnya, dan tentu saja sangat berdampak terhadap pembalikan makna yang ada pada teks. Bagaimana mungkin teks yang aslinya berarti “ bagi orang-orang yang mampu”, kemudian harus dimaknai dengan “ bagi orang-orang yang tidak mampu”.
Apa yang terjadi dalam tafsir Jalalain (yang merepresentasikan penafsiran dengan metode ijmali) di atas, merupakan bagian dari alasan adanya hegemoni berlebihan seorang mufasir dalam menginterpretasi teks. Hal itu terjadi, dalam metode ijmali selain karena metode ini lebih mengedepankan tafsir terhadap kata, metode ijmali juga tidak memberikan ruang yang bebas untuk menginterpretasi, sehingga mufasir cenderung membatasi dalam untuk mengadopsi pemikiran-pemikiran lain, selain ide dan gagasannya sendiri. Akibatnya, gagasan tafsir sang mufasir menjadi gagasan tafsir yang tampak paling terbenarkan dan sangat hegemonik.
Al-Misbah karya Quraish Shihab
Quraish Shihab menawarkan beberapa hal, seperti pendefinisian dan pengajaran kaidah tafsir, pengenalan kitab-kitab tafsir serta metode pengajaran tafsir yang sesuai dengan teori komunikasi modern.
Tafsir al-Misbah adalah karya Quraish Shihab, seorang Doktor Tafsir lulusan Al-Azhar, Mesir. Tafsir ini mulai ditulis pada tanggal 04 Rabi’ul Awwal tahun 1420 H. bertepatan dengan tanggal 18 Juni tahun 1999. Maka dibanding tiga tafsir sebelumnya, al-Misbah adalah tafsir terkini. Saat itu Quraish sedang bermukim di Mesir sebagai Duta Besar Indonesia untuk Mesir, Somalia dan Jibuti.
Tafsir al-Misbâh terdiri dari 15 volume, setiap volumenya terdiri dari beberapa surat. Dalam pengantar tafsirnya, Quraish menjelakan mengenai makna dan pentingnya tafsir bagi seorang Muslim. Ia juga menjelaskan bahwa tafsir yang ia tulis tidak sepenunya hasil ijtihad dirinya. Akan tetapi merupakan saduran dari beberapa tafsir terdahulu, seperti tafsir Thanthawi, tafsir Mutawali’ Sya’rawi, tafsir fî dzilâlil qur`an, tafsir Ibnu ’Asyur, dan tafsir Thabathaba’i. Namun menurut Quraish, tafsir yang paling berpengaruh dan banyak dirujuk dalam al-Misbah adalah tafsir Ibrahim Ibn ’Umar al-Biqâ’i, seorang mufasir asal Lebanon yang meninggal pada tahun 1480 M. Tafsir inilah yang menjadi bahan disertasinya ketika ia menyelesaikan Doktornya di al-Azhar.
Dalam menulis tafsirnya, Quraish memberikan pengantar terlebih dahulu pada setiap awal surat yang berisi tujuan dan tema pokok surat tersebut. Karena menurutnya jika seseorang sudah mampu memahami tema pokok sebuah surat, maka secara umum ia dapat memahami pesan utama setiap surat.
Kemudian ia membagi surat kepada beberapa kelompok ayat. Al-Fatihah umpamanya ia bagi menjadi dua kelompok ayat, kelompok pertama ayat 1-4 sedangkan kelompok kedua ayat 5-7, pembagian ayat itu didasarkan kepada adanya keterkaitan antar ayat.
Penutup
Terlepas dari berbagai problem yang terdapat dalam metode ijmali, dalam sejarah penafsiran metode ini tetap menjadi salah satu konsep penafsiran yang layak diapreasiasi, karena berbagai kekurangan yang dimiliki oleh setiap metode tentu pasti ada. Berbagai kitab tafsir yang ditulis dengan menggunakan metode ijmali yang muncul dalam dinamika penafsiran umat Islam terhadap al-Qur’an tetap menjadi khazanah yang sangat berarti.
Tetapi, metode apapun yang dilahirkan dalam menafsirkan al-Qur’an tetap bukan harga mati yang harus menjadi pilihan atau sesuatu yang terbenarkan secara mutlak. Setiap metode tetap memiliki kekurangan dan kelebihan yang tidak bisa dinafikan. Dan, setiap individu berhak melahirkan metode-metode baru yang sesuai dengan kemampuan dirinya, karena al-Qur’an bukan hanya menjadi hak otoritas satu dan beberapa orang, tetapi menjadi hak dan miliki semua orang.
Al-Qur’an memberikan hak otonom kepada siapapun untuk menafsirkan ayat-ayatnya secara kreatif guna menemukan makna-makna ideal yang diinginkan oleh al-Qur’an. Kebebasan membaca dan menafsirkan al-Qur’an ini, tentu saja bisa dilakukan dengan cara apapun yang dimiliki oleh setiap individu.
Dari sinilah, al-Qur’an akan selalu menjadi sesuatu yang menarik, karena ayat-ayat yang universal dan global, memungkinkan setiap individu menyusun langkah-langkah metodis yang kreatif guna menemukan inti dan gagasan yang ingin disampaikan oleh al-Qur’an. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap setiap penafsiran merupakan sebuah keniscayaan dilakukan, karena setiap mufasir bukanlah makhluk super yang tidak memiliki kelemahan, tetapi mereka juga manusia biasa yang tidak bebas dari kelemahan.
gagasan Abdul Mustaqim, dalam menghadapi berbagai corak penafsiran yang harus dilakukan. Pertama, bersikap kritis dalam melihat produk tafsir tersebut : karena setiap kemungkinan bisa terjadi, baik kemungkinan ada hidden interest dan ada penyimpangan di balik penafsiran yang dilakuakn. Kedua, apabila arguemn tafsir mereka sangat kuat, kita harus menghargai dan menghormati, walaupun tidak harus mengikuti, karena kemungkinan setiap corak (metode) penafsiran tersebut memiliki kemungkinan benar, minimal kebenaran partikuler-realatif tentatif.
Metode Tafsir Ijmali
1.Definisi
Secara definitif, metode ijmali (global) ialah mencoba menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas dan padat, tetapi mencakup (global). Metode ini mengulas setiap ayat al-Qur’an dengan sangat sederhana, tanpa ada upaya untuk memberikan pengkayaan dengan wawasan yang lain, sehingga pembahasan yang dilakukan hanya menekankan pada pemahaman yang ringkas dan bersifat global.
Dalam metode ini, mufasir berupaya untuk menjelaskan makna-makna al-Qur’an dengan uraian singkat dan mudah dipahami oleh pembaca dalam semua tingkatan, baik tingkatan orang yang memiliki pengetahuan yang ala kadarnya sampai pada orang yang berpengetahuan luas.
Dengan kata lain, metode tafsir ijmali menempatkan setiap ayat hanya sekedar ditafsirkan dan tidak diletakkan sebagai obyek yang harus dianalisa secara tajam dan berwawasan luas, sehingga masih menyiasakan sesuatu yang dangkal, karena penyajian yang dilakukan tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an, sehingga membaca tafsir yang dihasilkan dengan memakai metode ijmali, layaknya membaca ayat al-Qur’an. Uraian yang singkat dan padat membuat tafsir dengan metode ijmali tidak jauh beda dengan ayat yang ditafsirkan.
2.Tujuan dan Target
Metode ijmali yang dipakai oleh para mufasir memang sangat mudah untuk dibaca karena tidak mengandalkan pendekatan analitis, tetapi dilakukan dengan pola tafsir yang mudah dan tidak berbelit-belit, walaupun masih menyisakan sesuatu yang harus ditelaah ulang. Metode ijmali memiliki tujuan dan target bahwa pembaca harus bisa memahami kandungan pokok al-Qur’an sebagai kitab suci yang memberikan petunjuk hidup.
3.Mekanisme Penafsiran
Proses penafsiran dengan menggunakan metode ijmali sebenarnya tidak jauh beda dengan metode-metode yang lain, terutama dengan metode tahlili( analitis). Mekanisme penafsiran dengan metode ijmali dilakukan dengan cara menguraikan ayat demi ayat ayat serta surat demi surat yang ada dalam al-Qur’an secara sistematis. Semua ayat ditafsirkan secara berurutan dari awal sampai akhir secara ringkas dan padat dan bersifat umum. Uraian yang dilakukan dalam metode ini mencakup beberapa aspek uraian terkait dengan ayat-ayat yang ditafsirkan, antara lain :
1.Mengartikan setiap kosakata yang ditafsirkan dengan kosakata yang lain yang tidak jauh menyimpang dari kosa kata yang ditafsirkan.
2.Menjelaskan konotasi setiap kalimat yang ditafsirkan sehingga menjadi jelas.
3.Menyebutkan latar belakang turunnya (azbabun nuzul) ayat yang ditafsirkan, walaupun tidak semua ayat disertai dengan azbabun nuzul. Azbabun nuzul ini dijadikan sebagai pelengkap yang memotivasi turunnya ayat yang ditafsirkan. Azbabun nuzul menjadi sangat urgen, karena dalam azbabun nuzul mencakup beberap hal : (a) peristiwa, (b) pelaku, dan (c) waktu.
4.Memberikan penjelasan dengan pendapat-pendapat yang telah dikeluarkan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, tabi’in maupun tokoh tafsir.
4.Ciri Metode Ijmali
Metode ijmali berbeda jauh dengan metode komparatif maupun metode tematik. Kedua metode tersebut lebih populer di kalangan dunia tafsir, sementara metode ijmali tidak sepopuler kedua metode tersebut. Ciri khas metode ijmali, antara lain. Petama, mufasir langsung menafsirkan setiap ayat dari awal sampai akhir, tanpa memasukkan upaya perbandingan dan tidak disertai dengan penetapan judul, seperti yang terjadi pada metode komparatif (muqaran) dan metode maudhu’i (tematik).
Kedua, penafsiran yang sangat ringkas dan bersifat umum, membuat metode ini lebih sanat tertutup bagi munculnya ide-ide yang lain selain sang mufasir untuk memperkawa wawasan penafsiran. Oleh karena itu, tafsir ijmali dilakukan secara rinci, tetapi ringkas, sehingga membaca tafsir dengan metode ini mengesankan persis sama dengan membaca al-Qur’an.
Ketiga, dalam tafsir-tafsir ijmali tidak semua ayat ditafsirkan dengan penjelasan yang ringkas, terdapat beberapa ayat tertentu (sangat terbatas) yang ditafsirkan agak luas, tetapi tidak sampai mengarah pada penafsiran yang bersifat analitis. Artinya, walaupun ada beberapa ayat yang ditafsirkan agak panjang, hanya sebatas penjelasan yang tidak analitis dan tidak komparatif.
Kritik Metodologis
Sebagai sebuah metode penafsiran, metode ijmali di satu sisi memang merupakan bagian dari proses mencari makna di balik ayat-ayat al-Qur’an, yang tentu saja sah-sah saja diterapkan seperti metode-metode yang lain. Dalam upaya menafsirkan al-Qur’an, metode apapun bisa diterapkan selama dimaksudkan dalam rangka memahami al-Qur’an yang notabene memiliki makna dan pesan yang sangat universal. Dengan pesan yang universal tersebut, telah banyak melahirkan metode dan corak penafsiran. Inilah yang menjadi kekhasan al-Qur’an yang tidak dimiliki oleh teks-teks yang lain. Wacana al-Qur’an, merupakan firman yang luas maknanya dan beragam sisi signifikansinya. Ia merupakan firman yang tidak mungkin dibatasi makna dan signifikansinya.
Menurut Nasr Hamid Abu Zaid, beragamnya tafsir dan interpretasi terhadap al-Qur’an, karena teks menjadi sentral suatu peradaban atau kebudayaan, dan keragaman ini terjadi menurut Nasr Hamid, karena beberapa faktor. Pertama, dan ini oleh Nasr Hamid dianggap sebagai faktor yang penting, adalah sifat dan watak ilmu yang disentuh oleh teks. Artinya, disiplin tertentu sangat menentukan terhadap tujuan interpretasi dan pendekatannya. Kedua, adalah horizon epistimologi yang dipergunakan oleh seorang ilmuwan dalam menangani teks. Dengan horizon tersebut, ia mengusahakan bagaimana teks bisa mengungkapkan dirinya.
Setiap metode tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dalam menguak makna al-Qur’an ada yang tidak bisa secara utuh menyentuh makna dan pesan dasar yang ingin disampaikan oleh al-Qur’an.
Kelebihan pada metode ijmali, terletak pada proses dan bentuknya yang mudah dibaca, dan sangat ringkas serta bersifat umum, sehingga bisa terhindar dari upaya-upaya penafsiran yang bersifat isra’iliyat. Pengaruh penfsiran isra’iliyat dalam metode ijmali bisa diantisipasi, karena pembahasan tafsir yang ringkas dan padat, sehingga sangat tidak memungkinkan seorang mufasir memasukkan unsur-unsur lain, seperti penafsiran dengan cerita-cerita isra’iliyat menyatu ke dalam tafsirannya.
Dalam beberapa kitab tafsir ditulis dengan metode ijmali, seperti Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim, karya Muhammad Farid Wajdi, kitab Al-Tafsir al-Wasith, terbitan Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, Taj al-Tafasir, karya Muhammad Ustman al-Mirghani, dan kitab Tafsir Jalalain, karya bareng Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi. Kitab-kitab tafsir ini secara metodis ditulis dengan metode yang sama, yaitu metode ijmali, sehingga paradigma dan corak tafsirnya tentu saja memiliki kesamaan.
Namun demikian, seiring perkembangan zaman yang notabene menuntut adanya perubahan pola dan paradigma dalam melakukan proses penafsiran metode ijmali dalam kenyataannya termasuk metode yang kurang diganderungi, terutama oleh mufasir-mufasir kontemporer.
Dibandingkan metode komparatif dan metode analitis, metode ijmali (global) termasuk metode yang banyak menuai banyak kritik, dengan beberapa alas an.
Pertama, tekstualistik-skriptualitik. Metode ijmali termasuk metode yang bersifat tekstualistik-skriptualistik. Tafsir tekstulis-skriptulistis lebih menekankan pada kualitas teks daripada substansi teks, sehingga memunculkan kesan tafsir tekstualis lebih akrab dengan apa yang ada pada teks secara dhohir, padahal makna yang seharusnya dikuak terkadang tidak bisa mencerminkan tujuan moral dari teks yang seharusnya dikuak.
paradigma tekstualis-skriptualistik dalam penafsiran disinyalir tidak mampu memenerjemahkan makna dasar dari sebuah ayat, karena logika penafsiran hanya bertumpu pada kekuataan teks, sehingga melahirkan tafsir tektualis (tradisional). Menurut Hasan Hanafi, tafsir tradisional seringkali terjebak pada penafsiran yang bertele-tele, menafsirkan teks secara umum tanpa memperhatikan apakah dibutuhkan penafsiran di situ atau tidak.
Teks dijadikan sebagai obyek pembacaan apa adanya, tanpa mencoba membongkar makna-makna yang tersimpan di balik teks. Teks hanya dipandang pada sisi dzohir, bukan pada sisi terdalam sebuah teks. Cara pandang tekstualis dalam memahami al-Qur’an ini, pada akhirnya melahirkan kesimpulan yang tidak dalam, sehingga masih menyimpan pertanyaan-pertanyaan tentang pesan-pesan yang sebenarnya akan disampaikan oleh teks. Artinya, pendekatan tekstualis dalam memahami teks, cenderung menciptakan satu kondisi dimana realitas makna yang tersimpan atau pesan moral di balim teks “ telah diperkosa” untuk mengkuti apa yang tampak pada teks secara dhohir. Metode ijmali memakai pendekatan yang analitis sempit, yaitu tidak hanya sebatas gambaran-gambaran singkat dan umum, sehingga tidak menyentuh pada substansi teks, misalnya dalam tafsir jalalain yang ditulis dengan metode ijmali.
Dalam tafsir Jalalain setiap ayat hanya ditafsirkan dengan tetap terpaku pada kekuatan teks dan tidak dilakukan pada uhasa untuk membongkar teks secara analitis yang mendalam. Ada asumsi yang menyebutkan bahwa Jalalain merupakan tafsir yang mengedepankan corak “bertolak dari teks, berakhir pada teks dan atas petunjuk teks” dan belum mempertimbangkan realitas sebagai penghantar pada pencapaian makna. Walaupun memang dalam metode ini, azbabun nuzul juga menjadi sesuatu yang tidak dinafikan, tetapi azababun nuzul disebutkan “terkesan hanya sekedar” dijadikan sebagai pelengkap, karena tidak analisa filosofis terhadap azbabun nuzul tersebut, padahal azababun nuzul merupakan landasan pijak bagi sebuah ayat. Menurut Fazlurrahman, dalam memahami teks-teks al-Qur’an harus dilihat dalam konteks sosio-historisnya (azababun nuzul) secara tepat.
Kedua, hegemoni penafsir. Dalam tafsir dengan metode ijmali dimana uraian dan pembahasan tafsir hanya dilakukan dengan cara yang singkat dan global, sehingga tidak membuka ruang yang lebar untuk memasukkan ide-ide dari pihak lain, sehingga melahirkan paradigma hegemoni penafsiran yang berlebihan. Walaupun memang, dalam setiap penafsiran setiap mufasir memiliki hal subyektif dalam memahami al-Qur’an, tetapi dalam metode ijmali (salah satu contohnya Tafsir Jalalain), berbeda dengan tafsir-tafsir yang memakai metode non-ijmali.
Dalam tafsir Jalalain, terlihat jelas hegemoni dan kebebasan mufasir dalam menafsirkan ayat al-Qur’an sangat bebas, sampai melampaui apa yang tertera dalam teks asli. Diantaranya, penafsiran As-Suyuti terhadap ayat, “wa ‘ala ‘l-ladzina yutiqunahu fidyatun ta’amu miskin”. Artinya : dan bagi orang-orang yang mampu (mengerjakan) puasa, (diperbolehkan membayar) fidyah memberi makan orang miskin (Qs. Al-Baqarah, 184). Ayat ini oleh Suyuti ditafsirkan dengan : (wa ala ‘l-ladzina) la (yutiqunahu fidyatun ta’amu miskin), yang artinya tentu saja berbalik total menjadi : dan bagi orang-orang yang tidak mampu (mengerjakan) puasa, (diperbolehkan membayar) fidyah memberi makan orang miskin).
Terlihat dengan jelas dari tafsir yang dilakukan oleh Suyuti, penambahan huruf “la” yang berfaidah ‘nahi’, secara otomatis menafikan terhadap keta kerja setelahnya, dan tentu saja sangat berdampak terhadap pembalikan makna yang ada pada teks. Bagaimana mungkin teks yang aslinya berarti “ bagi orang-orang yang mampu”, kemudian harus dimaknai dengan “ bagi orang-orang yang tidak mampu”.
Apa yang terjadi dalam tafsir Jalalain (yang merepresentasikan penafsiran dengan metode ijmali) di atas, merupakan bagian dari alasan adanya hegemoni berlebihan seorang mufasir dalam menginterpretasi teks. Hal itu terjadi, dalam metode ijmali selain karena metode ini lebih mengedepankan tafsir terhadap kata, metode ijmali juga tidak memberikan ruang yang bebas untuk menginterpretasi, sehingga mufasir cenderung membatasi dalam untuk mengadopsi pemikiran-pemikiran lain, selain ide dan gagasannya sendiri. Akibatnya, gagasan tafsir sang mufasir menjadi gagasan tafsir yang tampak paling terbenarkan dan sangat hegemonik.
Al-Misbah karya Quraish Shihab
Quraish Shihab menawarkan beberapa hal, seperti pendefinisian dan pengajaran kaidah tafsir, pengenalan kitab-kitab tafsir serta metode pengajaran tafsir yang sesuai dengan teori komunikasi modern.
Tafsir al-Misbah adalah karya Quraish Shihab, seorang Doktor Tafsir lulusan Al-Azhar, Mesir. Tafsir ini mulai ditulis pada tanggal 04 Rabi’ul Awwal tahun 1420 H. bertepatan dengan tanggal 18 Juni tahun 1999. Maka dibanding tiga tafsir sebelumnya, al-Misbah adalah tafsir terkini. Saat itu Quraish sedang bermukim di Mesir sebagai Duta Besar Indonesia untuk Mesir, Somalia dan Jibuti.
Tafsir al-Misbâh terdiri dari 15 volume, setiap volumenya terdiri dari beberapa surat. Dalam pengantar tafsirnya, Quraish menjelakan mengenai makna dan pentingnya tafsir bagi seorang Muslim. Ia juga menjelaskan bahwa tafsir yang ia tulis tidak sepenunya hasil ijtihad dirinya. Akan tetapi merupakan saduran dari beberapa tafsir terdahulu, seperti tafsir Thanthawi, tafsir Mutawali’ Sya’rawi, tafsir fî dzilâlil qur`an, tafsir Ibnu ’Asyur, dan tafsir Thabathaba’i. Namun menurut Quraish, tafsir yang paling berpengaruh dan banyak dirujuk dalam al-Misbah adalah tafsir Ibrahim Ibn ’Umar al-Biqâ’i, seorang mufasir asal Lebanon yang meninggal pada tahun 1480 M. Tafsir inilah yang menjadi bahan disertasinya ketika ia menyelesaikan Doktornya di al-Azhar.
Dalam menulis tafsirnya, Quraish memberikan pengantar terlebih dahulu pada setiap awal surat yang berisi tujuan dan tema pokok surat tersebut. Karena menurutnya jika seseorang sudah mampu memahami tema pokok sebuah surat, maka secara umum ia dapat memahami pesan utama setiap surat.
Kemudian ia membagi surat kepada beberapa kelompok ayat. Al-Fatihah umpamanya ia bagi menjadi dua kelompok ayat, kelompok pertama ayat 1-4 sedangkan kelompok kedua ayat 5-7, pembagian ayat itu didasarkan kepada adanya keterkaitan antar ayat.
Penutup
Terlepas dari berbagai problem yang terdapat dalam metode ijmali, dalam sejarah penafsiran metode ini tetap menjadi salah satu konsep penafsiran yang layak diapreasiasi, karena berbagai kekurangan yang dimiliki oleh setiap metode tentu pasti ada. Berbagai kitab tafsir yang ditulis dengan menggunakan metode ijmali yang muncul dalam dinamika penafsiran umat Islam terhadap al-Qur’an tetap menjadi khazanah yang sangat berarti.
Tetapi, metode apapun yang dilahirkan dalam menafsirkan al-Qur’an tetap bukan harga mati yang harus menjadi pilihan atau sesuatu yang terbenarkan secara mutlak. Setiap metode tetap memiliki kekurangan dan kelebihan yang tidak bisa dinafikan. Dan, setiap individu berhak melahirkan metode-metode baru yang sesuai dengan kemampuan dirinya, karena al-Qur’an bukan hanya menjadi hak otoritas satu dan beberapa orang, tetapi menjadi hak dan miliki semua orang.
Al-Qur’an memberikan hak otonom kepada siapapun untuk menafsirkan ayat-ayatnya secara kreatif guna menemukan makna-makna ideal yang diinginkan oleh al-Qur’an. Kebebasan membaca dan menafsirkan al-Qur’an ini, tentu saja bisa dilakukan dengan cara apapun yang dimiliki oleh setiap individu.
Dari sinilah, al-Qur’an akan selalu menjadi sesuatu yang menarik, karena ayat-ayat yang universal dan global, memungkinkan setiap individu menyusun langkah-langkah metodis yang kreatif guna menemukan inti dan gagasan yang ingin disampaikan oleh al-Qur’an. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap setiap penafsiran merupakan sebuah keniscayaan dilakukan, karena setiap mufasir bukanlah makhluk super yang tidak memiliki kelemahan, tetapi mereka juga manusia biasa yang tidak bebas dari kelemahan.
gagasan Abdul Mustaqim, dalam menghadapi berbagai corak penafsiran yang harus dilakukan. Pertama, bersikap kritis dalam melihat produk tafsir tersebut : karena setiap kemungkinan bisa terjadi, baik kemungkinan ada hidden interest dan ada penyimpangan di balik penafsiran yang dilakuakn. Kedua, apabila arguemn tafsir mereka sangat kuat, kita harus menghargai dan menghormati, walaupun tidak harus mengikuti, karena kemungkinan setiap corak (metode) penafsiran tersebut memiliki kemungkinan benar, minimal kebenaran partikuler-realatif tentatif.
Langganan:
Postingan (Atom)